Voteeeeee ⭐⭐⭐
****
Malam ini terasa berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Tak ada bulan maupun bintang yang menghiasi gelapnya malam, sungguh sepi. Udara pun terasa lebih dingin dari biasanya. Tak ada suara yang lain selain suara serangga malam dan hembusan angin yang menerpa ranting-ranting pohon. Hingga membuat sebuah suara gesekan antara dua benda tersebut.
Sohyun duduk bersimpuh diatas hamparan rumput hijau lapangan didekat rumahnya. Perasaannya kacau, pikirannya kalut, dan dadanya bergemuruh sesak. Seolah tak ada udara di sekitarnya.
Matanya juga sudah memerah beberapa saat yang lalu, dibarengi dengan genangan air yang berkumpul dipelupuk mata. Dan dalam sekali kerjapan mata, maka genangan itu akan luruh membasahi pipi dan membuat cabang-cabang sungai kecil.
Loser, itulah kata yang ada dalam benak gadis itu. Untuk beberapa alasan ia sungguh membenci dirinya sendiri hari ini. Bahkan ingin rasanya ia mengubur dirinya sendiri dan menghilang dari muka bumi ini.
"Aku pecundang, sungguh aku ini pecundang. Bahkan bulan dan bintang saja tak mau berteman dengan pecundang sepertiku."
Sohyun merutuki dirinya sendiri dan mengatakan jika gadis itu adalah seorang pecundang.Saat mengatakan itu ia terlihat tengah menahan dirinya. Ia bahkan tak ingin membiarkan genangan air itu luruh dari kedua matanya.
Sekuat tenaga ia mencoba untuk menenangkan dirinya. Menghalau segala rasa sesak yang membuatnya ingin mati.
"Appa.."
Namun sekuat apapun ia, tetap saja genangan itu akhirnya luruh. Pertahanannya roboh saat ini juga saat ia menyebut seseorang yang disayanginya. Sosok pahlawan yang mampu membuatnya kuat saat ini bahkan disaat sosok itu telah meninggalkannya beberapa tahun silam.
"Apakah aku masih layak menjadi anak appa saat ini? Bahkan disaat kejadian ini terjadi?"
Hening. Tak ada jawaban. Suara kecilnya hilang terbawa angin malam. Membuat buliran bening itu lagi-lagi luruh. Ia benci, benci disaat ia terlihat lemah saat ini. Ia benci saat dimana liquid bening itu luruh dari kedua matanya.
"Appa, mianhe.."
Isakan kecil mulai terdengar dari mulutnya. Ia tak kuasa menahan dirinya. Biarlah hal yang dibencinya berkuasa atas dirinya hari ini. Biarlah liquid itu menemani malamnya. Biarlah tangisnya menghapuskan rasa sesaknya. Biarlah, biarlah.****
Sohyun terbangun dari tidurnya dengan mata sembabnya. Semalam ia benar-benar menumpahkan segala rasa yang berkecambuk dalam dirinya. Membuat dirinya hanyut dalan tangisan, dan berakhir dengan mata sembab juga lingkaran hitam yang menghiasi kedua matanya.
Ia menatap pantulan dirinya sendiri didepan cermin kamar mandi. Kacau, ia terlihat sangat kacau.
Sohyun berlalu menuju bathub yang sudah terisi air. Menenggelamkan dirinya disana dan membiarkan piyama tidur yang masih dikenakannya basah.
Sohyun tak peduli dengan semua itu. Yang jelas, ia ingin menenangkan dirinya saat ini. Ia tak peduli bahkan disaat pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Sungguh ia tak peduli.
"Sohyun kau ada didalam? Ayo kita sarapan, appamu sudah menunggu dibawah."
Suara ketukan pintu diluar sana digantikan dengan suara lembut dari wanita paruh baya yang sepertinya sudah masuk ke kamarnya dan berdiri didepan pintu kamar mandi. Karena suara itu terdengar sangat dekat.
Sohyun tak menjawab, ia tetap diam didalam genangan air itu.
****
Sohyun berjalan menuruni anak tangga dengan malas. Sejujurnya ia malas turun dan memilih menenggelamkan dirinya dibalik selimut hangatnya, namun perutnya tak bisa diajak kompromi. Ia terus bersuara dan tak membiarkan Sohyun tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay ✔
RandomEgois? Tidak, Sohyun bukannya egois, ia hanya ingin mempertahankan apa yang memang seharusnya ia pertahankan. Tak peduli itu akan menyakitinya atau tidak, ia harus tetap mempertahankannya. Bahkan karena sifat kerasnya itulah ia akhirnya harus berhad...