"Jum?"Adel menaikkan medua alis kagum melihat Jumardi tampak sangat menawan dibalut jas formal kontras sekali dengan jaket hijau yang selama sering ia gunakan. Malam ini pria itu tampak sangat menawan dengan dibalutkan jas berwarna navy blue dan kemeja putih. Rambut pria itu dipotong spike rapi semakin menonjolkan ketampanannya.
"Kamu--" Pria-yang dipanggil Jumardi- itu masih terpana mengamati wajah gadis dihadapannya, "Beneran Adel yang saya kenal?"
"Apasih?" Adel berdecak kesal tersinggung, "Kenapa? Gue beda banget sampe lo nggak kenal?"
"Bukan, saya cuma takut salah panggil orang. Tapi, setelah lihat kamu garang gini. Saya jadi yakin nggak salah panggil," Ucapnya seraya tertawa.
"Sementang udah sukses sekarang ngatain gue garang," Adel mencibir, "Dulu aja puji-puji gue setinggi langit, bilang baiklah, kuatlah, cantiklah, man--"
"Kamu cantik."
Ucapan Adel terhenti kaget melihat pria dihadapannya menatap lekat dengan pandangan terkunci.
"Dulu, sekarang, atau besok," Pria itu tersenyum menatap dalam Adel, "Di mata saya kamu selalu cantik."
Tanpa sadar Adel mencengkeram erat clutch bag-nya beharap benda itu mampu membuatnya tetap tegak berdiri. Tatapan dalam pria dihadapannya itu mampu membuat tubuh Adel tiba-tiba melemas. Sudah lama sekali Adel tidak mendengar gombalan darinya, padahal dulu gadis itu sangat kuat dan tidak terhipnotis sama sekali. Mengapa sekarang ia jadi begitu lemah?
Adel berdeham menguasai diri, "Perusahaan tempat lo kerja juga diundang?"
"Hmm?" Pria itu mengerjapkan mata agak tersentak mendengar pertanyaan itu. Ia berdeham sejenak, "Ah, iya. Saya--"
"Adel?"
Panggilan itu membuat Adel berdiri menegak. Gadis itu hampir saja lupa jika kehadirannya di acara ini tidak sendirian. Adel mengalihkan pandangannya pada mantan ojek onlinenya sebelum kembali menoleh ke arah Dimas yang suara langkah kakinya terdengar semakin dekat. Entah mengapa gadis itu jadi panik sendirian. Adel tidak ingin ada kesalah pahaman antara dirinya dan pria yang kini ikut menoleh penasaran menunggu pemilik suara yang sempat memanggilnya tadi.
"Gue duluan," pamit Adel.
Adel baru saja hendak membalikkan tubuh dan menyusul Dimas, tetapi baru saja ia berbalik sosok Dimas sudah berdiri tak jauh dari posisinya.
"Adel," Dimas melirik sekilas pria berjas navy blue itu lalu kembali fokus menatap Adel, "Sudah?"
"Sudah?" Adel mengerjap-ngerjap bingung.
Dimas mendengus geli, "Sudah ke toiletnya?"
"Oh.." Adel meringis kecil malu, "Sudah."
"Saya khawatir kamu lama banget di kamar mandi. Ternyata lagi seru ngobrol di sini," Sindir Dimas membuat Adel meringis kecil, merasa tak enak.
"Sorry, tadi tiba-tiba ketemu temen lama jadi kelupaan. Oh iya, Mas, kenalin dia Jumardi. Jum, kenalin dia Dim--"
Adel sempat tersentak kaget melihat perubahan raut wajah pria yang beberapa menit lalu masih tertawa bersamanya. Meskipun hanya sesaat, Adel sempat melihat pria itu memberi Dimas tatapan dingin yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.
Tanpa menunggu Adel melanjutkan ucapannya, Dimas telah lebih melangkah maju dan mengulurkan tangan kanannya.
"Dimas," ucap Dimas tenang, walau berikutnya menaikkan sebelah alis dengan bibir tersenyum miring, "Jumardi?"
Sesaat tidak ada percakapan di antara kedua pria itu. Dimas masih mengulurkan tangan menggantung sementara lawan bicaranya tak menggubrisnya sama sekali. Pria berjas navi blue itu hanya diam menatap tajam tak bergeming sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sesuai Titik, Ya?
Romance[PROSES PENERBITAN] "Setahu gue ada banyak banget abang ojek online di Indonesia. Kenapa selalu lo yang muncul? Sebenernya lo siapa?" "Jodohnya Mbak Adel, hehe.." *** Bagaimana jika kamu tidak sengaja memesan ojek online dan mendapatkan driver yang...