Hari ini beda, gadis itu sendiri lah yang membuatnya. Di pagi hari yang cerah, seorang ibu dengan kedua anak gadisnya tengah berdiam tak bersuara di dalam mobil merah.
Jika setiap pergi sekolah si gadis SMA itu memilih pergi dengan ketenangan, lain halnya dengan sekarang. Di pagi hari justru ia membuat keributan yang entah mengapa ia begitu menyukainya.
Apalagi jika si kakak, marah-marah dan berujung pasrah karena dua perempuan itu sama-sama mempunyai sifat keras kepala.
"Biasanya juga lo pergi sendiri. Ngapain sih ikut mobil mama?!" tanya perempuan berbaju orange muda dengan bawahan celana jeans di atas lutut.
"Suka-suka gue lah!"
Saat ini si gadis berseragam putih abu-abu tengah duduk penuh kemenangan di kursi belakang. Walau harus melihat pemandangan tak mengenakkan di depan sana.
Renata, ibu dari kedua perempuan tersebut dalam hatinya sedang bertengkar hebat. Pandangan matanya sesekali melihat ke arah belakang melalui kaca. Sesaat Renata sedikit gelagapan saat matanya bertemu dengan pandangan penuh harap dari seseorang yang sedang ada di kursi belakang.
Si gadis SMA itu yang tak lain adalah Freya, tersenyum simpul kala netra keduanya bertemu. Menyampaikan salam hangat tak kasat mata dari sana. Melempar suatu keinginan yang mencuat setiap saat.
Tapi kembali dijatuhkan. Megan dengan manjanya menunjukkan mata yang barusan ia kenakan softlens bewarna abu-abu.
"Ma, bagus gak mata Megan?" tanya Megan sambil mengarahkan pandangan sang mama ke arahnya.
"Bagus." Sekenanya Renata menatap dan berbicara, kemudian beralih fokus ke jalan.
"Mama ih bohong banget. Gak lihat ke sini."
"Mama lagi nyetir, gak usah bego, Kak!" ketus Freya tapi pandangannya mengarah ke luar jendela.
"Sirik banget sih lo!"
"Gue emang selalu sirik sama lo, iri, dan sedikit benci," ungkap Freya terang-terangan.
Kini mereka saling pandang dan menyalurkan segalanya melalui pandangan mata. Entah itu rasa benci satu sama lain, atau sebuah ungkapan yang hanya mereka dua yang merasakan.
"Udah, jangan berantem mulu. Udah sampai Megan sayang." Renata mengelus puncak kepala Megan lalu disusul dengan Megan yang mencium punggung tangan mamanya, berakhir cipika-cipiki antara keduanya.
"Hati-hati, Ma."
Renata mengangguk lalu menaikkan kaca mobil seraya menjalankannya kembali menuju sekolah Freya.
Sebenarnya antara sekolah Freya dan universitas Megan saling berlawanan arah. Tapi ke arah universitas Megan lah yang didahulukan meski jam masuk lebih dahulu Freya.
"Sekolah kamu di mana?"
Freya tersenyum tipis, senyum yang mengartikan rasa sakitnya. "Segitu gak taunya Mama tentang aku." Freya memejamkan mata, meredamkan rasa perih yang menghujam relung hatinya. Lalu dengan lemah, Freya mengatakan alamat sekolahnya.
Keadaan hening, keduanya tak berniat membuka suara. Hingga suatu ide terlintas dalam benak Freya.
Tubuhnya pun mulai bergerak, kakinya melangkah menuju celah tempat duduk di depan sana. Hingga Freya berhasil duduk di tempat Megan tadi dengan sempurna.
"Kamu ngapain, Frey!"
"Duduk. Sambil ngelihat wajah Mama dari dekat. Tersenyum dan saling tatap, menyuarakan kasih sayang yang enggak pernah kita lakukan." Tangan Freya meraih tangan kiri Renata. Menggenggam dan meletakkannya di pipi yang sudah terdapat cairan bening pertanda kelemahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm Strong! [COMPLETED]
Teen FictionTentang remaja perempuan yang merasa dianaktirikan. Tentang remaja perempuan yang selalu dinomorduakan. Dan, tentang remaja perempuan yang harus selalu mengalah. Ini kisah Freya si cewek dengan segala kesinisannya, kejutekkannya, dan ketus yang men...