Seoul International University, 22 Februari 2510.
"Kau masih marah?" Jeonkook menggenggam tangan seorang gadis yang sedang berdiri di depannya.
Sebelum mengikuti kelas pagi, Jeonkook mencari keberadaan gadis ini yang tidak lain adalah Irene, kekasihnya. Beruntungnya Jeonkook sangat hafal dengan kebiasaan Irene yang akan mengunjungi perpustakaan antariksa di pagi hari.
Jika Jeonkook ingin menjadi dokter di masa depan, beda halnya dengan Irene. Kekasihnya itu ingin menjadi seorang ilmuwan dan berharap bisa bergabung dengan NASA nantinya.
Irene yang sedang duduk, menarik tangannya dari genggaman Jeonkook dan kembali menatap buku elektronik di depannya. Ia mengabaikan Jeonkook yang masih berdiri di belakangnya.
"Hunny," Jeonkook memeluk Irene dari belakang, meletakkan dagunya di pundak sang kekasih. "Maaf. Aku tahu aku salah. Tidak seharusnya aku memintamu menggugurkan calon bayimu."
"Dia calon bayi kita, Jeon! Jika kau tidak mau bertanggungjawab, tidak masalah! Aku bisa membesarkan calon bayi ini sendirian!"
Jeonkook menghela napas berat. Irene dan dirinya sama-sama keras kepala. Mereka berdua sering kali terlibat adu mulut karena mempertahankan pendapat masing-masing. Dan selama ini Irene selalu kalah darinya. Jeonkook bisa membuat kekasihnya itu mengikuti kemauannya.
Termasuk saat ia meminta Irene melakukan hubungan sex pertama kali dengannya.
"Hunny ..."
"Kau adalah satu-satunya pria yang pernah menyentuhku, Jeon. Karena aku yakin kau tidak akan meninggalkanku," Irene menunduk. Harum shampoo yang berasal dari rambut Jeonkook adalah aroma favoritnya. Namun sepertinya sebentar lagi Irene tidak akan bisa menghirup aroma ini lagi. Karena mungkin Jeonkook memang akan meninggalkannya. "Tidak masalah. Jika kau ingin pergi, silahkan pergi. Aku akan merawat janin ini tanpa membebanimu."
Hening.
Jeonkook tidak memberi tanggapan apa-apa. Pria itu sedang bertarung dengan dirinya sendiri untuk menemukan jalan keluar terbaik. Sungguh, Jeonkook tidak ingin melukai perasaan Irene. Tapi di sisi lain dia ingin kekasihnya itu menggugurkan kandungannya.
Sementara itu tidak jauh dari tempat di mana Jeonkook dan Irene berada, Sohyun sedang menatap mereka berdua dengan bimbang. Dengan kemampuan grim reaper yang dimilikinya, Sohyun bisa mendengar percakapan dua manusia itu dengan mudah.
"Ah, jadi pria bernama Jeonkook itu memiliki kekasih yang sedang mengandung ya?" Sohyun menghela napas berat. "Jika aku meminta bantuannya untuk mendapatkan Death Note-ku lalu dia mati, bukankah bayinya akan lahir tanpa memiliki ayah?"
Tatapan mata Sohyun tidak lepas dari kedua manusia yang masih berpelukan itu.
"Tapi bukankah Yoon Jeonkook memang ditakdirkan untuk mati? Bahkan harusnya dia sudah mati saat di rooftop waktu itu," Sohyun berbalik. Menatap langit pagi hari yang sedikit mendung.
"Maafkan aku, Yoon Jeonkook. Tapi aku tidak ingin merusak takdir lebih jauh lagi. Kau memang harus mati dan tidak ada alasan untuk menghindarinya."
***
Seoul International Laboratory, 22 Februari 2510.
Seorang wanita berusia kisaran empat puluh lima tahun dengan rambut sebatas leher, menyesap teh panasnya di sebuah sofa yang ada di ruangan mewah di mana lantainya terbuat dari serpihan kristal dan berlian.
Sementara itu di depannya, seorang pria berkaca mata dengan tubuh sedikit gemuk, sedang memeriksa kebenaran berita tentang virus flu babi yang menyerang Filipina sejak dua hari yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAMAIS VU [2] ✔
FanfictionKetika semesta membawa kembali yang telah pergi. (Update setiap hari Senin, Rabu dan Jumat). SEQUEL OF NOONA. Start: 01 Maret 2020. Finish: 21 April 2020.