DUA PULUH SATU

61 16 5
                                    

Jangan mencintainya. Jangan mencintainya. Jangan mencintainya. Berhenti. Sudah. Cukup. Lupakan.

Setidaknya kata-kata itu yang selalu tertanam di setiap sekrup otak Kim Taehyung saat dirinya mulai sadar sudah melewati batas. Itu salah. Dan Taehyung tidak akan mau menyusuri perasaannya lebih jauh lagi.

Tidak.

Taehyung tidak mau jatuh pada gadis itu. Jangan.

Namun, mungkin sudah terlalu terlambat untuk menyadari akan perasaannya hingga ketika mengambil langkah mundur terasa sangat menyusahkan. Hidup Taehyung jadi kembali merasa redup bahkan lebih—karna sebelumnya sudah ada sosok Jira yang memberi warna. Tapi sudah, Jira tidak boleh masuk di hidupnya terlalu lama.

Hari-harinya masih normal. Dirinya tetap mengurus putra kecil jagoannya setiap hari, menemani bermain, belajar, bahkan tidur. Tan tidak kehilangan ayah hebatnya. Taehyung juga masih menjalani pekerjaan kantor dengan lancar, bahkan sekarang terlibat kerja sama besar. Jadi bersyukur dia memiliki kesibukan yang lebih jadi tidak terlalu larut pada rasa rindu.

Oke, Taehyung disaat lenggang seperti ini pria Kim itu memang sudah hapal akan isi otaknya. Diam memandang kaca besar di ruangannya yang menampilkan pemandangan kota Seoul yang semakin padat, lalu mulai memikirkan dia.

Min Jira.

Merindu senyum juwitanya. Ingin melihat tatapan kesal juga mendengar decakan sebal gadis itu. Gemas juga manis secara bersamaan. Candu sekali.

Taehyung sebetulnya tidak pernah merasakan yang namanya patah hati. Sungguh. Karna selama dia berpijak di dunia, dia hanya pernah mencintai istrinya yang sudah berpulang—Jeon Anna. Hanya Anna. Dan beruntung, Anna-nya menerima cintanya lalu mereka menikah. Taehyung merasa sedih akan sebuah cinta hanya ketika Anna nya di panggil Tuhan. Selebihnya, Taehyung tidak pernah merasakan yang lain. Seperti, merana karna rasa yang terbalas atau gelisah juga hancur sebab meninggalkan seseorang.

Karna Taehyung tidak pernah meninggalkan, melainkan ditinggalkan.

Tapi kini, dia merasakannya. Patah hati memang sangat menyakitkan. Taehyung dibuat gusar juga kesal dan rasa sebagainya karena rasanya untuk Jira tertahan bahkan dia masih ingat, kala gadis itu berujar semuanya hanya karna Tan. Dirinya tidak termasuk ke dalam alasan Jira.

Taehyung merasakan semua itu sendiri.

Patah hati yang double kill.

"Mau melamun sampai ada hantu yang merasukimu Hyung?"

Taehyung harus tersentak kala suara sang adik ipar kurang ajarnya terdengar tiba-tiba. Bahkan bocah Jeon itu sudah duduk bersila di sofa dengan susu kotak di tangannya.

"Yak kau hantunya. Tiba-tiba muncul," balas Taehyung kesal sembari menghampiri Jungkook.

Lelaki itu sepertinya baru pulang dari kampus terlihat dari pakaiannya, memakai kaus putih dan celana jeans sobek-sobek juga ransel yang sudah tergeletak di atas meja.

"Sudah hampir sepekan aku melihat pemandangan seperti tadi setiap mampir ke kantor mu di jam begini, kau ada masalah hyung?"

Taehyung heran, Jungkook itu sudah besar tapi kenapa masih menggemaskan. Lihat, dia bicara dengan masih membiarkan sedotan susu pisangnya di mulut. Lalu mengigitinya. Kebiasaan Jungkook yang tidak Taehyung suka namun ya sudah. Kata kelinci itu—Suka-suka, tidak suka ya tidak peduli.

"Ya, sedikit." merasa gerah, Taehyung melonggarkan dasinya.

"Pasti Jira noona, jika kau memang suka dan mau bersamanya lanjutkan saja hubungannya hyung. Kau menyiksa diri sendiri,"

CageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang