¶ Y I S | B A B | 14 ¶

472 39 19
                                    

Tatapan Freya terus tertuju pada benda yang tadi siang ia ambil tanpa permisi dari rumah orang yang telah menolongnya.

Sebenernya ia marah dan ingin protes kenapa harus wajahnya yang dilukis. Tanpa permisi pula!

Tapi, segala kemungkinan yang terparkir dalam pikiran Freya, membuat kata demi kata yang ingin ia ucap lenyap begitu saja.

"Ini muka gue bukan sih?" tanya Freya sambil terus mengamati lukisan tersebut. Tanpa sadar ia melakukan hal bodoh seperti mendekatkan lukisan setengah jadi itu ke sebelah pipi kanannya, kemudian ia mendekati kaca.

Dalam diam ia membandingkan wajahnya dan lukisan tersebut. "Cantikkan aslinya gini." Freya bergumam percaya diri. Sedikit senyum simpul pun terbit di wajahnya. "Kurang kerjaan tuh anak."

Tapi, dasar Freya yang selalu emosian menghadapi suatu hal, ia pun membuka handphonenya dan melakukan panggilan telepon dengan Kenan.

Di detik pertama panggilan tersebut tersambung, saat itu pula Kenan mengangkatnya.

"Kenan! Lo gak ada kerjaan apa ngelukis muka gue?!" Tanpa aba-aba Freya langsung menyemprot Kenan dengan suara ketusnya.

Dari seberang sana terdengar suara krusak-krusuk yang Freya tak tau suara apa itu.

"Kok lo tau sih? Lukisannya pake hilang lagi." Satu helaan napas Kenan terdengar jelas di telinga Freya saat ini.

Batin kecil Freya pun tersentak sedikit. Penting banget apa? tanya Freya dalam hati.

"Di rumah gue bego! Gue ambil tadi. Gak rela kalau muka gue yang lo lukis." Masih dengan raut wajah kesal, Freya pun merebahkan dirinya di atas kasur.

"Kenapa gak bilang dari tadi! Ambilnya pas udah jadi aja dong, Frey. Kalau istri gue brewokan gimana?" Suara Kenan yang meninggi membuat Freya mengembang kempiskan hidungnya.

"Kok jadi lo yang marah sih? Harusnya gue dong! Lo ngelukis muka gue tanpa ijin!"

Terdapat jeda beberapa menit, Freya pun mengernyit bingung. Hingga suara pekikan dari seberang telepon membuat raut Freya kembali datar.

"Balikin gak?!"

"Ogah! Ambil sendiri." Freya mencebikkan bibirnya. Ia juga berniat memutuskan sambungan, tetapi suara pekikan yang lagi lagi terdengar dari mulut Kenan membuat Freya ingin mengumpat.

"Ya udah gue otw ke rumah lo!"

Tut, tut, tut.

"What the ...!" Seperti ada asap yang keluar dari hidungnya, pipi Freya pun semakin memerah. Sekali gerakan ia sudah berlari menuju luar rumah untuk memastikan gerbang tertutup rapat.

Untungnya satpam di rumah Freya sudah kembali bertugas sehingga ia tak perlu repot-repot untuk berjalan ke gerbang yang jaraknya lumayan jauh dari pintu utama.

"Pak Asep."

Pria berseragam hitam itu menoleh bersamaan dengan kerutan di keningnya, menunggu kalimat yang Freya ucapkan selanjutnya. "Apa Neng Eya?"

Eya adalah nama panggilan pak Asep untuk Freya dari dulu.

"Kalau ada cowok tinggi, putih, sedikit mancung, ganteng, jangan dikasih masuk. Kunci aja gerbangnya. Bilang aja gak terima tamu," ujar Freya memberi amanah. Pria paruh baya itupun mengangguk mengerti.

Senyum penuh kemenangan hadir di wajah Freya dengan percaya dirinya. Tersadar telah mengucapkan kesalahan, Freya pun menggigit bibirnya kuat. Apa! Gue ngakuin Kenan ganteng?!

Yes, I'm Strong! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang