TIGA BELAS

71 20 7
                                    

Jira akhirnya bisa bernapas lega, sekarang biaya kuliahnya sudah di bayar. Hutang-hutang mendiang ibunya juga sudah sehingga Jira tak perlu lagi takut menjadi istri si tua bangka tuan Jang itu. Bahkan, biaya rumah sakit pun sudah beres.

Tidak pernah Jira merasa se lepas ini. Seakan-akan semua beban di pundaknya sudah di musnahkan.

Jika mengingat akan kondisi hidup yang lebih baik ini, Jira langsung teringat pada pria itu. Dia sudah sangat membantunya.

Sembari mengunyah irisan roti selai, bekal yang ia bawa itu, Jira mulai bergumam."Dia sedang apa ya?"

Sedetik kemudian, gadis berhoodie kuning itu langsung menggelengkan kepalanya. Buru-buru menyadarkan diri sendiri.

Jira merasa takut saja, setiap hari Jira selalu secara tiba-tiba teringat pria Kim itu dan memikirkan dia. Seperti, apakah sudah pulang kerja, apakah Tan dan Jungkook bertengkar hingga membuat dia lelah, apakah Tan tidak merindukannya, dan masih banyak lagi.

Ini sudah lima hari semenjak Jira datang waktu itu.

Dan selama lima hari itu, Jira sering berharap ada denting notif pesan dari Taehyung. Mereka sudah bertukar nomor–baiklah Jira yang meminta untuk mereka saling bertukar nomor.

Jira jadi khawatir. Bagaimana jika dia?

"Tidak!"

Spontan teriakan Jira itu sukses mengambil atensi mahasiswa lain yang sedang ada di perpustakaan ini.

"Tidak. Mana mungkin aku suk–"

"Ji!"

Jira mencegah kalimat terakhirnya untuk keluar kala suara Sua menggelegar se penjuru perpustakaan menyuarakan namanya.

"Sua! aku ini tidak tuli jadi tidak usah berteriak sekeras itu." omel Jira sembari melihat sekelilingnya dan tersenyum kikuk. Kan orang-orang itu mulai melirik tak suka lagi.

"Aku tidak peduli," balas Sua santai."Kau sedang mengerjakan tugas?" tanyanya kemudian.

Jira hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban lalu kembali menyantai roti selainya.

"Aku banyak sekali tugas, jadi pusing." eluh Sua.

"Menikah saja sana jika tidak mau diberatkan dengan tugas," balasan Jira itu membuat Sua menjitak kepalanya sangat keras.

"Gadis sinting apa yang kau lakukan, sakit!"

Sua hanya menjulurkan lidahnya.

"Omong-omong, dia kan sudah menepati janjinya. Kau dan dia tidak bertambah dekat Ji?"

Jira hanya mengangkat bahunya. Tidak tahu juga harus menjawab apa.

"Harusnya sih bertambah dekat. Apalagi katamu anaknya sangat menyukaimu," ucap Sua lagi.

"Sudahlah, dia orang yang sibuk. Tidak ada waktu untuk memikirkan hal seperti itu, lagi pulang aku tidak berharap lebih untuk semua itu. Aku sadar diri,"

Jira berdoa agar kalimat yang terlontar di mulutnya ini bukan hanya sebagai kalimat belaka. Ia benar-benar berharap bahwa dirinya ini tidak menginginkan yang lebih.

"Baiklah,"

Ketika Jira akan menaruh kotak makannya ke dalam tas, bunyi notifikasi membuatnya urung melakukan aktivitas sebelumnya dan mulai mengecek pesan dari siapa itu.

Setelah membaca nama yang tertera di layar pipih itu, ingin rasanya Jira melakukan kayang saking senangnya.

Sua yang melihat sahabatnya itu tersenyum-senyum tidak jelas jadi menyenggol lengan Jira.

CageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang