¶ Y I S | B A B | 01 ¶

1.7K 121 202
                                    

"Freya Fradella Mahardika."

Freya yang sedang asik-asiknya menggoreskan tinta di atas kertas bagian belakang, tersentak kaget ketika namanya disebut. Terlihat seisi kelas dalam keadaan tegang, tapi tidak dengannya, ia malah santai.

Tak mau menjadi pusat perhatian, Freya pun segera ke depan untuk mengambil sesuatu yang diberikan guru.

Guru itu menyodorkan selembar kertas yang berisi jawaban-jawaban, lengkap dengan nilainya di sana. "Nilai kamu selalu jelek! Kapan kamu mau belajar dengan baik?" omel guru itu sambil menggelengkan kepala.

"Kapan-kapan, Bu," jawabnya asal.

Semua orang malah bertepuk tangan.

Emang ucapan gue ada yang salah?  tanyanya dalam hati.

Freya mengangkat bahu acuh, kemudian kembali ke tempat duduk yang berada tepat di tengah-tengah.

"Emang berapa nilai lo, Frey?" tanya Elena–teman sebangkunya saat Freya telah melekat di tempat duduk.

"20." Singkat dan padat, bahkan tanpa ekspresi Freya mengatakannya.

Elena tampak mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di bagian dagu. "Lumayan naik satu. Kemarin 19, kan?" Elena terkekeh pelan.

Freya memutar bola mata malas, arah pandangnya kembali ke  dapan.

Itu pujian atau hinaan?

Merasa Freya mendiamkannya, Elena kembali besuara. "Lo aneh, Frey." Elena menatap curiga, membuat Freya berpikir apa ada yang salah dengan penampilannya hari ini. Apalagi Elena tampak mencari sesuatu dalam diri Freya.

"Apanya? Ada yang salah dengan penampilan gue? Bukannya lo tau dari dulu gue suka penampilan kaya gini?" cecar Freya bingung dan wajah datarnya masih terpatri di sana.

Elena menggeleng. "Bukan soal penampilan. Kalo penampilan, gue mah udah paham gaya lo yang semrawutan."

Freya semakin menatap malas jika sudah menyerempet ke penampilan.

Mata Freya pun meneliti dirinya sendiri. Menoleh ke bawah, terlihat ujung bajunya sedikit keluar. Menoleh ke samping kanan dan kiri, lengan seragamnya sedikit terlipat, dan terakhir dirabanya rambut hitam pekat itu, masih dengan keadaan awal yaitu tergulung dengan asal.

"Jadi, soal apa?!"

"Nilai! Padahal lo selalu ngasih contekan ke gue dan itu bener. Lihatkan nilai gue yang 80? Padahal sebagian besar gue nyontek lo loh! Kok nilai lo rendah banget sih?" Mata Elena semakin memicing curiga.

Mampus, apa yang bakal gue jawab!

Sekitar satu menitan Freya terdiam untuk mencari kata yang tepat untuk diucapkan, akhirnya ia menemukannya. "Mungkin lo beruntung kali," jawabnya cuek. Sebisa mungkin ia menutup kegugupan yang sudah melanda tubuhnya saat ini.

"Gak Frey! Lo tuh pinter, lo selalu ngasih tau gue jawaban dari soal-soal yang sering guru-guru kasih di depan. Dan, kenapa bukan lo yang maju, kenapa lo lempar jawaban ke gue?" jelas Elena menggebu-gebu ingin mengetahui kebenarannya.

"Gue mager ke depan. Lo tau sendiri lah!" Freya mengelak mencoba meyakinkan Elena yang notabenenya keras kepala.

"Bener juga, lo kan mageran." Elena terlihat berpikir lalu ia mengangguk membuat Freya sedikit lega. Selain keras kepala, Elena juga selalu percaya semua ucapan Freya, jadi tak sulit untuknya berbohong jika ia mencurigai dirinya yang tidak-tidak.

"Freya. Tolong antarkan buku-buku ini ke ruangan saya!" perintah guru yang masih sama dengan yang tadi.

Sekarang terlihat semua murid sudah tak tegang seperti tadi, tapi ada yang terlihat kecewa dan ada juga yang terlihat senang. Sepertinya pembagian kertas ujian semester 1 pelajaran Bahasa Inggris telah selesai. Dan ini menjadi pembagian kertas ujian yang terakhir.

Jika diingat-ingat, semua hasil ujian Freya sangat memuaskan. Memuaskan manurut Freya. Ingat! Menurut Freya. Dimulai dari 15, 20, 30, dan yang paling tinggi sekitar 40an.

Jika, bagi orang lain itu adalah keburukan, tapi bagi Freya adalah kesenangan tersendiri. Entah kenapa ia begitu menyukainya.

"Frey." Elena menyenggol bahunya pelan, Freya pun tersadar dan segera pergi untuk membawa buku-buku itu ke ruang guru. Kenapa harus Freya? Karena ia adalah ketua kelas di XI IPA 2.

Sekitar tiga puluhan buku yang ditangannya saat ini, isinya juga lumayan tebal. Tapi, bukan perkara sulit untuk mengangkat buku-buku ini. Karena, Freya sering mengangkat berat. Apalagi jika Megan menyuruhnya mengambil semua buku-buku referensi yang kurang lebih sekitar dua kotak. Belum lagi Megan menyuruhnya mengangkat meja belajar yang sering ia pindah-pindah.

"Letakkan di mana, Bu?" tanya Freya ketika sudah sampai di ruang guru dan berada di depan guru yang tadi menyuruhnya.

"Di situ." Guru itu menunjuk ke arah di mana banyak buku-buku tersusun di sana.

Ia pun segera bergerak ke sana. Dengan langkah gontai, buku yang tadinya tersusun rapi di tangannya, kini sudah berhamburan jatuh ke lantai putih.

Freya mendengus marah, kedua tangannya pun terkepal sempurna. "LO PUNYA MATA GAK SIH!"

Tatapan orang yang berada di ruangan ini di mana rata-rata seorang guru, mengarah padanya. Dalam hati Freya merutuki suaranya yang pasti begitu memekik telinga.

"Sorry." Suara cowok yang tak sengaja menabrak Freya tadi terdengar beritu tulus.

Bersusah payah Freya mencoba menarik dan mengembuskan napas untuk menenggelamkan amarah yang bisa saja meledak.

Freya tersenyum sambil berkata, "Gak papa, kok."

Lalu diambilnya semua buku yang berjatuhan tadi, tentunya cowok tadi juga ikut membantu.

"Thanks." Masih dengan senyum yang terpampang. Terpaksa lebih tepatnya.

"Nama lo?" Suara cowok itu menghentikan langkah Freya yang ingin meletakkan buku-buku tadi.

Freya mencoba tak peduli dengan terus berjalan ke arah meja itu dan segera menyusunnya rapi. Setelah selesai, ia buru-buru pergi.

Tak cukup sampai di situ, cowok tadi menghadang Freya yang hendak keluar dari ruangan.

"Gue Alvin." Sebuah tangan kecoklatan terulur sempurna tepat di depan Freya. Saat ini mereka tengah berhadapan.

Dada Freya mulai naik turun, giginya saling bergesekan, lalu sebaris senyum ia paksakan.

"Freya Fradella Mahardika."

Setelah mengatakan nama lengkapnya, Freya langsung cabut dari hadapan Alvin dengan langkah kaki yang sengaja dipercepat.

Alvin tampak kebingungan, menurutnya cewek yang baru ditemuinya sedikit aneh. "Nomor Wa lo dong!" teriaknya kencang setelah tersadar bahwa Freya telah berjarak cukup jauh.

"BACOT!"

***

Alvin? Alvin siapa?

Bukan kok, bukan tokoh utama cowok. Masih figuran.

Tokoh utama cowok siapa?
Stay aja ya:3


Aku tuh takut ngecewain kalian sama Bab 1 nya-,

Semoga enggak ya, hehe^^

TBC.

Next
➡️

Yes, I'm Strong! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang