14. Take what you want.

2.2K 269 4
                                    

Sakura memoleskan sekali lagi lipstik ke bibirnya, merapikannya agar tidak terlihat berantakan. Kentara sekali jika dirinya tidak bisa berdandan. Wajahnya terlihat pucat sejak pagi, hanya karena sup jagung yang ia buat untuk sarapan. Mencuri waktu dari dosen Lim untuk bergegas ke kamar mandi. Lima belas menit ia habiskan untuk menguras isi perutnya dan mencuci muka, sampai tidak menyangka jika waktu belajarnya habis di toilet.

Sakura membuang nafasnya kasar, waktu belajarnya kini semakin berkurang karena ia selalu izin keluar di tengah-tengah jam. Untung saja semua orang tak menaruh kecurigaan padanya, mereka pasti akan bertanya ada apa dengan dirinya ini. Tapi yang ia dapati hanya berita jika Haruno Sakura si gadis yang rajin kini mau jadi mahasiswi pembangkang, hanya karena nilainya yang sudah terlampaui.

Tapi masa bodoh. Jurusan yang ia ambil tidak hanya mengandalkan nilai dari ujian tulis, tapi pada prakteknya. Harusnya mereka sadar akan hal itu. Kreatifitas yang lebih di butuhkan, bukannya kepintaran yang punya radar masing-masing. Sakura menarik tisu untuk mengusap air matanya. Sekarang dirinya terlihat lebih baik, tidak ada wajah pucat, tidak ada mata yang berkaca-kaca.

Siang ini Matsuri mengajaknya untuk bertemu, makan siang bersama. Sudah seminggu tidak menemuinya kecuali pesan dan telpon, Matsuri di buat sibuk karena pekerjaannya. Tapi kali ini sekalinya ada waktu luang bukannya untuk istirahat, wanita itu selalu saja memintanya untuk bertemu. Dan Sakura menyanggupi.

Ia menyebrang ke jalan depan, di sana kedai biasa mereka nongkrong. Kopi dan roti keju kesukaannya ada di sana. Dan Matsuri tengah menunggu, sambil bermain ponsel. Kedai ini sudah ramai, meski jam makan siang belum datang. Mungkin mereka tengah mengganjal perut. Karena Sakura sendiri pun merasa lapar begitu masuk dan mencium aroma manis dari roti.

"Hah.." Sakura di sambut dengan helaan nafas Matsuri. Gadis itu segera menyadarinya kehadirannya. "Sakura, kau lama sekali." Keluhnya.

Sakura terkekeh, duduk di depan Matsuri, meletakkan ranselnya di kursi lain. "Maaf. Tadi, pak Lim mulai cerita lagi. Dan aku mendadak bosan, dengan alasan ke toilet aku berlari ke sini."

"Ah, pak Lim. Aku pernah dengar nama itu. Dia pria tua dengan perut buncit 'kan?"

Sakura melepaskan tawanya. Tidak mengelak ucapan Matsuri. Karena itu benar adanya. Tapi Sakura suka cara mengajar pak Lim. Ia mengambil kertas menu. Kali ini ia tidak akan memesan kopi, takut terjadi sesuatu pada janinnya. Meski sejujurnya Sakura tidak tau pasti akibat apa yang akan terjadi jika ia minum kopi, tapi apa salahnya berjaga-jaga. Matsuri sudah memesan makanan dan teh hijau. Sakura jadi ingin minum teh juga.

"Kau tahu, Sakura. Perusahaan besar juga punya risiko yang besar pula." Suara Matsuri mengalun rendah.

"Apa yang terjadi?"

Dia menghela nafasnya, memainkan sendok teh di minumannya itu. "Ku pikir selama ini cara kerja ku yang lalai dan ceroboh. Tapi rupanya, ada dalang di balik semua kesalahan di bagian keuangan."

"Perusahaan itu di bajak? Atau bagaimana?" Sakura bertanya hati-hati,ia tidak tau cara kerja orang kantoran itu. Berkutat dengan angka dan tulisan.

"Begitulah. Korupsi."

"Lalu kenapa kau terlihat resah. Aku yakin perusahaan mu punya cara untuk mengatasi hal ini. Mereka pasti akan menyelamatkan itu."

Wanita itu mendesah panjang. Menurunkan tangannya, bersembunyi di bawah meja. Dan Sakura malah merasa bersalah akan kalimatnya. Apa dia berkata salah?

"Itu masalahnya. Terlalu lama dan terlalu banyak uang yang di ambilnya. Aku tidak tahu pasti. Tapi desas-desus beredar begitu cepat, kalau nanti akan ada pemutusan hubungan kerja."

Better [ Telah TerRevisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang