15. Institution

2K 256 8
                                    

Sasuke kira jika ia mengenalkan Sakura pada keluarganya, gangguan dari ayahnya akan terhenti. Tapi sekarang ibunya malah ikut-ikutan mengganggunya, dengan berbagai alasan sengaja datang ke apartemen untuk bertemu Sakura. Mikoto bilang waktu perkenalkan saat itu sangat singkat, dan ia belum mengenal Sakura dengan baik. Ibunya beralasan ingin dekat dengan Sakura secara lebih dalam.

Untung saja Sakura sedang tidak sibuk dengan pekerjaan dan tugas kuliahnya, punya waktu luang untuk menanggapi Mikoto dengan baik. Dan setelah ibunya pulang pun Sakura tidak mengatakan apapun, selain kembali ke kamarnya dan tidak keluar lagi sampai pagi. Sasuke pikir itu wajar, karena Sakura menginginkan dunianya sendiri. Tapi lama-lama di diamkan begitu, Sakura jadi semakin tak tersentuh bahkan dengan jarak semeja saja.

Sakura jelas sedang menjaga jarak dan membuat wilayahnya sendiri di apartemennya. Ia di buat tidak nyaman di rumahnya sendiri, karena keheningan yang Sakura ciptakan. Meski ia suka akan ketenangan,tapi kalau ada makhluk di depannya tidak melakukan apapun juga membuatnya geram. Beberapa kali ia pancing gadis itu dengan banyak pertanyaan, dengan dalih mereka harus mengenal satu sama lain untuk kenyamanan. Tapi lagi-lagi, gadis itu menjawab seadanya dan apa adanya. Hanya anggukan dan kata iya saja yang mendominasi.

Ia tidak ingin memperpanjang hal ini untuk kedepannya. Mungkin Sakura punya masalah sendiri yang tidak boleh ia ketahui, karena begitulah janji mereka. Dan pagi ini Sakura juga seperti biasanya, menyiapkan sarapan dan pergi ke kampus setelahnya. Dan tidak mengatakan apapun.

Sasuke menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan untuk hidupnya yang tidak jelas, untuk urusan rumah tangganya yang tak berbentuk. Untuk segalanya yang mengganggu dengan ketukan di pintu.

"Masuk." Suruhnya dengan tegas.

"Tuan Uchiha Sasuke, apa saya mengganggu Anda?" Suara Hinata mengalun lembut, melewati pintu dan menutupnya. Senyum manis merekah di sana. "Sekertaris anda bilang, Anda sedang luang."

Sasuke terkekeh geli, sedikit terkejut akan kehadiran wanita itu di sini. Tapi tak urung menahan senyumnya. Ia berdiri, menyambut Hinata untuk duduk di sofa. "Kau mengunjungi ku?"

"Apa kau sedang sibuk. Kalau begitu aku keluar saja."

"Tidak, aku punya waktu." Cegahnya menahan lengan Hinata. Dan gadis itu kembali tersenyum. "Kau ingin keluar? Ke kafe?"

Hinata menggeleng, menyandarkan punggungnya pada sandaran, matanya berkeliling sejenak mencermati interior kantornya, ruangan barunya. "Kebetulan ayah ku ada urusan dengan pihak mu. Aku sengaja ikut, untuk mengatakan ucapan selamat secara langsung."

Sasuke mengangguk, menunggu Hinata melanjutkan kalimatnya. "Selamat atas pengangkat mu, Sasuke. Dan aku tidak menyangka, jika kau sudah menikah."

Sasuke menangkap ada yang aneh dari kalimat dan ekspresi wajah Hinata. Di tatapnya dengan cermat mata mutiara itu. "Apa?"

"Eh? Aku dapat undangan untuk resepsi pernikahan atas nama Uchiha Sasuke dan Haruno Sakura. Aku tidak sedang di jahili 'kan. Padahal aku dapat undangan ini langsung dari ibu mu." Hinata mengacak-acak isi tasnya. Mengambil selembar kertas berwarna silver dan gold bertuliskan namanya dengan tinta hitam berkilau. Benar. Ini sebuah undangan. Tapi kenapa mengatas namanya.

Sasuke menatap Hinata meminta penjelasan lain, tapi apa yang bisa di jelaskan wanita itu. Dia hanya Hinata, orang lain bagi keluarganya. Sasuke mengambil undangan itu, menatapnya beberapa saat. Ini pasti pekerjaan ibunya. Beberapa kali Mikoto menyinggung tentang pesta pernikahan, yang ia abaikan dan tolak saat Mikoto memintanya dengan gamblang.

"Aku tidak tahu siapa gadis beruntung itu. Tapi sekali lagi, selamat atas pernikahan kalian. Semoga kalian di berkati dan bahagia selalu."

Sasuke terdiam, tidak bisa menjawab ucapan selamat Hinata. Terlalu terkejut akan undangan ini. Tapi ia harus segera memastikannya juga. Hinata menepuk pundaknya, merasakan hening yang ia ciptakan. Tapi saat ini ia sedang tidak bisa berpikir jernih untuk berbuat sesuatu. Meminta Hinata untuk pulang, dan mereka akan bertemu lagi di lain waktu saja. Pekerjaannya sedang menumpuk dan tidak bisa di tinggalkan. Sesaat ia melihat ada kekecewaan di mata Hinata tapi wanita itu mengangguk dan berlalu setelah memberikannya senyum dan lambaian tangan.

Better [ Telah TerRevisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang