21

1.6K 164 17
                                    

Sudah hampir satu minggu BangChan dirumah sakit. Ingin rasanya dia pergi dari situ sekarang juga, tapi keadaan ini benar-benar tidak memungkinkan, bahkan dokter dan manager hyung sering mengingatkan BangChan untuk jangan terlalu banyak bergerak dan banyak istirahat. Tapi, bayangkan saja rasanya berada dikamar rumah sakit dan tidak kemana-mana selama hampur seminggu, benar-benar membuat gila.

Walaupun dilain sisi, BangChan merasa sangat cemas dan khawatir terhadap keadaannya sendiri. BangChan tidak ingin berhenti dari karier-nya, tapi BangChan sangat tahu resikonya.

"Kim Mingyu sialan itu. Bagaimana mungkin psikopath seperti dia masih bebas berkeliaran seperti itu," BangChan bergumam sendiri.

"Hyung," Jeongin tiba-tiba masuk dan memanggil BangChan.

"Wae Jeongin-ssi?" Tanya BangChan lembut. Jeongin berjalan untuk duduk disamping BangChan.

"Apa hyung akan baik-baik saja?" Tanyanya lirih. BangChan mencoba untuk tersenyum didepan sesorang yang lebih muda dihadapannya itu.

"Gwenchana," BangChan mengelus puncak kepala Jeongin.

"Aku tidak bisa membayangkan grup tanpa BangChan hyung," ujar Jeongin sambil menunduk, tidak mau mengatakannya sambil melihat BangChan.

Senyum BangChan perlahan hilang saat Jeongin bicara barusan. "Semuanya akan baik-baik saja, lagipula masih ada Woojin yang selalu ada untuk kalian."

Jeongin menggeleng mendengar ucapan BangChan barusan. "BangChan hyung dan Woojin hyung berbeda. Bagaimanapun posisi BangChan hyung tidak akan terganti," tangis Jeongin pecah saat itu juga. BangChan yang melihatnya hanya bisa terus mengelus rambut Jeongin, berharap itu akan menenangkannya, walaupun pada kenyataannya BangChan juga tidak bisa terima dengan semua ini.

Saat sedang hanyut dalam momen mengharukan itu, tiba-tiba saja ponsel BangChan bergetar, menandakan ada pesan masuk.

Sehun hyung : aku akan mengungkapkan semuanya bersama Bambam.

BangChan tidak bisa tidak terkejut melihat isi pesan itu. Apa-apan itu, apa yang mereka rencanakan, pikir BangChan.
.
.






"Apa kau serius dengan keputusanmu itu, Felix?" Woojin cukup terkejut mendengar apa yang diucapkan Felix barusan, suatu keputusan besar yang tidak pernah diduga oleh Woojin.

"Keputusanku sudah matang," ujar Felix sambil berusaha menguatkan dirinya sendiri. Felix memang sudah matang dengan keputusannya, tapi dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi member yang lain saat mendengarnya.

"Felix, ini bukan sesuatu yang main-main," Woojin kembali memperingatkan.

"Aku tidak main-main, hyung," tegas Felix.

"Lalu bagaimana dengan dirimu?"

"Dia lebih membutuhkannya"

"Lebih membutuhkan katamu?! Kau pikir ini sesuatu seperti barang!" Emosi Woojin naik ketika mendengar Felix mengatakan hal itu dengan begitu sepele, Woojin benar-benar tidak habis fikir dengan jalan pikiran Felix.

"Felix, semuanya tidak semudah itu. Kau pasti tahu resikonya sebesar apa. apalagi kalau member lain tahu."

"Aku sudah memikirkan resikonya matang-matang, dan tekadku sudah bulat," ujar Felix meyakinkan Woojin. Woojin mengusap wajahnya kasar, frustasi sekali rasanya mendengar keputusan Felix itu.

ATTENTION ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang