DELAPAN BELAS

62 17 10
                                    

Jika ditanya apa yang paling dibenci seorang Kim Taehyung, maka kata pergi dan rasa kehilangan menjadi sebuah jawaban telak. Taehyung benci ditinggal pergi dan dia pun benci digerogoti rasa kehilangan sampai ingin ikut pergi rasanya.

Meski Taehyung tahu.

Di kehidupan ini, memang kata datang dan pergi seperti sebuah hal yang pasti dan akan terjadi. Taehyung tak menampik kendati hati nya sampai sekarang masih merasa diremas lalu umpatan ia perutukan untuk sang takdir.

Mengapa harus secepat itu? mengapa harus istrinya yang pergi dahulu? mengapa harus di waktu yang bahagia? mengapa harus dengan cara mengenaskan?

Taehyung lelah meratapi semuanya. Kata ikhlas seperti sebuah formalitas demi menutupi kepingan hatinya yang hancur. Cintanya untuk Anna bukan hanya bualan semata. Anna pertama untuknya dan ia kira juga terakhir–sebelum gadis itu datang.

Pria itu menghembuskan napasnya, mulai bangkit dan mendekati bingkai foto sang istri yang sedari tadi di pandangnya. Mulai menyentuh dan mengusap tepat di wajah. Bingkai itu cukup besar, dipajang tepat di dinding kamar depan ranjang. Niatnya agar kala Taehyung merindu dekapan Anna, tidur dengan menghadap potret sang istri mampu membantu.

Tersenyum kecil dengan sesak sebagai teman.

"Anna, apa yang terjadi padaku?" lirih bariton Taehyung terdengar.

Masih mengusap dengan sayang foto istrinya. Menggunakan gaun biru terang tersenyum lebar diantara angin yang membuat surainya ikut berterbangan dengan cantik. Taehyung yang mengambil gambarnya.

Pria itu suka dunia fotografi, suka memotret hal yang menurutnya indah. Anna contohnya.

"Aku tidak paham akan semua ini. Mengapa aku terus memikirkan dia, padahal setiap malam aku pun masih merindukanmu."

"Kau pasti mendengarku kan Na? setidaknya bantu aku menjawab semuanya–" Taehyung menjeda, menetralkan air asin yang mungkin akan jatuh."dalam mimpi,"

Ini semua membingungkan. Sangat.

Taehyung tidak mengerti dirinya sendiri dia tidak paham apa yang sedang terjadi pada hatinya, pada pikirannya. Min Jira telah mengusik salah satu ruang di hatinya.

Min Jira terlalu mengambil atensinya.

Namun, dikala ia kembali pada malam yang sepi. Nama Jeon Anna selalu menjadi yang utama. Jadi, apakah Taehyung sekarang–mencintai dua wanita?

Astaga yang benar saja.

"Mana mungkin aku, aku ragu Na."

"Apakah aku benar-benar jatuh padanya?"

...........

"Pokoknya Tan tidak akan mau makan jika Peli Jia tidak datang belmain hali ini,"

Tolong Taehyung sekarang.

"Tan, bukankah Peri Jira baru menginap dua hari yang lalu?" Taehyung berusaha memberi pengertian.

"Peri Jira kan juga punya kesibukan, jadi Tan jangan seperti ini ya jagoan?" lanjutnya dengan harap putranya akan mengerti.

"Tidak! hanya sebentar Appa, masa tidak bisa. Tan lindu peli Jia, Tan ing–"

"Cukup Tan! berhenti merengek bertemu dia. Berhenti seperti bergantung padanya, dia bukan siapa-siapa. Apalagi kau sampai memanggilnya eomma. Cukup!"

Jungkook yang sedari tadi hanya memperhatikan pun tergelak. Ini kali pertama dia melihat kakak iparnya itu marah pada putranya. Membentak seperti tadi bukan cara Taehyung sekali.

Bisa dilihat Tan mulai mengisi kedua netranya dengan air. Sebentar lagi, ruang bermain ini akan penuh dengan suara isak tangis bocah itu.

"Menangis lah. Appa tidak perduli,"

CageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang