¶ Y I S | B A B | 06 ¶

713 58 53
                                    

Sesak dan canggung, itulah yang Kenan rasakan sekarang. Dengan ia yang menjadi pusat sebuah kerumunan. Berbagai pertanyaan pun dilontarkan untuknya. Sebisa mungkin pula ia menjawab, dengan rasa canggung tentunya.

Kejadian makan siang di kantin dengan Bella tadi, berhasil menarik perhatian para siswi. Ada yang berteriak senang dan ada pula yang menatap iri. Hal tersebut pula, membuat mereka mengklaim Kenan sebagai orang yang humble dan friendly, sehingga terjadilah kerumunan kecil ini. Bahkan, terselip dua laki-laki di sana.

Apalagi jam-jam pelajaran terakhir tidak diisi oleh kehadiran seorang guru, membuat mereka leluasa bertanya.

"Kenan lo tinggal di mana?"

"Di rumah," jawab Kenan cepat. Mereka tertawa berbarengan.

"Kenan, lo suka main basket gak? Atau futsal?"

"Sekolah lama lo di mana?"

"Kenapa pindah sih, Ken? Sering buat masalah ya?"

Kenan bingung sendiri, pertanyaan mana yang akan terlebih dulu ia jawab. Ingin marah tapi tak bisa. Bukankah sekarang waktunya untuk mencari seorang teman?

Bahkan kerumunan ini hanya diisi setengah dari warga kelas dan yang lain berkutik dengan kegiatan masing-masing, tetapi karena keadaan yang rusuh membuat suasana menjadi tidak kondusif.

"Tenang dong ciwi-ciwi. Babang Kenan-nya jadi pusing nih," ucap seorang cowok sok dramatis.

"Apa sih Bi, alay lo ah. Kenan-nya aja gak apa-apa. Ya, 'kan, Ken?" Fany, si cewek yang dikenal dengan ciri khas rambut pirangnya ini bertanya.

Sementara Kenan mengangguk mengiyakan, padahal dalam hati ia ingin cepat terbebas dari sini.

Abian menatap Fany kesal, cewek yang sekarang tak jauh dari posisinya menjulurkan lidah ke arahnya. "Jangan melet, Fan, tambah jelek. Mending anjing melet jadi imut, lah elo jadi dedemit." Abian tertawa keras, ia merasa puas telah membalas Fany. Bahkan setiap harinya mereka selalu beradu mulut, sekalipun hal-hal kecil.

"Bodo."

"Bacot ya lo berdua. Gini aja, mending kita minta nomor Kenan aja, gimana?" Lontaran saran tersebut mendapat dukungan dari banyak pihak, mereka pun bersorak setuju.

"Elena pintar! Kebanyakan makan hati gini nih," sahut seseorang yang juga mendapat pengakuan kebenaran.

Melihat Elena membuka suara, membuat Kenan teringat dengan teman sebelahnya. Kenan pun mengedarkan pandangan ke segala arah saat tak mendapati orang yang ia maksud di tempat duduknya.

Pandangannya pun terhenti di sudut kelas, ia melihat orang tersebut sedang berkutik dengan bendah pipih bewarna hitam di tangan. Kenan memicingkan matanya saat mendapati sesuatu yang janggal. Matanya semakin menyipit, dan ia mendapatkan jawabannya!

Freya nangis? tanyanya dalam hati.

Pandangan mereka bertemu, buru-buru Freya memutuskan kontak mata tersebut. Tapi, Kenan tetap menatap titik itu, hingga sesuatu mengalihkan pandangannya.

"KENAN!" teriak Elena membuat mereka yang berada dekat dengannya langsung menutup telinga.

Kenan pun mengelus dadanya, buru-buru ia menuliskan sesuatu di atas robekan kertas. Setelah selesai ia pun memberikannya kepada Elena.

"Kalo mau tanya-tanya, dari situ aja," kata Kenan diiringi dengan senyum seadanya.

Suara gaduh mulai terdengar dan semakin keras saat melihat Elena yang sudah semakin jauh dengan tangan yang membawa kertas berisi nomor Kenan tadi.

Yes, I'm Strong! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang