25. Lose-Lose

2.5K 267 14
                                    

"aku sudah tidak tau harus bagaimana. Sasuke, apa selama ini perjuangan ku kurang?" Kata Hinata menghela nafasnya.

Malam semakin larut, angin malam juga semakin dingin. Duduk di luar sungguh tidak baik untuk kesehatan. Tapi Sasuke tidak berniat untuk beranjak meninggalkan Hinata yang tengah duduk diam menikmati malam sambil merenung.

"Kau sudah melakukan hal yang kau bisa. Perjuangan mu sudah cukup." Katanya menenangkan, melirik wajah sendu itu yang tak pernah mau menatapnya barang sejenak pun. Namun, walau demikian ia tidak akan pernah berpaling darinya. Hinata adalah pemandangan yang harus selalu ia lihat, kecantikannya dan kegembiraannya. Tapi, sekarang pemandangan itu tengah sendu karena badai yang datang silih berganti.

Selepas Naruto akhirnya pulang dari rumah sakit, semuanya terlihat baik-baik saja, semuanya kembali seperti semula. Tapi nyatanya, keterangan kesehatan dokter tidak sepenuhnya benar, saat Naruto kembali tumbang dan harus mendapatkan perawatan kembali. Sebenarnya bukan luka di kulitnya yang harus di obati, tapi pada luka di dalam diri Naruto sendiri.

Rasa cemas yang dulunya nampak normal dan wajar, kini sudah bertransformasi menjadi penyakit yang berbahaya. Kecemasan dan kegelisahan yang berlebihan, beranjak menjadi perasaan marah yang tidak berkesudahan. Melonjaknya emosi tak terduga membawa dampak yang buruk. Bukan sekali dua kali Naruto pada akhirnya melampiaskan semua perasaannya pada dirinya sendiri dengan cara melukai tubuhnya.

Goresan kaca ke lengannya, kaki sampai wajahnya sendiri, seolah Naruto akan bisa membuang racun dalam dirinya dengan itu. Sebagai orang terdekatnya, ia dan Hinata sudah melakukan segalanya, pengobatan terapi, rehabilitasi dan obat-obatan, semuanya sudah pernah di coba. Membawa dampak yang baik memang, Naruto dengan usahanya sendiri juga bisa melepaskan diri dari setan dalam dirinya sendiri. Tapi siapa yang bilang jika penyakit batin bisa memudar dan menghilang?

Nyatanya semua usaha untuk sembuh, obat-obatan hanya pencegah, mengurangi dan menunda reaksi yang sudah ada. Anexeity Decorder itu akan kembali lagi dan lagi.

"Naruto akan baik-baik saja selama kita__kau di sisinya."

Hinata baru menoleh padanya, tersenyum kecil tapi detik berikutnya luntur seketika. Sasuke melihat itupun merasakan apa yang wanita itu rasakan, bahkan lebih. Perih dan nyeri di hatinya. Seharusnya, ia yang di pilih Hinata untuk menjadi pendamping hidupnya, dan tidak memikirkan apapun yang terjadi saat ini, tapi apa kesempurnaan fisik bisa menarik cinta yang sesungguhnya? Hinata tidak pernah melihatnya dengan pandangan demikian, dia melihat dari hatinya, melihat siapa yang pantas memiliki cintanya.

Dan beruntunglah Naruto.

"Apa.. apa ayahmu menenteng kalian lagi?" Tanyanya hati-hati.

"Aku tidak mau membahas itu. Naruto pun sama keras kepalanya dengan ayah." Dia memalingkan wajahnya lagi, menatap langit yang berbintang, yang seharusnya di nikmati dengan senyuman dan perasaan yang bahagia. Bukannya sedih dan merenung.

Tapi ia membiarkan wanita itu menikamnya dengan caranya.

Bersama dengan kenangan lama yang mampir lagi ke kepalanya. Hinata dan Naruto juga orang yang terpenting dalam hidupnya, orang yang tanpa sadar ia sayang. Karena apapun yang ia lewati di masa lalu tidak akan pernah sampai disini jika tidak ada mereka. Dirinya yang dulu nakal dan egois, yang hanya mementingkan keinginan sendiri, tidak pernah melihat sekitar, memandang orang yang berada di bawahnya tidak pantas untuk mendapatkan perhatiannya. Tapi Naruto yang periang dan banyak bergerak bisa mengubah cara pandangnya hanya dengan kisah hidup pria itu. Lalu Hinata adalah sosok malaikat yang membawa kebahagiaan lain diantara ia dan Naruto.

Tapi, mengapa wajah Sakura juga terlihat sekarang?

Pandangan matanya yang berpendar benci dan marah.

Better [ Telah TerRevisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang