3. Wedding Tragedy

3.4K 299 5
                                    

Tiga hari sebelum delapan Minggu selesai.

Gara-gara cat murah warna kulit yang seharusnya putih bercampur pink, malah terlihat seperti orang sawah yang terkana lumpur, bertolak belakang sekali dengan warna yang pas di background, dan pencahayaan yang sengaja ia buat terang. Atau warna kuning yang hampir seperti warna lampu neon. Masih belum sempurna. Padahal Sakura sedang semangatnya untuk mengerjakan proyek ini, tapi karena dompetnya yang semakin menipis, ia beli cat seadanya dengan harga yang terbilang miring. Tapi kalau jadinya seperti ini rasanya buang-buang uang saja. Harus ia gambar ulang atau di modifikasi.

Uang dari Layla memang sudah ia dapatkan,namun sekarang masih menginap di ATM. Rupanya hasil gambarnya tidak sesuai waktu yang Layla berikan, dua puluh sketsa 'Untold Story' selesai dalam enam Minggu-tiga hari. Sakura mendapatkan komisi lebih cepat. Tapi kebetulan lain mesin ATM di kampus sedang eror, meski sudah ia lihat dan di kirim setengahnya ke papa di kampung lewat ponselnya, tapi ia belum merasakan uang itu secara langsung. Akan sangat memakan waktu jika ia pergi ke daerah selatan, di mana ATM lain berdiri. Waktu yang ia punya hanya sebentar, jam kuliah yang padat dan tugas lain yang menunggu di kerjakan.

Sketsa di depannya harus Sakura kerjakan dengan cepat, karena si pemesanan memesannya dadakan. Sakura memang sedikit kosong kalau dari pekerjaannya, tapi tugas jangan di tanya. Sekarang sudah tiga hari lewat, cukup lama memang untuk ukuran lukisan berukuran 50×30 cm. Dan sekarang ia dibuat pusing lagi soal perwarnaannya.

"Haruno Sakura, hai."

Sakura mendongak, menemukan dosen tamu dari fakultas sastra sudah duduk di depannya. Akasuna Sasori. Pria tampan berwajah manis. Sampai Sakura kira dia seorang transgender. Duh, masih ingat saat Sakura menyinggung hal itu dulu, berbicara apa adanya dan to the point adalah gayanya, ia tidak suka berbasa-basi dan banyak omong yang tidak jelas. Pria yang lebih sering di panggil Sasori- little- sensei, itu tertawa keras dan tidak merasa tersinggung akan ucapannya. Malah Sasori menjelaskan, sudah banyak juga orang yang berpikiran demikian atas dirinya. Itu sebabnya Sasori menanggapinya dengan santai.

Kala itu hari pertama Sasori menjadi dosen tamu, dan tidak tau kelas yang akan di ajarnya berada di mana. Sakura yang kebetulan berjalan sendirian di selasar membantu pria itu. Sebagai perkenalan, dia menemui Sakura keesokan harinya di selasar, tempat yang sama. Lalu Sakura tahu jika Sasori seorang penulis.

"Hai juga, Sasori-sensai." Sakura tersenyum kecil, membereskan botol-botol cat yang berserakan tidak jelas. Merasa tidak nyaman dan tidak mau di pandang sebagai gadis yang tidak rapi. "Anda sudah selesai mengajar?"

"Sudah. Jadwal ku cuma satu kelas. Dan ngomong-ngomong jangan panggil aku dengan 'Anda', bisa?"

Sakura menggeleng geli. "Tidak bisa, ini masih area kampus. Dan aku harus bersikap sopan."

Dengusan kecil samar terdengar. Sasori membantunya mengambil satu botol cat yang terletak cukup jauh dari jangkauan tangannya, memasukkannya ke kotak semula, lalu memperhatikan lukisannya. "Orang yang tidak tau seni pun pasti akan berpikiran jika lukisan ini tidak sesuai 'kan? Tidak sinkron dan terlalu menonjol untuk yang satu ini. Dengan kata lain ini karya yang gagal."

Sasori tersenyum, mengulur tangan untuk menyentuh permukaan cat yang sudah kering. Sakura menahan nafas, kala angin berhembus dan menyebarkan aroma maskulin yang segar, seperti ia ada di tengah hutan yang asri. Sakura memang tidak terlalu tau mengenai parfum, tapi jelas yang bisa membedakan aroma yang keluar dari botol itu.

"Tidak juga, seni itu kebebasan yang beragam. Tumbuh dalam ilusi di setiap kepala orang. Dan pandangan setiap orang berbeda-beda. Mungkin karena kamu yang membuatnya belum merasa puas? Atau karena imajinasi mu tidak tumbuh?"

Better [ Telah TerRevisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang