27. *Interlude*

2.4K 252 5
                                    

Izumi keluar dari kamar Sakura dengan ekspresi yang lega, karena berhasil menangkan istri Sasuke, setelah ratusan kali tarik dan keluarkan nafas, dengan beribu kata tenang pula. Kala kakinya melangkah lagi ke ruang tamu, masih melihat perdebatan yang belum reda antara Sasuke dan ayah Fugaku. Dan saat matanya melirik sang suami, Itachi hanya menghela nafasnya lalu menggeleng, dan beralih ke Mama Mikoto yang mendadak diam.

Entah sudah sampai mana pembicaraan mereka, tapi Izumi dengan yakin menyela ucapan Sasuke. "Lihat apa yang kalian lakukan? Dan masih belum selesai juga? Papa ku mohon sudahi perdebatan ini, biarkan Sasuke menentukan sendiri keputusannya dan biarkan dia menerima akibatnya."

"Tapi, Sasuke papa benar, kau juga seharusnya memikirkan bagaimana perasaan Sakura di dalam pernikahan ini, jangan kau bersembunyi di balik kata tanggungjawab, menjadi ayah dan memiliki anak bukan urusan yang mudah, bukan hanya sekedar memberinya makan dan fasilitas, tapi juga kasih sayang yang utuh. Kau tidak bisa memisahkan antara ibu dan anak." Lanjutnya.

Mikoto bangkit dari kursinya, mengelus pipinya sendiri, pun merasa lelah dan bersalah, seumur-umur hidupnya baru kali ini ia mendapatkan masalah besar dari anaknya, terlepas dari betapa nakalnya Sasuke dulu yang masih bisa di toleransi, tapi sekarang? Ia telah menuduh wanita yang menjadi korban kebejatannya anaknya sendiri, sekarang ia sudah tidak tau harus berkata apa. "Mama tidak tau harus bagaimana lagi, Sasuke. Tapi sebagai seorang ibu yang juga pernah mengandung, Mama harap kau selalu ada untuknya sampai semuanya punya jalan keluar."

Semua orang menatap Mikoto dengan bangga, terutama Sasuke yang menghela nafasnya lega, karena ibunya sudah tidak lagi di kuasai emosi. Fugaku mengangguk membenarkan kata sang istri, menepuk pundak Sasuke dengan pelan. Dan untuk Itachi, sekarang gilirannya untuk berkata, berdehem pelan untuk menarik perhatian semuanya.

"Aku hanya ingin minta maaf, terutama pada Mama dan papa, karena sudah ikut menyembunyikan rahasia Sasuke. Aku tidak menyalakan mu, Sasuke. Tapi sebenarnya aku juga setuju kata papa."

Sasuke menunduk, menghela nafasnya lalu mengangguk kecil. Semuanya sudah terungkap, apa lagi yang bisa ia sembunyikan atau berbohong. Perjanjian yang ia pikir akan  membawa kebaikan untuk dirinya dan Sakura malah menjadi jalan yang menyesatkan. Tapi apa lagi yang bisa ia lakukan? Keputusan harus ia buat.

"Aku mengerti, aku memang bersalah."

"Kalau begitu sebaliknya kita pulang, biarkan Sakura istirahat dan kau, Sasuke pikirkan apa yang harus kau lakukan, jadilah pria jantan jangan jadi mengecut. Kami pulang."

Sasuke mengangguk sekali lagi, mengantarkan keluarganya sampai ke pintu. Dan bukan berarti masalah sudah selesai hanya karena pintu sudah tertutup dan keluarganya sudah kembali ke rumah mereka. Tapi di sinilah awal masalahnya. Sasuke menyimbak rambutnya kasar, sekarang benar-benar merasa frustrasi. Ditatapnya pintu kamar Sakura yang tertutup. Ia harus membicarakan ini lagi dengan Sakura, tentang kelanjutan pernikahan ini dan semua kontrak di dalamnya, terlepas dari ungkapan rasa cinta Sakura semalam.

Ia mendengus, duduk lagi di sofa. Benar, ia tidak salah dengar. Sakura berbisik di telinganya, mengatakan jika dia mencintainya, itu bukan mimpi atau halusinasinya karena mendapatkan kenikmatan bersama Sakura. Tapi, apa ia juga mencintai Sakura? Sasuke belum mengungkapkan perasaannya sendiri, bahkan belum ia tentukan. Kebersamaannya dengan Sakura memang membawa banyak sensasi dan perasaan asing baginya. Tapi ada Hinata di hatinya bertahun-tahun lalu, ia tidak bisa semudah itu untuk melupakan cintanya. Tapi sekali lagi, Sakura...

Sasuke bangkit, ia tidak boleh terus tenggelam dalam dilema, pilihan harus ia tentukan. Ia menuju kamar Sakura, menempelkan telinganya di pintu berharap ada pergerakan di dalam sana tanda Sakura masih terjaga, tapi tidak ada suara apapun. Apa Sakura sudah tidur? Ia mundur, terlupakan sudah rencana mereka untuk pergi ke panti asuhan. Tapi, sudahlah Sakura lebih membutuhkan istirahat dari pada berjalan-jalan yang membuang tenaga.

Better [ Telah TerRevisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang