Sedetik setelah pintu kamar bewarna putihi terbuka, dengan penuh kekuatan pula tangan Freya yang terkepal ia layangkan ke dada Putra tanpa kasihan.
"Gila lo. Mau bunuh gue apa gimana?" tanya Putra susah payah karena dadanya terasa sesak setelah tonjokan tadi.
"Makan tuh go-food."
Freya berlalu pergi, meninggalkan Putra yang masih menetralkan rasa sakit di dada dengan menepuk-nepuknya. Karena jujur aja, kekuatan yang Freya keluarkan tadi begitu besar.
"Gini nih yang gak boleh. Kekuatan hanya bisa lo pakai saat sedang merasa bahaya. Entah ada penjahat, copet, atau kriminalitas lainnya," kata Putra yang sedang mensejajarkan langkahnya dengan Freya karena tertinggal.
"Abisnya lo ngeselin, ganggu, ketenangan gue hilang!" Freya berhenti berjalan dan menatap Putra nyalang.
Putra tersenyum, lalu memegang pundak Freya. "Nah, sekarang tarik napas dalam-dalam, terus embuskan," suruhnya dengan tatapan menenangkan. "Keluarinnya dari hidung, ya, jangan di bawah situ."
Menghiraukan bercandaan Putra, Freya melakukan arahan tersebut tanpa paksaan. Ia juga teringat saat dirinya datang pada Elena di kala sedang emosi dan melakukan hal serupa seperti saat ini.
"Jangan biarin amarah lo keluar dengan mudah, ya. Ini bakal ngaruh untuk lo ke depannya. Mental, perlakuan, tindakan, kesehatan. Semuanya ngaruh di diri lo," ujar Putra menasihati. Setelah itu, ia menarik Freya ke dekapanya tanpa beban.
"Gue saksi nyata dari seorang yang emosian— mengakhiri hidupnya karena masalah. Mungkin dia berada di titik tertinggi depresi. Marah, sedih, kecewa, jadi satu dan berakhir mengambil tindakan yang salah."
"Kak? Kenapa jadi mellow sih?" Perlahan, Freya melepaskan dirinya dari pelukan dadakan Putra.
Tidak risih tidak pula senang atas perlakuan Putra barusan, tetapi ada sedikit rasa nyaman yang ia rasakan. Ingat, ya, sedikit!
Putra tertawa hambar dan mengusap belakang kepalanya mencari pengalih suasana.
"Sorry-sorry. Gue kebawa suasana."
Freya mengangkat bahunya acuh dan berjalan lagi menuju ruang tamu. Disusul Putra yang ikut berjalan di belakangnya.
"Terus, sekarang lo mau ngapain?" tanya Freya yang sudah menyenderkan punggungnya di sofa.
"Makan."
Putra mendekati sekotak pizza dan dua minuman yang ia beli saat pergi ke sini. Sementara Freya hanya ber-oh ria saja karena pun dirinya baru menyadari kalau ada makanan di meja.
Ting, tong.
Suara bel rumah yang berbunyi nyaring membuat Freya refleks berdiri lalu menatap Putra yang lagi asik makan.
"Eh Buaya, gue udah cantik belum?"
Putra menatap Freya sedikit mendongak dan melongo secara bersamaan.
"Idih idih. Mau diapelin ya lo?" tanyanya berniat mengejek.
Merasa tak ada gunanya bertanya dengan Putra, Freya langsung berlalu pergi untuk membuka pintu depan apalagi suara bel terus-terusan berbunyi.
"Iya bentar!" teriak Freya.
Baru sekitar 30° pintu terbuka, udara dinginnya malam sudah menyeruak masuk ke dalam, memberikan kesan ketenangan untuk Freya.
"Lo gak pa-pa?" tanya Kenan khawatir setelah wujud Freya tampak di depan matanya.
"Eh, lo kok basah?" Dipandanginya tubuh Kenan dari ujung rambut hingga ujung kaki yang memang basah kuyup. Baju putih lengan pendeknya pun menjadi transparan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm Strong! [COMPLETED]
Teen FictionTentang remaja perempuan yang merasa dianaktirikan. Tentang remaja perempuan yang selalu dinomorduakan. Dan, tentang remaja perempuan yang harus selalu mengalah. Ini kisah Freya si cewek dengan segala kesinisannya, kejutekkannya, dan ketus yang men...