¶ Y I S | B A B | 17 ¶

501 38 10
                                    

Perlahan sosok gadis yang berpakaian cukup rapih dari biasanya, melangkahkan kaki menyusuri lorong sekolah yang mulai dipadati oleh siswa siswi SMA Cakra.

Tepat di dekapan tangan gadis itu, terdapat sebuah benda yang terbungkus plastik putih. Dengan tatapan datarnya ia pun berhasil sampai ke kelas tanpa membuat emosinya terpancing. Bisa saja orang-orang akan membuat masalah dengannya.

Sesampainya di kelas yang sekarang hanya terdapat sepuluh murid, gadis itu yang tak lain adalah Freya langsung duduk di tempat yang sudah diklaim menjadi tempat duduk tetapnya.

Perihal tempat duduk lamanya, ia sama sekali tak peduli. Tentang Elena yang sama sekali tak berusaha menjelaskan, tentang mereka yang tak kunjung berbaikan, juga tentang kejadian saat di kamar Megan kemarin siang.

Kacau, pikiran Freya tengah kacau balau. Suaranya pun terasa sakit dikeluarkan. Jika saja dipaksa, pastinya menimbulkan suara serak. Tak tau lagi, raga Freya tengah lemah sekarang. Terlebih batinnya.

Saat enak-enaknya menelungkupkan wajah, seseorang menepuk pundaknya dan memanggil pelan.

"Freya, ketua kelas disuruh ngumpul pas selesai istirahat nanti." Seorang pria dengan hati-hati menyampaikan berita yang baru ia dengar lewat anggota OSIS yang berkeliling tadi.

Freya duduk tegak, setelahnya ia berkata, "Oke. Makasih." Lagi, ia kembali menelungkupkan wajahnya.

Samar-samar Freya menangkap suara decitan kursi. Refleks, ia kembali duduk tegak dan menoleh ke asal suara tadi. Azka rupanya.

Saat ingin kembali menidurkan kepalanya, ekor matanya menangkap sosok yang dicarinya. Buru-buru ia berdiri dan tak lupa membawa sebuah lukisan setengah jadi.

"Nah." Freya menyodorkan lukisan tersebut saat berhadapan dengan Kenan. Bahkan belum sempat Kenan meletakkan tasnya.

Jika diperhatikan ini mirip semacam penghadangan. Tapi, apa peduli Freya? Yang terpenting urusannya selesai sekarang.

"Udah kan? Clear."

"Eh, tunggu dulu." Kenan menangkap pergelangan tangan Freya, tak membiarkan Freya kembali ke tempat duduknya.

"Apa lagi?" Freya sempat menggeram, tapi ia urungkan saat menangkap raut wajah Kenan yang teduh.

"Kita udah baikkan, kan?"

Freya terdiam, sejenak ia berpikir. Hingga satu kata lah yang berhasil keluar dari mulutnya. "Terserah."

"Oke baikkan!" putus Kenan dengan nada yang terdengar begitu girang.

Entah suruhan dari mana, tangan kanan milik Kenan bergerak ke atas kepala Freya dan mengacak-acam rambut si empunya.

Tentu saja hal itu membuat Freya sedikit emosi. Detik itu juga, Freya menepis tangan Kenan dengan kasar. "Apaan sih pegang-pegang."

Kenan? Sekarang ia tengah menelan salivanya susah payah. Tersadar gerakan tangannya yang terlihat frontal merupakan kesalahan yang memicu kemarahan.

Belum sempat Kenan meminta maaf, Freya sudah berlalu dari hadapan Kenan menuju pintu.

Padahal niat awal Freya ingin kembali duduk nyaman di bangku barunya dan mengistirahatkan pikiran agar jernih kembali. Tapi, perlakuan Kenan tadi membuatnya ingin menghilangkan diri saat emosinya keluar plus ada gelenyar aneh dalam dirinya yang baru ia rasakan sekarang.

Brukk

Freya yang dengan santainya berjalan, tiba-tiba tersungkur karena ada sebuah kaki yang menjegalnya.

"Ups!"

Karena tak mau menjadi bahan tontonan, buru-buru Freya bangkit meskipun kakinya terasa sakit.

Yes, I'm Strong! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang