"Sorry, gue kira ada orangtua lo."
Dengan pandangan kaku serta posisi duduk kurang nyaman, menghampiri diri Freya sekarang. Matanya terus menyusuri rumah yang ia singgahi ini. Tak ada perabotan pada umumnya, tapi yang ia temui hanya sebuah peralatan melukis.
"Enggak apa-apa. Sengaja gak gue bilang," jujur Kenan diiringi kekehan.
Jelas hal itu tak lucu bagi Freya, yang ada dia malah menatap tajam. Kenan yang menyadari langsung berhenti.
"Gue bingung, soalnya baru pertama kali bawa cewek ke rumah," beber Kenan membuka topik pembicaraan. Masih tak ada sahutan dari orang di sofa depannya, bikin Kenan semakin bingung.
"Eh salah, kan lo yang ngintilin gue sampai sini. Ya, 'kan?"
Pernyataan itu berhasil menohok Freya. Ia terdiam kaku, sebaris senyum pun ia paksakan. Ingin protes tapi memang benar apa kata Kenan.
Tadi saat Freya nangis di pinggir jalan, Kenan berbaik hati ingin mengantar pulang. Tapi, justru ditolak mentah-mentah oleh Freya dengan alasan ia tak ingin pulang sekarang. Ditanya ingin ke mana, Freya hanya diam dan terus berjalan ke depan.
Alhasil, Kenan berjalan mendahului Freya menuju rumahnya yang tak jauh dari situ. Tapi, setibanya sampai di rumah, ia dikejutkan oleh keberadaan Freya yang sudah ada dibelakangnya. Enggak terlalu terkejut sih. Kenan juga sudah menyadari saat Freya berjalan di belakangnya, tapi tak yakin jika
Freya mengikutinya sampai rumah."Gak tau mau ke mana. Ya udah, gue ngekorin lo," ulang Freya membela diri. Padahal ia tak berniat hingga sampai sini. Tapi, karena pikirannya sedikit kacau, sehingga kakinya hanya bisa melangkah tanpa arah.
Kenan mengangguk kemudian tersenyum simpul. "Emang kalo biasanya lagi sedih, pergi ke mana?"
"Kepo!"
"Lo gak mau nanya gitu, orangtua gue ke mana?" tawar Kenan. Bukan tanpa alasan ia berkata seperti itu, tetapi karena melihat gerak-gerik Freya yang terus memperhatikan seisi rumahnya, membuat ia berpikir jika cewek di depannya penuh tanda tanya di kepala.
"Gue gak kepo kayak lo!" ketus Freya.
"Gue kabur."
"Gak nanya dan gak peduli," sahut Freya ketus.
Kenan semakin geleng-geleng kepala dibuatnya. Dengan susah payah pula ia menelan salivanya.
"Di rumah orang, gak bisa lembut dikit apa yah nih cewek," gumam Kenan dengan suara rendah.
"Gue dengar. Oke, fine. Gue pulang!" Freya berdiri dan melangkah menuju pintu keluar. Ia terlalu malas melihat Kenan yang terlalu kepo mengenai kehidupannya.
Buru-buru Kenan melompat dan menarik pergelangan tangan Freya. "Kita belum bahas tempat untuk nyari bahan lukis! Terus lo belum minum nanti dehidrasi di tengah jalan! Lo juga belum makan."
"Oke, bahas tempat," putus Freya. Ia pun duduk kembali tanpa ekspresi.
Kenan mengelus dada dan menghela napas lega. Setidaknya masih ada sedikit peluang untuk dirinya mengetahui lebih lanjut tentang Freya. Dalam hati ia merutuk rasa penasaran yang semakin membesar itu.
"Bentar ya gue ambil minum dulu. Lo mau minum apa?"
"Jus."
Kenan menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sebenarnya ia bingung caranya menolak. "Gak ada blendernya gue. Yang lain?"
"Gak usah nanyain kalau gitu! Terserah lo aja."
Kenan meringis, sebaris senyum pun ia paksakan. Dirinya terlanjur malu. Lagian tak terpikir olehnya, jika Freya akan meminta jus. Lagi pula kebanyakan orang akan bilang apa saja jika ditawarkan minum oleh tuan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm Strong! [COMPLETED]
JugendliteraturTentang remaja perempuan yang merasa dianaktirikan. Tentang remaja perempuan yang selalu dinomorduakan. Dan, tentang remaja perempuan yang harus selalu mengalah. Ini kisah Freya si cewek dengan segala kesinisannya, kejutekkannya, dan ketus yang men...