Seperti perjanjian kemarin, bahwasanya di hari ini Kenan mengajak Freya untuk menyiapkan peralatan yang akan mereka bawa untuk camping di hari Sabtu nanti. Terbukti, batang hidung Kenan sudah terlihat sedari tadi, tepatnya di depan gerbang rumah Freya. Sudah ada sekitar dua puluh menit Kenan menunggu, tetapi Freya tak kunjung terlihat.
Hal yang Kenan lakukan selama menunggu ialah berjalan-jalan kecil di sekitar rumah Freya dan memotret apa saja yang menarik perhatiannya. Terlebih, di sekitaran ini terdapat banyak bunga dan sesuatu yang indah bila diabadikan.
Seperti sekarang, Kenan tengah berjongkok di dekat rumput. Ia memposisikan ponselnya agar mendapatkan pose yang sempurna. Setelah memutar ke kanan dan ke kiri, lalu menggeser posisi, ia berhasil mengambil beberapa gambar. Meski tidak mewah, tapi kesederhanaan rumput itu berubah menjadi indah jika ada seni dalam diri pemotretnya.
"Ken, gue lama banget, gak?"
Suara yang begitu familiar berhasil menghentikan kegiatan Kenan. Ia pun berdiri dan langsung dihadapkan oleh Freya yang mengenakan baju putih lengan panjang serta celana jogger bewarna hijau army.
"Lumayan sih," jawab Kenan jujur.
"Lo mau modus, ya? Masa persiapan camping secepat ini." Freya mencebikkan bibirnya dan dengan mata menatap curiga. Raut wajahnya juga berubah drastis.
"Eh? Iya sih kecepetan." Kenan berpikir sejenak, lalu kembali bertanya, "Jadi gimana? Gue pulang, ya?"
"Ya gak usah juga. Gue manggil Elena ke sini kok. Beli barang-barang yang gak ada aja kali, ya? Entah apa gitu. Kebetulan gue gak punya sleeping bag. Sekalian main-main juga," ucap Freya menyarankan.
"Boleh. Jadi, Elena sama siapa? Masa iya bonceng tiga," kata Kenan menyuarakan kebingungannya.
"Ya, enggak juga. Gue juga ogah kali. Selain manggil Elena gue juga manggil Putra. Gak pa-pa, kan?"
Kenan mengangguk. "Gak pa-pa lah. Kalo gue bilang kenapa-napa disangka modus lagi."
Freya menyengir lebar dan teringat ucapannya tadi yang menuduh Kenan. Setelah itu, Freya mengajak Kenan untuk masuk ke halaman rumah. Duduk di kursi teras dan menyuguhkan minum serta cemilan.
"Emang mereka masih lama datangnya?" tanya Kenan yang sudah meneguk satu gelas air putih sampai habis. Ia menatap Freya yang sedari tadi bolak-balik masuk ke rumah.
Freya yang terlihat baru keluar dari dalam, kini duduk di kursi sebelah Kenan. "Gak tau sih."
Setelah jawaban Freya terdengar, keduanya tampak saling diam. Yang satu sedang menyapu pandangan dan yang satu lagi memainkan ponsel untuk mendapatkan kabar dari sang teman.
"Frey, gue mau ngomong." Kenan berucap dengan pandangan masih menatap halaman yang begitu menarik perhatian.
"Apa?" Freya menoleh. Ada sedikit rasa gugup dari raut wajah. Ditambah suara Kenan yang terdengar berat membuat jantungnya seakan melompat ketika mendengarnya.
Yang ditunggu bersuara malah hanya bergumam dan bergelut dengan isi pikiran. "Gak jadi deh." Kenan meringis karena ia merasa canggung seketika.
Begitu pula dengan Freya. Mendadak ia sulit mengeluarkan suara untuk merespons. Sehingga ia hanya diam dan membiarkan keheningan mengambil alih.
"Lo udah ngerasain yang gue bilang hari itu gak?" ujar Kenan setelah beberapa menit menimang.
"Ha? Yang mana?" Freya sedikit terkejut karena pertanyaan Kenan begitu mendadak. Sebenarnya pun ia tau apa yang Kenan maksud, sehingga pikirannya langsung terlempar jauh pada hari di mana ia dan Kenan duduk berdua di sebuah gang kecil. Pada saat itu pula, lagi-lagi ia merasakan hal yang beda jika berdekatan dengan Kenan. Lalu apa? Haruskah dia mengaku sekarang juga?
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm Strong! [COMPLETED]
Teen FictionTentang remaja perempuan yang merasa dianaktirikan. Tentang remaja perempuan yang selalu dinomorduakan. Dan, tentang remaja perempuan yang harus selalu mengalah. Ini kisah Freya si cewek dengan segala kesinisannya, kejutekkannya, dan ketus yang men...