28. Better

2.8K 281 18
                                    

Berapa banyak waktu yang harus Sakura berikan pada Sasuke? Atau berapa banyak waktu yang di butuhkan pria itu untuk berpikir. Ini sudah di hari ke sepuluh setelah kunjungan keluarga pria itu membongkar semua kedok anaknya, dan sampai hari juga Sasuke tidak pernah sekalipun kembali ke apartemen, tidak membalas pesannya, tidak juga menjawab teleponnya. Sudah banyak cara Sakura keluar untuk menemukan pria itu, termasuk mendatangi kantornya dua hari lalu bertanya kepada semua orang di sana. Dan apa yang ia dapatkan hanya gelengan bingung dari para pekerja.

Ayah Fugaku menghampirinya, juga menanyakan keberadaan Sasuke yang tidak datang ke kantor, tapi ia hanya menggeleng dan di buat semakin di buat takut, cemas dan khawatir dengan perasaan takut yang mendominasi. Kemana Sasuke pergi? Ayah Fugaku mengajaknya untuk singgah ke rumah utama, menyingkirkan perdebatan dan masalah penipuan pernikahannya.  Mencoba menenangkannya dengan berbagai macam nasehat dan kegiatan yang bisa menghilangkan stress, dan semua usaha mereka cukup berhasil. Ia kembali tenang dan suasana hatinya kembali terasa ringan. Tidur di sana selama dua hari, dan ia memutuskan untuk pulang saja karena merasa tidak enak.

"Sakura kau yakin tidak ingin menginap lagi, Mama tidak masalah. Lagi pula perut mu sebesar ini tidak baik kalau kau pergi-pergi, jujur aku khawatir padamu." Ibu Mikoto tersenyum, menahan lengannya agar tetap duduk. Sudah tidak ada lagi emosi di matanya, yang ada hanya rasa bersalah dan iba.

Sakura menggeleng, bukannya ingin menolak keinginan mertuanya, tapi mungkin saja Sasuke sudah pulang dan tidak menemukan dirinya di rumah, meski kemungkinan itu sangatlah kecil. "Aku akan baik-baik saja, di apartemen sepi. Aku takut Sasuke sudah pulang dan aku tidak ada di sana."

Mikoto menghela nafasnya menyerah, melepaskan genggamannya. "Baiklah, Mama hanya khawatir. Kau harus hubungi aku jika sesuatu terjadi, besok aku yang akan ke sana?" Sakura hanya mengangguk, pun tidak mau mengecewakan ibu Mikoto.

"Kalau begitu kau hati-hati di jalan."

Sakura mengangguk, memeluk dan memberikan ciuman di pipi ibu mertuanya. Saat Mikoto melirik tajam pada supir suruhannya untuk mengantar dirinya pulang. "Jaga dia baik-baik, jangan mengebut, dan jika sesuatu terjadi ku penggal burung kecil mu itu."

Sakura hampir saja menyemburkan tawanya, menatap sang supir yang tiba-tiba memucat, sepertinya terlalu sering mendapatkan ancaman dari ibu Mikoto. Ia melambaikan tangannya dari dalam mobil, tersenyum yang langsung di balas ibu Mikoto, yang setelahnya malah menutup wajahnya. Sakura memposisikan duduknya agar nyaman, rupanya ada rasa bersalah karena telah membohongi keluarga Sasuke. Mereka tidak seperti keluarganya yang tidak bisa menerima dirinya dengan alasan yang tidak pernah ia ketahui. Tapi, ibu Mikoto dan Izumi menerimanya dengan senang hati kala ia melangkah masuk ke rumah besar utama Uchiha itu, seolah sebelum ini tidak pernah terjadi sesuatu. Tapi apa yang bisa ia lakukan atau membalas kebaikan mereka?

Perpisahannya dengan Sasuke hampir di depan mata, tanda akhir perjanjian mereka untuk hidup bersama. Karena setelah ini semuanya akan kembali normal seperti semula, dirinya kembali berkuliah, mendapatkan kompensasi dari perjanjian konyol ini, hidup menjauh dari Uchiha Sasuke dan melupakannya. Lalu bayinya? Anak ini akan ikut pria itu dan ia jangan pernah muncul di hadapannya saat dewasa nanti. Terlepas dari perasaannya pada pria itu, karena kenyataannya Sasuke tidak membalas perasaannya malam itu atau hingga hari ini. Semua abu-abu dan tidak jelas. Tapi Adil kah semua ini?

Begitu saja membuat perutnya kembali mulas, tenggorokannya tercekat, dadanya panas dan nafasnya memburu. Ia tidak rela, tidak untuk semua yang telah ia lakukan selama ini. Tidak untuk dirinya yang akan berpisah dengan anak yang ia kandung dan yang selalu menemaninya. Tidak, Sasuke tidak berhak untuk mengambil anak ini, entah dengan dalih bertanggung jawab atau bahkan sebagai ayahnya.

"Nyonya Sakura kita sudah sampai, apa Anda ingin sesuatu? Atau ada yang perlu saya bantu?"

Sakura tersentak keluar dari lamunannya, melirik sang supir yang memandangnya dengan ekspresi bingung. "Tidak, maaf aku melamun. Terimakasih kalau begitu, kau bisa langsung kembali ke rumah utama." Sakura membuka pintunya setelah mendapatkan anggukan dari sang supir, dan segera bergegas masuk ke apartemen setelah mobil itu tak terlihat lagi di matanya.

Better [ Telah TerRevisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang