22. Disappear

253 65 8
                                    

Seperti biasa, budayakan Vote ⭐ sebelum membaca.

-
-
-

Hati Sohyun yang semula baik-baik saja, tiba-tiba langsung kosong. Senyuman yang tadi terukir indah kini mulai memudar saat ia sampai di depan gerbang rumahnya. Bukan, bukan karena kini ia sedang berada di 'nerakanya'. Tapi karena sebuah papan kecil yang terpasang di depan gerbang rumahnya yang membuat Sohyun tak bereaksi apapun.

Sohyun memperhatikan papan bertuliskan 'Rumah ini dijual' dengan perasaan kesal. Apa-apaan ini? Apa maksudnya semua ini? Pertanyaan itu terus berputar dikepalanya hingga kemudian pintu gerbangnya terbuka dan menampilkan beberapa orang yang keluar dari sana. Dua di antaranya Sohyun kenal, sedangkan beberapa orang lagi yang kini sudah memasuki mobilnya tak Sohyun kenali.

"Oh Sohyun, kau sudah pulang?" tanya sang Ibu dengan senyuman yang mengembang. Tapi Sohyun malah memberikan ekspresi yang 180° berbeda dengan Ibunya.

"Apa ini?" tanya Sohyun dingin. Sang Ibu yang tidak mengerti maksud dari anaknya tersebut terlihat kebingungan. Namun melihat Sohyun yang melirik pada papan di depan gerbangnya itu membuat sang Ibu akhirnya mengerti.

"Eomma menjual rumah ini?" Sohyun masih terlihat tenang, namun tangannya sudah mengepal erat disamping tubuhnya. Bahkan ponsel miliknya tak luput dari cengkraman tangan gadis itu.

"Iya. Bukankah eomma sudah mengatakan bahwa kita akan pindah?" Tanya Ibu Sohyun.

"Ya aku tahu itu. Tapi aku tidak mengatakan bahwa aku akan ikut pindah bersama kalian. Eomma pun tidak mengatakan bahwa eomma akan menjual rumah ini. Tapi apa ini? Eomma menjual rumah ini tanpa sepengetahuanku dan tanpa seizinku? Bagaimana eomma bisa melakukan ini? Rumah ini adalah satu-satunya barang peninggalan Appa, dan eomma ingin menjualnya?"
Sohyun sungguh tak habis pikir dengan jalan pikiran sang Ibu. Bagaimana mungkin rumah peninggalan sang Appa yang selama ini Sohyun jaga-walaupun kini ia sudah menamai rumah itu sebagai 'neraka'. Ia tak benar-benar ingin meninggalkan rumah ini, terlebih dengan banyaknya kenangan yang terlukis dari setiap sudut rumah itu.

"Eomma minta maaf karena eomma tidak memberitahumu tentang ini sebelumnya. Eomma hanya...."

"Hanya apa? Hanya ingin memberi tahuku bahwa eomma sudah melupakan appa? Bahwa eomma sudah tidak peduli dengan apapun yang berhubungan dengan appa. Bahwa eomma sudah melupakan appa dan melupakan segala kenangan yang pernah terjadi di rumah ini. Bahwa eomma memilih pria itu dibanding appa. Begitu?!"
Sohyun benar-benar tidak bisa mengontrol emosinya. Ia bahkan dengan lancang memotong perkataan sang Ibu.

"Bukan begitu Sohyun..." lirih sang Ibu.

"Lalu apa?!" teriak Sohyun frustasi. Sungguh kenyataan ini benar-benar menyakitinya. Bagaimana bisa Ibunya melakukan ini padanya?

"Hei dimana sopan santunmu, Sohyun? Dia eommamu. Bagaimana bisa kau berteriak didepannya seperti ini?" Ayah Jiyoung mulai angkat bicara setelah sebelumnya ia hanya diam sambil menyimak perdebatan diantara Ibu dan anak tersebut.

"Jangan ikut campur. Aku tahu ini semua juga adalah salahmu. Jika saja kau tidak datang dikehidupanku, jika saja kau tidak ada di sini, dan jika saja anakmu itu tidak ceroboh, aku tidak akan seperti ini. Appaku tidak akan mati dan keluargaku akan baik-baik saja. Tapi karena kau...."

"Sohyun cukup!" potong sang Ibu dengan genangan air mata di pelupuk matanya.

"Apa? Kenapa? Semua itu benar, eomma. Dia itu parasit, dia benalu, dan keluarganya adalah orang-orang paling brengs*k."

Stay ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang