Berpuluh pasang kaki mengisi lorong sekolah yang sedang ramai-ramainya. Beberapa pasang mata, menatap satu titik secara bersamaan.Freya dengan tatapan tajamnya, menusuk siapa saja yang menatapnya dengan raut tak suka. Membuat orang tersebut langsung bergidik ngeri.
Tidak. Bukan Freya lah yang menjadi sorotan kali ini. Tetapi, seorang cowok yang ada di belakangnya. Persis seperti seekor anak ayam yang mengikuti induknya.
Ada yang berbisik-bisik, ada juga yang menatap dengan binar bahagia.
"Kok berani sih tuh cowok dekat sama Freya?"
"Eh, itu anak baru ya? Ganteng coy!"
"Jangan sama Freya, sama gue aja. Freya galak, nanti muka tampan lo bonyok!"
Perkataan terakhir mampu mencuri perhatian Kenan. Yap, orang yang sedang berjalan di belakang Freya adalah Kenan.
Bertemu dengan Freya di gerbang sekolah merupakan keberuntungan tersendiri bagi Kenan. Selain ia anak baru yang tak tau tata letak sekolah, ia juga baru saja memijakkan kaki di kota ini dua hari yang lalu. Jadi, sudah dipastikan ia tak mengenal siapa-siapa.
Tapi, mendengar bisikan-bisikan yang terdengar samar-samar di telinga Kenan, membuat ia mengernyit heran. Kalau masalah galak, ia akui Freya memang cewek galak. Tapi, kalau sampai bonyok enggak mungkin.
Kenan menggeleng keras kepalanya, ia buang segala pikiran negatif yang menghinggap di sana.
Melihat langkah Freya yang lebih cepat dari yang tadi, membuat tangan Kenan bergerak menariknya. Tapi, saat itu juga langsung ditepis oleh Freya.
"Apa sih?!" ketus Freya menatap Kenan dengan tajam.
Sesaat Kenan bergidik ngeri. "Lo beneran gak mau nolong gue? Ruang kepala sekolah? Kelas XI IPA 2? Gak mau nunjukin di mana?"
"Gak," jawab Freya cepat. Kemudian ia langsung pergi, meninggalkan Kenan dengan wajah kesal. Tapi, Freya merasa ada yang ganjal. Tunggu dulu, XI IPA 2? Bukankah itu kelasnya?
Shit! umpat Freya dalam hati.
Dengan langkah lebar, Freya cepat-cepat menuju kelasnya. Di sepanjang jalan ia terus merapalkan kata sabar. Apalagi masih pagi begini sudah dihadapkan dengan makhluk yang tak ia suka.
Kenan? Bukan. Tetapi, laki-laki. Iya, Freya sangat malas berurusan dengan makhluk berjenis kelamin laki-laki. Bukan perihal rasa yang pernah patah seperti para remaja, tapi tentang mental yang terdapat trauma.
***
Suara sahut-sahutan para siswa di berbagai titik menjadi ciri khas tempat ini. Tempat di mana para murid menghabiskan uangnya dengan memberi makan cacing-cacing mereka yang meronta-ronta.
Tepat di samping tiang penyangga, terdapat sepasang remaja yang tengah menyantap makanannya. Dengan si perempuan berekspresi begitu senang, dan si laki-laki yang tampak biasa saja.
Kenan yang notabennya murid baru, kini sudah berhasil membuat kaum hawa terpincut olehnya.
"Kenan, makasih ya traktirannya," ucap Bella dengan senang sambil menatap malu-malu.
Bukan tanpa alasan Kenan mentraktir Bella makan. Tapi karena Bella yang berbaik hati telah menunjukkan Kenan di mana ruang kepala sekolah dan kelas barunya. Di satu sisi Kenan merasa senang, tapi di sisi lain ia merasa risih.
Bukan risih karena Bella meminta traktiran atas pertolongan tadi, melainkan Bella yang memiliki permintaan lain, yakni mengantarkannya pulang nanti. Dapat dilihat dengan jelas bahwa Bella sedang mendekati Kenan.
"Sama-sama, Bel." Kenan mengedarkan pandangannya ke segala arah, ia sudah tak tertarik lagi dengan makanan yang ada di depan mata. Matanya pun menangkap sosok yang beberapa jam lalu menatap dirinya biasa seperti tak kenal sebelumnya. Di saat yang lain tampak menyambut gembira kedatangannya, lain halnya dengan sosok yang satu ini. Di saat perkenalan tadi bahkan ia tak menatap barang sedetik wajah Kenan.
"Lo kenal Freya, ya?" Setelah dari tadi Bella memperhatikan Kenan yang tengah serius menatap Freya, kini ia bertanya penuh selidik.
"Enggak," jawab Kenan cepat. "Kenapa emang?" tanya Kenan balik.
"Kalo belum kenal, jangan sampai kenal, apalagi dekat. Jangan pokoknya!" ucap Bella begitu bersemangat.
Hal ini pun membuat kernyitan di dahi Kenan tercetak dalam. Ia begitu heran, tadi ketika di koridor ada banyak orang yang menatap Freya tak suka. Ia kira itu hanya perasaanya saja, tetapi setelah melihat Bella yang sekarang mencoba memprovokasi Kenan, membuat Kenan sedikit yakin.
"Kenapa?"
"Dia tuh cewek, tapi macam bukan cewek. Senyum gak pernah, mukanya ditekuk mulu, terus gayanya acak-acakan. Matanya tajam banget, gue aja gak berani liat. Terus lo tau? Dia tuh kasar, katanya sih pernah mukul orang sampai koma. Mulutnya juga tajam banget kalo ngomong," jelas Bella sampai bergidik sendiri.
"Tapi, banyak juga sih cowok-cowok yang berusaha dekatin dia. Ya, tapi siap-siap aja dikasih pisau belati yang nancep di hati. Sakit cuy!" sambung Bella seakan-akan tau apa yang dirasakan para cowok yang selama ini mencoba mendekati Freya.
Kenan terdiam dan bingung hendak merespon seperti apa. Karena ia sedikit tak percaya. Bukankah kemarin ia baru saja melihat senyum Freya, tatapan sendunya, binar bahagia saat di depan canvas polos tanpa warna? Ia bimbang, kenapa yang dilihatnya kemarin sangat bertolak belakang dengan apa yang dikatakan Bella sekarang?
"Thanks infonya, tapi kalau sama teman sebangkunya, Elen–"
"Nah itu! Lingkup pertemanannya kecil banget. Gue juga heran sama Elena, kenapa mau jadi teman dekat si Freya coba. Padahal dulu waktu kelas 10, Elena pernah ada masalah sama Freya," potong Bella. Entah kenapa ia begitu bersemangat jika membahas Freya yang dirasa tak memiliki keramahan barang sedikit.
Kenan manggut-manggut mengerti. Kenan juga sempat menangkap ekspresi Freya yang begitu terkesan biasa, tak seperti kebanyakan sahabat yang selalu tertawa bersama.
Sekali lagi, Kenan melihat Freya yang tengah makan. Kali ini mata mereka bertubrukan, selang beberapa detik Freya memutuskan kontak mata tersebut.
"Duh Frey! Dia ngeliat ke sini tuh!" heboh Elena. Jarak tempat duduk mereka dengan Kenan yang terbilang dekat, sangat memudahkan Elena memperhatikannya.
"Enggak, perasaan lo aja kali."
"Enak banget si Bella bisa makan bareng sama Kenan! Aaaa gue iri Frey!" ucap Elena dengan wajah sebalnya. Jujur ia iri dengen keberanian Bella.
"Ya udah sana, makan sama Kenan!" ketus Freya.
"Kalo gue berani ya mau aja kali. Masalahnya gue gak seberani Bella!" Dengan penuh kekesalan Elena memukul-mukul mejanya membuat kebisingan bertambah.
"Apaan sih, alay!"
"Gini nih, gak pernah ngerasain jatuh cinta. Lo harus ngerasain. Seru tau Frey! Jantung lo nanti dag-dig-dug," kata Elena disusul dengan tawa.
"Pernah kok," sahut Freya.
Elena membulatkan matanya tak percaya. "Serius lo? Siapa-siapa?"
"Lupa. Waktu SD sih. Tapi, karena pas gue ajak adu panco dia kalah, gak jadi deh."
Mulut Elena menganga lebar, ia melongo mendengar penuturan temannya ini. "Ampun gue liat lo. Percuma cantik kalo gak dimanfaatin untuk dapetin cogan. Percuma cantik kalo gak pernah dirawat." Jarak antara mereka yang terbilang dekat, membuat Elena mudah menjangkau Freya. Tangan Elena bergerak merapikan anak rambut Freya yang keluar.
Dengan refleks, si empunya rambut menepis tangan yang hinggap di kepalanya.
"Percuma cantik kalo ngambil hak orang lain! Mau secantik atau sejelek apapun gue, mama gue juga gak bakal peduli!" bentak Freya.
Elena terkejut, jujur ia sedikit takut. Remember your revenge, El, batin Elena berusaha sabar.
***
Tbc
➡️
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm Strong! [COMPLETED]
Teen FictionTentang remaja perempuan yang merasa dianaktirikan. Tentang remaja perempuan yang selalu dinomorduakan. Dan, tentang remaja perempuan yang harus selalu mengalah. Ini kisah Freya si cewek dengan segala kesinisannya, kejutekkannya, dan ketus yang men...