BAGIAN 5

7.8K 699 38
                                    


Karena di sini kebanyakan wisata pantai. Aku dan Naren hanya mengunjungi beberapa tempat saja. Kami menuju ke aquarium raksasa di Ocean Kura-Kura Park yang terdapat berbagai macam kura-kura dan penyu. Lalu lanjut menuju ke museum Kartini.

Sebenarnya aku tidak terlalu bersemangat. Tapi Naren terus saja menarik tanganku kesana kemari mengabadikan segala yang menurutnya menarik dengan kamera leica kebanggaannya. Seharian kami mengelilingi kota Jepara dan tidak lupa membeli berbagai macam oleh-oleh yang akan kami bawa pulang ke Jakarta.
Kami kembali ke cottage menjelang sore.

Angin laut berhembus pelan menerpa wajahku. Hanya ada beberapa orang di pantai resort. Karena memang pantai ini tidak dibuka untuk umum jadi kesan sepi dan syahdunya sangat kentara sekali. Aku bisa menikmati senja dengan tenang. Hanya suara deburan ombak sebagai musik alam yang memecah kesunyian.
Aku memejamkan mata,  menarik napas perlahan dan menghembuskannya. Berusaha menikmati sore terakhir di sini. Karena besok pagi aku akan kembali ke Jakarta.

Bola merah di ufuk barat perlahan turun ke peraduan. Dari dulu aku memang sudah jatuh cinta dengan senja. Saat masih sekolah menengah atas, tak jarang aku pulang ditemani senja karena menghabiskan sisa hari dengan ekstrakurikuler yang aku sukai, wall climbing. Dan bahkan ini berlanjut sampai menginjakkan kaki di bangku kuliah. Senja di ujung kota ataupun di garis cakrawala laut bagiku sama-sama indah.

"Kamu nggak kedinginan?"

Aku menoleh mendapati suara Naren. Hah, merusak suasana saja.

"Aku cari kemana-mana ternyata di sini. Melihat sunset nggak ngajak-ngajak," ujarnya lagi mengambil tempat di sebelahku.

"Aku pikir kamu capek habis jalan seharian."

"Nggak sih,  kan jalannya bareng kamu."

Aku memutar bola mataku. Bicaralah sesuka hatimu selagi bisa. Karena saat aku sudah tidak ingin melanjutkan permainan ini, jangan harap aku bisa membiarkanmu berkata manis lagi di depanku.

Harusnya aku tak boleh memikirkan hal itu di saat seperti ini. Naren benar-benar merusak segalanya. Seandainya saja kejadian di Karimunjawa tidak aku lihat,  mungkin aku bisa menikmati liburan ini. Naren memang hanya membuat satu kesalahan. Tapi bagiku itu sangat fatal. Kepercayaanku padanya nyaris tak tersisa.

Aku menoleh menatap wajahnya yang kini hanya bisa aku lihat siluetnya saja. Sial. Bahkan hanya siluetnya dia masih terlihat sangat tampan. Kenapa Tuhan mengirimkan mahluk sempurna sepertinya padaku jika akhirnya hanya membuatku kecewa?

Aku bukan tak tahu saat Naren menggenggam tanganku erat. Gestur yang sudah tak asing lagi bagiku setelah menjalin hubungan dengannya. Awalnya aku sangat risih dengan perlakuannya, apalagi Naren adalah tipe laki-laki yang tidak segan memamerkan perhatiannya di depan umum. Tapi berjalannya waktu, aku sudah terbiasa dengan itu semua. Menggenggam tangan, mengusap rambut atau mengecup kepala sudah menjadi rutinitas Naren setiap kali aku bersamanya. Hangat dan manis. Lalu bisakah aku melalui hari tanpa perlakuan manis Naren?

Hah! Tentu saja bisa. Apa susahnya? Bahkan selain bersikap manis, dia juga bisa bersikap sangat menyebalkan. Sangkin menyebalkannya, kadang aku sampai tidak tahan dengan keberadaan laki-laki itu.
Aku menyentak dengan keras tanganku hingga terlepas dari genggaman Naren. Laki-laki itu terkejut. Aku hendak melangkah pergi saat lenganku berhasil dia tarik lantas kemudian tubuhku dia peluk begitu erat.

"Tolong maafkan aku, aku nggak tau salahku apa. Tapi tolong maafkan aku. Tolong jangan berpikiran untuk meninggalkan aku. Please."

Deg!

Dia tahu apa yang aku pikirkan? Aku sudah berusaha untuk bersikap biasa saja. Tapi Naren seperti bisa membaca hal yang ada dalam otakku.

"Kanya please, don't go anywhere,  stay with me." Dia ... memohon. 

Prince Charming Vs Gula Jawa ( TAMAT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang