Warna langit matahari terbit perlahan mulai memudar. Sisa cerah jingganya menambah pesona, juga pancaran mentari yang begitu terik memberikan keceriaan di pagi hari. Sama halnya dengan seorang gadis yang selalu dicap ketus kini tersenyum manis dan lebar. Membuat beberapa orang menatap heran.Dengan ceria pula, Freya beranjak turun dari boncengan motor yang tadi pagi-pagi sekali menjemputnya. Bukan tanpa alasan orang tersebut menjemput Freya pagi-pagi buta, melainkan karena memang sebelumnya mereka telah berjanjian untuk pergi bersama sebab Freya yang meminta. Juga, mereka pergi sarapan di warung pinggir jalan.
Jika kalian menebak orang itu adalah Kenan maka jawabannya benar. Sejak perkataan Kenan kemarin malam, Freya menjadi lebih mudah menerima Kenan sebagai temannya. Nada ketus dan tatapan tak suka yang sebelumnya telah memudar kini sepenuhnya hilang. Kedua hal itu kini berubah menjadi rasa nyaman dan terbiasa. Bagi Freya, Kenan berhasil membuat dirinya yakin akan hal yang ia ragukan hanya melalui kata sederhana tapi penuh makna.
Kalau alasan Freya terlihat ceria juga tak jauh-jauh dari kejadian kemarin. Ternyata dua sosok gadis yang sempat bermusuhan, kemarin sudah berbaikan. Sebab, ego keduanya sudah diturunkan jauh ke bawah. Sehingga kata maaf mampu terucap tanpa terhambat.
"Lo nipu gue, ya. Katanya ada acara naik gunung di sekolah."
Suara bass Kenan membuat Freya menoleh ke samping. Yang pertama kali ia lihat adalah jakun berukuran besar itu bergerak ke atas dan ke bawah, serta hidung mancung Kenan berhasil membuatnya meneguk ludah. Terlebih bibir Kenan yang tampak merah itu sedang dimajukan, menambah kesan gemas yang sekarang mengguyur dirinya.
Gerakan sebelah alis Kenan berhasil menyadarkan Freya dari dunianya sesaat. Cepat-cepat ia mengalihkan pandangan ke depan.
"Gue kira naik gunung, ternyata cuma camp biasa," jawab Freya pelan.
"Lo ikut?"
Freya mengangguk ragu. "Mungkin. Di rumah ngapain coba?"
"Kapan? Minggu depan, kan? Mau prepare bareng gue gak?" tanya Kenan menawarkan. Dalam hatinya kini sedang merasa was-was. Takut-takut jika Freya menolak ajakannya, walaupun sebelum hari ini ia sudah terbiasa mendapatkan kata penolakan.
"Terserah. Asal gak keberatan kalo gue repotin. Soalnya gue gak ngerti kayak beginian." Tangan Freya yang tadinya menjuntai ke bawah kini terlipat di depan dada.
Kenan yang semenit lalu menatap ke depan kini menoleh kembali. Menyaksikan raut wajah Freya yang terlihat beda dari biasa.
"Besok kan Minggu. Besok aja gimana?" tanya Kenan menyarankan. Ujung alis kirinya ikut terangkat pertanda meminta persetujuan.
Freya mengangguk tanpa mengeluarkan kata. Tapi bagi Kenan itu sudah lebih dari cukup untuk sebuah jawaban.
"Lo kelihatan lagi seneng banget, ya." Kenan menyeletuk asal setelah beberapa saat mereka terdiam.
Sekarang mereka telah berada di lorong gedung kelas sebelas, yang artinya beberapa langkah lagi mereka akan sampai di kelasnya. Sejauh ini pandangan Freya hanya lurus ke depan, tak mempedulikan orang yang ikut berlalu lalang.
Dalam hatinya pun Freya berkata jika tak ada gunanya menanggapi pendapat dan pandangan orang. Karena nyatanya, orang-orang tidak akan selalu mengurusi hidup kita, tetapi kita lah yang terlalu peduli dan berpikir hal yang tidak-tidak sehingga membuat diri merasa terintimidasi.
"Ternyata ada banyak hal yang bikin gue seneng. Gue terlalu fokus ke satu masalah, sampai-sampai gue gak sadar bahwa hal-hal kecil itu bisa bikin gue ngelupain masalah."
"Hal-hal kecil?"
"Lo." Ada jeda sejenak di sana. "Hobi gue, temen gue, hidup gue. Banyak, tapi gue gak sadar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm Strong! [COMPLETED]
Teen FictionTentang remaja perempuan yang merasa dianaktirikan. Tentang remaja perempuan yang selalu dinomorduakan. Dan, tentang remaja perempuan yang harus selalu mengalah. Ini kisah Freya si cewek dengan segala kesinisannya, kejutekkannya, dan ketus yang men...