Satu minggu kemudian...
"Guys!!! Guys!!! Ada breaking news!!!" teriak Afreen didepan keempat temannya--Zila, Zizi, Liza, dan Rifad yang sedang sibuk mendiskusikan sesuatu sambil mengerjakan tugas.
"Apaan?" ucap Zila mendongak ke arah Afreen.
"Mau tau banget atau mau tau aja?"
"Udah ah, serah lo! Lanjut manteman!" ucap Zila meminta teman-temannya untuk melanjutkan diskusi mereka.
"Ihh... Zila..." rengek Afreen dengan memasang wajah sok imut.
"Paan sih? Ganggu aja loh! Kalau ada breaking news, yah cerita aja langsung! Lo gak liat kita pada serius?! Udah mukanya di buat sok imut banget lagi, jijik tau gak! Muka lo itu gak ada imut-imutnya sedikit pun" cerocos Fazila tak peduli dengan tatapan intens teman-temannya, karena dengan sangat lantang mengolok-olok Afreen tepat dihadapannya.
"Ya Allah Zil, pedes amat tuh mulut. Abis makan cabe-cabean berapa liter lo? Hah?! Mentang-mentang cabe-cabean di depan rumah lo pada mateng" jawab Afreen sembarangan, karena di depan rumah Zila gak ada tanaman cabe.
"Udah-udah ih! Kalian kerjaan berantem mulu!" lerai Zizi, sedangkan Liza dan Rifad hanya terkekeh melihat perdebatan Zila dan Afreen.
"Afreen!" kini Aliza yang bersuara. Yang namanya disebutkan pun menoleh ke arah Liza sambil berdehem. "Jadi breaking news-nya apa?" lanjutnya.
"Oh iya, sampe lupa gue, hehe" ucapnya sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Jadi gini, tadi bu Mawar kan manggil gue ke ruangannya, terus dia nyuruh gue buat ngatur ulang posisi tempat duduk kita seperti biasa, gak ada kelompok-kelompok lagi. Terus dia nyuruh kalau..." Afreen menjeda ucapannya dan memandang Zila dan Zizi bergantian. Ia tak tega harus mengatakan ini, apalagi kedua anaknya itu bertubuh mungil.
"Kalau?" tanya Zila penasaran.
"Kalau... Maafin gue harus ngomong ini, tapi sumpah ini perintah dari bu Mawar."
"Iya, iya apa? Lanjutin cepat!" ucap Zizi tak sabaran.
"Kalau... Lo dan Zila harus duduk paling belakang."
"WHAAAAATTTT!!!!" triak Zila dan Zizi bersamaan.
"Apa-apaan ini? Kok bisa? Apa alasannya?!" tanya Zizi menahan emosi. Zizi dan Zila adalah anak yang paling anti duduk di bangku belakang. Mereka sangat tidak rela jika harus duduk di bangku belakang.
"Alasannya... Karena ada salah satu teman kelas kita yang ngaduh sama nyokapnya, kalau dia gak masuk sepuluh besar gara-gara duduk dibangku belakang, dan gue denger bokap nyokap nya itu orang terpandang jadi, yaah lo tau lah!" jelas Afreen. Zila dan Zizi sudah bisa menebak siapa teman sekelasnya itu.
"Gue gak terima di giniin! Hanya karena dia orang terpandang, terus dapet perlakuan istimewa gitu?!" ucap Zila tersenyum sinis. "Gue gak terima!!!" kata Zila lantang berdiri sambil menggembrak meja membuat teman-temannya kaget.
"Iya gue juga gak terima, bisa-bisanya dia seenak jidat ngomong ke nyokapnya kayak gitu. Dia nya aja gak punya kemauan untuk maju duduk melantai di bawah situ. Padahal teman-teman lain yang gak bisa liat papan pun melakukan hal itu. Karena apa? Karena mereka punya tekad untuk bersungguh-sungguh menerima pelajaran. Lah dia? Enak benner hidupnya kalau kita berdua harus rela duduk dibelakang." ucap Zizi tak kalah pedas oleh Zila.
Zila hendak berjalan mendekati pelakunya itu, tapi tangannya langsung dicekal oleh Liza. "Lo ngapain pegang-pengan tangan gue? Hah?! Lepasin gak!!! Gue mau buat perhitungan sama dia!" ucap Zila dengan emosi yang meluap-luap.
Zila tersenyum sinis melihat Liza menggelengkan kepalanya. Melihat reaksi Liza, Zila menghempaskan cekalan Liza. Liza yang mendapatkan perlakuan itu tak marah, justru ia kembali mencekal tangan Zila, dia sangat tahu sifat sahabatnya itu jika sudah marah.
"Zil, gue gak mau lo nyari masalah. Lo mau berhadapan sama guru BK? atau lebih parahnya kepsek? hah?! please Zil, jangan ulangi kesalahan lo yang dulu-dulu. Lo udah janji kan sama gue, kalau lo gak akan berlagak kayak preman lagi? Lo ingat kan janji lo sama gue?" ucap Liza dengan mata berkaca-kaca. Zila mematung mendengar ucapan sahabatnya itu, serangkaian masa lalu terputar dipikirannya.
Fakta baru, Zila memang dulunya berlagak seperti preman, alasannya? Karena dia merasa dirinya gak diperdulikan oleh kedua orang tuanya yang super sibuk. Alhasil dia mencari kesenangannya sendiri dengan bergaul dengan para anak-anak nakal di sekolahnya sewaktu SMP, hampir saja ia terjerumus sangat dalam oleh pergulan yang buruk itu seandainya ia tak bertemu dengan Aliza.
Yah, Aliza Bahira Ghania, dialah yang mengubah Fazila Laila Hazimah Alexandra menjadi seperti sekarang ini. Dia yang mengubah Zila yang bar-bar menjadi Zila yang lebih kalem, Zila yang berlagak preman jadi Zila yang lembut, Zila yang selalu ngomong kasar jadi Zila yang sopan tutur katanya walaupun masih sering keceplosan, tapi ada satu hal yang gak bisa Liza ubah, yaitu sifat tomboy Zila, tapi sifat itulah yang selalu ia gunakan untuk melindungi sahabatnya itu.
Zila kembali menepis tangan Liza, tapi kini dengan lembut. "Zil, please lo jangan lakuin itu." ucap Liza.
"Iya gue gak akan lakuin itu. Lo tenang aja. Terima kasih" Zila beranjak meninggalkan teman-temannya kembali terhenti saat Liza memanggilnya.
"Kenapa terima kasih?" tanya Liza "Terus lo mau kemana?" lanjut Liza khawatir.
"Terima kasih karena lagi-lagi lo udah buat gue sadar untuk tidak bebuat kasar. Dan gue mau ke kelas kakak gue. Mau minta duit, dompet gue ketinggalan. Gue duluan yah! Kalau mau ke kantin, ke kantin aja nanti gue nyusul. Bye!" jawabnya kemudian berlalu meninggalkan teman-temannya.
"Zi, gue mau ngasi saran buat lo!" ucap Liza membuyarkan Zizi dari lamunannya.
"Hmm, apa?"
"Gini, bukannya gue mendukung keputusan bu Mawar, tapi ini murni pemikiran gue. Lo sama Zila kan salahsatu siswi tercerdas di kelas kita, gue yakin, walaupun lo nantinya duduk di bangku belakang, tapi pasti lo sama Zila masih bisa mempertahankan prestasi kalian, apalagi gue bisa liat dalan diri lo dan juga Zila kalau kalian berdua itu punya tekad yang besar untuk menerima semua ilmu yang diberikan para guru..." ujar Liza yang diangguki oleh Zizi.
"Dan juga, lo sama Zila harus bisa buktikan, walaupun duduk di belakang tapi kalian masih bisa mempertahankan prestasi kalian. Lo harus buktikan itu. Dan kalau pun nanti tuh anak gak dapet peringkat setelah duduk di depan, toh dia juga yang bakal malu sama dirinya sendiri dan juga sama bu Mawar, karena tidak bisa membuktikan kalau duduk di belakang itu jadi penghalang untuk bisa meraih prestasi." ucap Liza bijak.
"Iya, yang lo katakan itu juga ada benarnya. Makasih Liz lo udah buat gue sadar. Pantes aja Zila sangat menyayangi dan ngelindungi lo, karena dia bisa dapet sosok ibu dalam diri lo" kata Zizi.
"Oh jadi setelah gue nasehatin lo, lo malah ngatain gue kayak ibu-ibu? Gitu?!" ucap Liza sambil melotot. Zizi yang mendengar itu hanya tertawa terbahak-bahak. Ternyata sahabatnya ini bisa gak konek juga.
"Ngapain lo malah ketawa kayak gitu? Emang ada yang lucu? Gue lagi marah sama lo, enggak lagi ngelucu tau gak?!" cerocos Liza ngambek.
"Hahaha, terserah lo deh, tapi yang pastinya maksud gue tuh tadi pantes aja Zila sayang sama lo, karena dia jadi dapet sosok ibu dalam diri lo, karena, kan lo tau masalah hidup Zila kayak gimana, katanya sahabat Zila dari SMP, tapi kok malah sensian gitu di bilangin sosok ibu bagi Zila. Lo lagi PMS yah?"
"Emang" jawab Liza judes.
"Pantesan... Haha" ucap Zizi lalu melanjutkan ketawanya. "Ngantin yuk! Laper nih gue, males bawa bekal, tas gue penuh, kuy!" ujar Zizi setelah menyelesaikan kegiatan tertawanya.
"Yuk, gue juga gak bawa bekal, nyokap kesiangan, hehe"
KAMU SEDANG MEMBACA
FAZILA [End]
Teen Fiction📣Nanti libur semester kita revisi, hehe... Kalau gak mager, haha🤣 Bagaimana jika hidup tanpa kasih sayang orang tua? Tidak menyenangkan bukan? Itulah yang dialami Fazila. Ia hidup bersama kedua orang tuanya, tapi tak pernah mendapatkan kasih sayan...