BAGIAN 35

7.2K 586 31
                                    

Tiga bulan kemudian.

Suara gaduh dan riuh terdengar dari kamarku. Sejak semalam tidak ada hentinya,  terlebih pagi ini. Semua sibuk dengan persiapan masing-masing. Aku sendiri masih duduk di depan cermin, seorang MUA yang Naren datangkan sudah dari satu jam lalu mendandaniku.

Aku mengenakan kebaya putih dengan bordir mawar, bagian kerah agak sedikit rendah dengan kancing yang memanjang di bagian punggung. Ada mutiara dan swaroski yang tersulam cantik di bagian dada. Aku tidak tahu apakah aku cocok memakai kebaya ini. Dari dulu aku tidak percaya diri memakai baju atau kain berwarna putih.

Tapi menurut periasku, aku cocok mengenakannya. Pas dibadanku. Rambutku disanggul dengan hiasan bunga mawar merah . Untuk acara sakral dibuat sesederhana mungkin. Ayah meminta agar acara akad nikah dilangsungkan di rumah saja.

Awalnya Om Damian menolak, dia meminta agar semua prosesi pernikahan  dilangsungkan di salah satu ballroom hotelnya. Tapi tentu saja Naren menengahi perbedaan pendapat itu.

Mama membawaku ke ruang tengah. Di sana sudah ada tante-tanteku. Mereka dengan hikmat menunggu prosesi ijab qabul yang diadakan di halaman rumah. Tenda pengantin dan pernak-pernik pernikahan menghias hampir seluruh rumah kami. Keluarga besar Naren  juga sudah hadir. Semua sudah siap di tempat yang disediakan. Rencananya setelah acara di rumah kami selesai, kami akan langsung menuju tempat resepsi di ballroom hotel.

Aku hampir tidak menyangka akan  sampai pada titik ini. Di mana aku akan menjadi milik Naren seutuhnya. Cinta yang pernah aku tolak mati-matian tapi juga bisa membuatku seolah mati jika aku masih bersikukuh mengabaikan.

Suara lantang Ayah dan disusul jawaban dari Naren bisa aku dengar dari sini. Tanganku bergerak gelisah memilin ujung baju kebaya yang kukenakan. Tidak aku sangkal, dari mulai bangun tidur dadaku terus berdebar, terlebih saat ini. Ini lebih menegangkan dari pada turun dari tebing dengan ketinggian 3000 mdpl menggunakan tali. Ah, aku terlalu berlebihan.

"Kanya, kamu baik-baik aja, Nak?" Mama di sampingku bertanya. Sejak tadi tangannya terus memeluk erat pundakku.

"Kanya, nggak pa-pa, Ma."

Mama tersenyum. Lantas meremas pelan lenganku. "Kamu deg-degan yah?"

Aku hanya mengangguk. Dan menit berikutnya, aku mendengar satu kata legalitas kepemilikan yang Naren tunggu berkumandang.

"Sah!"

Ucapan syukur bertubi-tubi kini bersahutan. Mama memelukku sangat erat. "Selamat ya, Nak. Putri Mama sekarang sudah menjadi seorang istri. Bertindak dan berperilakulah yang baik sebagai istri. Selalu tersenyum pada suamimu, menurut apa katanya selagi itu masih dalam kebaikan. Mama hanya bisa berdoa semoga kalian selalu bahagia."

"Terima kasih, Ma." Aku membalas pelukan hangat Mama. Untuk keharuan ini ada air mata yang sulit aku bendung lagi. Bahagia dan sedih bersatu padu dalam hatiku.
"Tapi aku akan tetap jadi anakmu kan, Ma?" tanyaku.

Mama melepas pelukannya, menyentil dahiku dan membuatku terpekik pelan.  "Sampe mati pun kamu tetap jadi anak Mama. Ngelantur aja kalo ngomong. Udah jangan nangis lagi, bedakmu ntar luntur. Naren di depan udah nungguin kamu loh."

"Ma...." Aku masih tidak mau melepas pelukannya.

"Kanya, ingat pesan Mama yah. Jangan jutek-jutek sama suamimu. Kasian dia."

"Ih, Mama."

Mama terkekeh. Lalu dia menuntunku ke depan untuk bertemu mempelai pria, Naren.

Aku menunduk malu saat keluar dari pintu rumah. Entah kenapa jarak yang dekat terasa begitu jauh. Wajah Naren bisa kulihat dengan jelas, senyumnya terus mengembang menghiasi parasnya. Untuk beberapa alasan aku akui wajahnya terlihat lebih tampan dan bersinar.

Prince Charming Vs Gula Jawa ( TAMAT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang