E P I L O G
»» Roter Faden ««
.
.
.
.
.
Badai salju malam itu begitu rumit untuk sebuah perasaan mendalam dari sang pemilik kekejian dalam kegelapan yang bahkan semua makhluk di bumi enggan tau dimana muaranya berujung.Angin berhembus dengan kencang menghantarkan buih partikel salju yang turun begitu banyak menutupi seluruh lembah, gunung, tebing, dan pohon hingga menjadi selimut putih yang begitu lembut namun dingin mematikan.
Sudut hutan utara yang berhimpitan dengan beberapa kaki gunung dan gerombolan hutan yang lebat, terdapat satu tebing yang meruncing keatas, seperti hendak menggapai langit diantara bekunya malam di musim dingin.
Kedua kaki pucat itu menampak. Melangkah meninggalkan jejak yang terstruktur diatas selimut salju yang mengerak begitu tebal.
Langkah kakinya pelan.
Ujung tebing itu ia dekati.
Angin yang begitu kencang menerbangkan helai helai rambut putihnya.Gaunnya sangat kontras mengingat sekitarnya begitu tak memiliki warna.
Seperti hanya ia saja yang telah ternoda oleh kegelapan diantara alam yang melintang disetiap musimnya.Gaun merahnya yang menjuntai menutupi tangan dan kakinya seperti selimut yang mampu menampik sekuat apapun angin bahkan badai yang melintas sekalipun.
Dagu lancipnya mendongak. Menatap bulan purnama penuh yang masih kuat menyinari dengan sinar lembutnya keseluruh penjuru alam.
Ia berdiri seorang diri. Pandangannya memandang kosong kearah bulan purnama yang memberinya sebuah ketenangan.
Kedua tangannya bergetar terangkat. Sebuah kekuatan muncul di kedua tangannya.
Mengambang di depan matanya dan berputar membentuk sebuah gelembung yang berotasi begitu cepat.
Sebuah gambaran muncul di depannya. Mencabik hati nuraninya hingga ke partikel terkecil. Kedua tangannya bergetar.
Kelopak matanya menurun, dan menyendu.
Seorang bayi tampan meringkuk dengan hangat di hadapannya, mengemut jempol kecilnya dengan kedua mata yang tertutup seperti tertidur dengan nyenyak di rahim seorang ibu yang hangat.
Kata ‘jikalau’ muncul secara acak di pikirannya yang kosong. Mata berkornea merah itu berubah dengan cepat menampilkan ceruleannya yang cantik sebelum kembali seperti semula.
ia tidak bisa menampik takdir yang telah menggaris bawahi kakinya yang membawa riwayat hidupnya dengan sebuah ketidak beruntungan yang tak berujung.
‘jikalau’ ia tidak merasakan kematian, mungkin ia akan menjalani hidup bahagianya dengan seorang putra yang selalu pulang dengan senyum lebarnya.
‘jikalau’ semuanya tak bermuara kepada kejadian yang membuatnya menuju kematian, mungkin ia masih bisa menggendong dan memberikan pelukan hangat kepada anak yang dikandungnya.
Namun apa yang terjadi kemarin, sekarang, dan esok, semua sudah rencana sang kuasa yang selalu mengatur hidup sesuai kehendaknya.
Ia dihendakkan untuk berdiri diantara kegelapan yang ditakuti seluruh makhluk. Raut wajahnya menyendu.
Dendamnya sudah terbalas seiring dengan tebasan setiap kekuatan yang ia keluarkan demi menghancurkan sosok yang paling dicintainya dan juga dibencinya.
Namun yang ia dapati kemudian adalah perasaan kosong yang begitu dalam dan luas di relung hatinya.
‘’putraku…’’
Suaranya tersengat serak kesedihan yang datang perlahan seiring dengan menghilangnya muara bola kekuatan di hadapannya dan menghilangkan kenangan yang terhapus perlahan di dalamnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/211117561-288-k629330.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Roter Faden [END]
Fantasyia adalah dendam. ia adalah dewi kematian. ia adalah sebab akhir. ia adalah sesuatu yang tidak bisa hidup ataupun mati. ia adalah sesuatu yang membuatmu bertekuk lutut. Dan berakhir tragis 🔞⛔