BAGIAN 28

6.4K 574 44
                                    

Jika sebuah perasaan bisa diibaratkan dengan sinar. Maka di antara sinar itu, perasaanku lah yang paling redup.

--Kanya--

Tubuhku menegang. Baru aku rileks sedikit beberapa menit lalu. Sekarang, melihatnya di sini, membuat suasana hatiku kembali tak nyaman.

Aku membuang muka saat tatapan kami bertemu. Tidak, sejak kapan dia berdiri di sana? Jika saja aku tidak terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri, mungkin begitu menginjak restoran ini aku sudah menyadari kehadirannya. Sekarang sudah terlambat. Kue dah teh hangatku saja sudah tinggal separuhnya.

Sepertinya dia memang sudah lama berdiri di sana. Aku meletakkan cangkirku ke meja, berniat untuk kabur dari tempat ini. Harusnya Kenan bisa menyelamatkanku dari situasi seperti ini. Mengingat Naren ternyata juga berada di tempat yang sama denganku, kemungkinan aku bisa bertemu dengannya kembali jadi lebih besar. Padahal aku sendiri sedang menghindarinya.

Setelah membuatnya kecewa dan mungkin juga terluka tadi pagi itu, aku tidak sanggup kalau harus berhadapan lagi dengannya dalam jeda sesingkat ini.

Kudorong kursi ke belakang dan berdiri lalu segera beranjak. Aku mengambil langkah selebar mungkin, dan bernapas lega saat mendapati salah satu pintu lift langsung terbuka.

Namun ternyata, kelegaan itu tidak berlangsung lama, saat sebuah tangan mencekal lenganku. Aku tidak sempat berontak saat tangan itu lantas merengkuhku dan membawaku terus masuk ke dalam lift. Mataku membulat begitu pintu besi itu nenutup sempurna, membawaku dan dia yang bisa aku lihat pantulannya di dinding besi mengkilat ini.

Kedua tangannya masih merengkuhku erat, membuat degub jantungku bertalu tanpa ragu.

"Naren, lepas," desisku saat kesadaranku segera menyeret kewarasanku. Dan pelukannya pun terlepas. Harusnya aku lega, tapi hatiku yang lain merasa kehilangan. Berengsek memang.

Entah di lantai berapa pintu lift kembali terbuka. Namun, orang-orang yang menunggu di luar urung masuk hingga pintu kembali menutup. Apa-apaan ini?  Aku segera menoleh ke arah Naren yang berada sedikit di belakangku. Sorot matanya sekilas terlihat dingin, namun segera berubah sendu saat aku menatapnya.

Ini tak baik untuk kesehatan jantungku. Aku berharap Kenan sudah ada di kamar hotel. Hari ini juga aku akan memintanya check out dari hotel. Sampai di lantai tujuh, aku bergegas beranjak menuju kamar. Bukannya aku tidak tahu Naren terus mengikutiku, aku hanya berusaha tidak peduli. Biarlah Kenan nanti yang akan membuatnya pergi.

Aku menempelkan card key pada sensor hingga pintu kamar berhasil kubuka. Dan baru akan menutupnya  saat Naren tiba-tiba menerobos masuk ke dalam.

"Hey! Kamu mau apa?" tanyaku panik. Tanpa aku duga, dia menarik tanganku dan menyeretnya setelah sebelumnya membanting pintu dengan keras.

Bola mataku mengedar, berharap menemukan Kenan. Sebenarnya dia kemana?

"Naren, berhenti!"

Dia tidak mau peduli dengan teriakanku. Dia terus membawaku menaiki lantai atas, letak kamarku berada. Setelah sampai, baru dia melepas tanganku.

"Kenapa kamu terus-terusan menghindari aku? Apa yang membuatku layak untuk kamu tinggalkan seperti ini, Kanya? Kamu menghilang setelah sebelumnya kita baik-baik aja. Aku juga manusia biasa Kanya, yang bisa sakit hati dan merasa lelah dengan semuanya. Apa susahnya bicara, Kanya? Nggak harus dengan cara kamu kabur dan membuatku hampir gila kayak gini."

Aku menelan ludah kepayahan. Raut kecewa bercampur dengan amarah terlihat jelas di wajah Naren. Harusnya aku senang, mungkin sekarang aku sukses membuatnya membenciku.

Prince Charming Vs Gula Jawa ( TAMAT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang