¶ Y I S | B A B | 15 ¶

550 40 21
                                    

Tak hanya di rumah, setibanya di sekolah pun ia terus berpikir keras apa maksud dari tulisan di belakang foto semasa kecilnya itu.

Foto tersebut terus berada di tangannya. Berulang kali ia membolak-balikkannya sembari mencari jawaban.

Hingga akhirnya ia lelah dan memutuskan untuk bertanya pada teman sebangku yang sedang asik dengan gadgetnya.

"El, tolong gue please," lirih Freya seraya mengguncang bahu Elena meminta perhatian.

Elena pun menoleh dengan kedua alis terangkat ke atas sebagai isyarat menanyakan apa?

"Coba deh lo lihat, maksudnya apa coba?" Freya menyodorkan foto tersebut dan terkesan mendesak.

"Ini foto lo?" tanya Elena memastikan tanpa berpaling dari foto yang kini sudah berada di tangannya.

"Iya, El."

Elena mengangguk, kemudian menatap Freya intens. Ujung bibirnya sedikit tertarik. "Ini sih mudah. Mungkin–" Elena menggantungkan kalimatnya, ia tampak menikmati raut Freya yang penasaran akan kelanjutan ucapannya. "Lo kesalahan bagi mama lo kali."

Seperti ada petir menyambar Freya saat ini. Mendengar pendapat Elena entah mengapa begitu menyakitkan. Rasanya ia tak terima. Inilah alasan ia enggan untuk meminta pendapat Kenan kemarin. Ia takut apa
yang ada di pikirannya terucap oleh mereka yang dimintai pendapat seperti Elena sekarang ini.

"Atau jangan-jangan lo bukan anak kandung. Eh?" Elena mengungkap pendapatnya lagi dan semakin membuat Freya kebakaran tak terima.

"Gak mungkin lah! Foto gue ada kok pas baru lahir! Ada mama, papa yang lagi gendong gue, Kak Megan juga ada! Mereka seneng banget kok pas gue lahir! Perlu gue bawa besok?" Freya berteriak menyuarakan ketidakterimaannya. Mukanya kini memerah menahan amarah. Terlebih Elena yang tak berusaha menenangkan.

"Ya kan pendapat gue. Jangan marah dong, Frey."

Brakk!

Tatapan sekeliling yang awalnya curi-curi, kini sudah sepenuhnya mengarah ke mereka berdua. Tak heran seisi kelas IPA 2, melihat Freya yang sekarang.

Freya berdiri sembari menggebrak mejanya kuat dan menghunus Elena melalui tatapannya. Tangan kanannya yang tadi ia gerakkan cepat untuk mengambil foto, sekarang bertugas mengambil ransel hitamnya, sementara tangan kirinya terkepal erat.

Freya beranjak dari sana menuju meja pojok kanan paling belakang. Sudah biasa ia seperti ini. Ketika mereka tengah marahan pastilah Freya berpindah tempat duduk, di bangku kosong.

Tentu saja ia tak mau marah di luar batas, oleh sebab itu ia menjauhi Elena sementara waktu.

Dengan muka tertekuk, Freya duduk dan menelungkupkan wajahnya di balik lipatan tangan. Karena posisi mejanya paling pinggir plus paling belakang, Freya menghadap tembok. Perlahan matanya memejam, tak peduli jika ada guru yang masuk nanti.

"Selamat pagi anak-anak!"

Para murid yang sedang asyik ngobrol, entah itu dengan sebangkunya atau yang lain kini mulai beranjak duduk ke kursi masing-masing. Dengan kompak mereka membalas ucapan guru Seni Budaya bernama Bu Ayu.

"Di sini sudah terkumpul objek beserta foto kalian yang dikirim melalui WhatsApp." Bu Ayu mengangkat tinggi-tinggi sebuah flashdisk. "Akan saya tampilkan di layar proyektor. Silahkan kalian perhatikan, ini berguna untuk menambah referensi lukisan-lukisan selanjutnya."

Keadaan hening, mereka bersiap melihat. Seorang lelaki yang duduk di depan pun mulai menyalakan laptop hingga proyektor.

Tak lama kemudian munculah sebuah gambar bunga chamomile yang diambil dari sisi terbaik, sehingga menampilkan hasil gambar yang terkesan aesthetic.

Yes, I'm Strong! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang