prolog

8.1K 408 12
                                    


================================

Better

Re:idea.

Prolog.

"Permisi nona. Maaf, kami akan segera tutup."

"Oh, begitu. Ah, maaf aku terlalu fokus dan lupa jam sekarang. Aku akan segera pergi, terimakasih."

Ia segera memasukkan semua barang-barangnya yang berceceran di atas meja ke dalam tas ransel. Setelah sang pramusaji berlalu dari hadapannya.

Terlalu banyak deadline tapi waktu tak mumpuni, ia menghela nafas. Dua mug kopi telah ia habiskan dengan sandwich daging, perpaduan yang tidak cocok sebagai makan malamnya hari ini. Tapi tugas akhirnya harus ia segera selesai demi nilai straight-A yang sempurna, kalau ia mendapatkan nilai B untuk tugas sepele ini bisa sia-sia tiga tahunnya. Lalu mengulang lagi di tahun depan,jelas ia tidak mau itu terjadi.

Selepas dari jeratan temannya yang minta di temani mengambil gaun dari butik langganan untuk pesta pengantin saudaranya, ia mampir di kedai kopi yang tak sengaja ia temukan saat di jalan pulang, membiarkan temannya itu pulang lebih dulu. Seingatnya ia baru duduk di sana baru beberapa menit, tapi rupanya lebih dari itu. Sekarang jam 09.45 malam, itu artinya empat jam ia terkurung di sini.

Sang kasir ia senyumi sebelum membuka pintu, berjalan ke arah jalan raya. Langit di luar sudah sangat gelap tanpa bintang, ia melangkahkan kakinya cepat ke pinggir jalan, masih ada satu bus terakhir yang akan mengantarkan dirinya pulang ke apartemen murah miliknya di pinggir kota.

Berlari sedikit agar cepat sampai, ia duduk di halte yang sepi sembari mengecek ponselnya yang sedari tadi di silent. Tiga panggilan dari kliennya dan enam belas pesan dari grup. Ia tak berniat membukanya, atau menelpon balik kliennya yang sejujurnya sangat cerewet dan banyak mau. Otak dan tubuhnya lelah, ia butuh istirahat.

Tapi lima belas menit berlalu, bis yang di tunggu belum juga menunjukkan tanda-tandanya akan datang. Ia mendadak meremang, merasakan angin malam yang lembut menyapa menembus bajunya yang tipis. Dari sini memang masih bisa ia lihat beberapa toko dan gedung kantoran masih buka, menyalakan lampu yang membuat jalanan sedikit terang terang, tapi hanya sedikit kendaraan yang lewat. Ia jadi khawatir dan cemas mendadak, bagaimana kalau bis terakhir sudah lewat? Taksi mungkin pilihan lain, tapi dompetnya sedang diet, bisa habis uang tiga kali makan kalau sampai di apartemennya.

Tapi ia tidak punya pilihan lainnya 'kan? Jam sudah tepat di angka sepuluh.

Ia berdiri, dari kejauhan ada taksi yang jalan kearahnya. Sesekali mungkin tidak masalah. Melambaikan tangannya untuk menghentikan kendaraan umum itu. Dan taksi berhenti tepat di depannya. Sang supir langsung menyapa dan menanyakan tujuannya.

"Distrik timur, jalan kumichi."

Ia menyandarkan punggungnya begitu masuk dan duduk di kursi penumpang, sesaat merasakan taksi yang baru jalan  mengerem mendadak, membuat tubuhnya terdorong ke depan. Ia terkejut mendongak untuk menanyakan apa yang terjadi pada sang supir, tapi sebelum mulutnya terbuka, seseorang masuk ke dalam dari pintu samping dengan tergesa-gesa. Hal pertama yang ia temukan, aroma alkohol yang menyengat bercampur bau rokok. Pria dengan setelah jas terlihat kewalahan dengan tubuhnya sendiri.

"Gedung CJ. Cepat!"

"Eh, tunggu. Tuan saya yang lebih dulu naik taksi ini, dan Anda seharusnya turun sekarang." Mungkin ia tidak sadar jika berhadapan dengan pria mabuk, tapi ia tak peduli, harus pulang sekarang karena sudah larut, dan lagi ia berhak untuk lebih dulu.

"Kau pikir kau siapa? Berani sekali menolak ku, hah. Wanita tidak tau malu, seperti kacang lupa kulitnya. Saat kau butuh sesuatu datang padaku dengan mengiba! Dan sekarang... Hahaha... Ku bilang jalankan mobil ini sialan."

Better [ Telah TerRevisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang