Dinda
"Din, kita berangkat sekarang," ujar Ledwin seraya menuruni anak tangga sambil meraih selembar roti tawar yang ada di atas meja makan.
"Tapi Led.."
"Gak pake tapi-tapi. Gue telat ini!!"
"Mamiii!!" Seruku sebagai protes kepada ibuku, "Ledwin nyuruh buru-buru lagi dong Mam!"
Ledwin segera mengambil kunci motornya. "Ikut gue apa mau naik ojek? Pilih sendiri deh lo."
"Led, adeknya masih makan. Buru-buru amat sih. Emangnya mau ngapain sih?!" Keluh Mami, "Nyontek PR ke temen?"
Ledwin langsung menyeringai lebar, dan menjentikkan jarinya, "Exactly, Mam! Kok ngerti banget sih anak lakinya ini kayak gimana. Din, cepet lo pake sepatu sekarang kalo mau ikut."
Aku pun menyerah sambil menyuap beberapa sendok terakhir yang bisa ku masukkan ke dalam mulutku. Lalu menghampiri rak sepatu dan mengekori Ledwin keluar rumah.
"Loh, loh, kok udah berangkat aja sih anak Papi?" Tanya Papi, yang baru selesai memanasi mobilnya. "Led, Papi udah berapa kali bilang sih kalo pagi-pagi sarapan dulu. Bukan dateng pagi sarapan PR semalem!"
"Kepepet Pap," balas Ledwin.
Aku memberengut kesal.
Ledwin menyalakan motornya, aku pun naik di belakangnya.
"Jangan ngebut," pesan Papi sebelum kita berangkat.
"Iya Pap. Dadah!"
Selalu begitu.
Kakakku memang nggak ada pengertiannya sama adiknya ini. Lagian sok-sokan masuk IPA sih, udah tau otak pas-pasan. Jelaslah, kudu liat PR temennya mulu.
Aku heran, dia bakal kuliah apaan nanti. Lagian jadi anak nggak pernah becus sih ngerjain tugas. Lucunya lagi, kok dia bisa bertahan sampai tahun ketiga di SMA?!
---
Aku menguap selebar-lebarnya di mata pelajaran fisika yang nggak pernah ada menarik-menariknya di dalam kamusku. Ya, setelah pagiku yang berantakan karena kakakku ngotot dateng pagi ke sekolah.
"Hap!"
Krenyes!
Aku mengunyah basreng yang dimasukkan Gigi. Kurang asem ini anak emang, sukanya main asal masukin makanan ke mulutku kalau lagi nguap.
"Kerjain kali Din, bukan di nguapin mulu itu soal."
"Kalo otak gue udah seencer Marco sih nggak papa yah?"
"Nah kan.. Marco lagi, Marco lagi. Lo bisa nggak sih sehariii aja nggak usah sebut nama cowo sombong itu?" Keluh Gigi kesal. "Mending lo omongin Dimi aja?"
"Dimi? Dimitri yang kelas XI itu maksud lo? Itukan freak."
"Yeh... Ada juga elo tuh yang freak. Udah jelas Marco nggak suka sama lo, masih aja dikejer-kejer. Belom aja nanti lo disantet ama dia."
"Anjirlah. Tae juga lo, Gi!"
"Your welcome, dear! Hahah!"
Gigi, Edgina Lianis. Teman pertamaku sejak masuk sekolah, teman sebangku dari awal juga. Dia orang yang paling tahu betapa aku menyukai Marco, yang tidak menyukaiku balik.
Sejak pertama kali aku masuk sekolah imi, dari hari pertama juga aku sudah memerhatikan Marco. Dia punya tatapan teduh di balik mata tajamnya, dia punya senyuman manis apa lagi saat gigi gingsulnya dipeelihatkan. Hidungnya mancung, dan tentunya dia tinggi semampai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Wonderful
Teen FictionSudah jadi rahasia umum satu sekolah kalau Dinda suka kepada Marco, dan Marco tidak menyukai perempuan sleboran seperti Dinda. Tapi semenjak Dinda dan Marco terpaksa harus dekat karena sebuah kompetisi piano, semuanya berubah. Dinda Marco kini mulai...