Tiga hari Zila di scorsing dari sekolah, tiga hari itu pun hilang tanpa jejak, ponselnya tidak bisa di hubungi.
Hari ini adalah hari ke tiga Zila menghilang. Ezya dan Kaisar sudah panik setengah mati, sang adik kesayangan pergi begitu saja tanpa memberi kabar maupun pesan sepatah kata pun.
Tak hanya Kaisar dan Ezya, ke empat sahabatnya pun dibuat khawatir olehnya. Tapi justru orang yang sedang di khawatirkan itu, sedang berdiri termenung menatap kosong kaca besar di hadapannya yang menampilkan pemandangan gedung-gedung pencakar langit.
"Fa?" panggil seorang laki-laki yang membuat Zila sadar dari lamunannya dan berbalik menanggapi laki-laki itu.
"Bang Bar! Gimana produksinya? Baik-baik aja kan? Bisa buat produk baru lagi gak? Keuangan pasti mampu kan yah?" ucapnya dengan tertawa hambar. Laki-laki yang dipanggilnya 'Bang Bar' itu hanya menatap Zila tanpa berniat menjawab pertanyaannya.
"Fa! Lo pulang yah? Udah tiga hari loh lu gak pulang! Kaisar sama Ezya udah kayak anak kehilangan emmaknya nyariin lo! Lo gak kasihan sama abang-abang lo? Masalah Cafe, toko ini sama produksi-produksinya, lo gak usah khawatir! Abang akan urus semuanya! Lo pulang yah?" bujuk Akbar, dialah sepupu jauh Zila yang membantunya mendirikan cafe dan butik sampai sesukses sekarang. Orang yang sangat berjasa dalam membatu Zila membangun dan mengembangkan finansialnya sendiri.
Zila terdiam memikirkan perkataan Akbar yang ada benarnya juga, pasti kakak-kakakny itu sangat mengkhawatirkannya. Tapi Zila belum siap melihat wajah orang yang sudah mengecewakannya berkali-kali hingga tak terhitung lagi rasa kecewa yang diperoleh Zila dari orang itu yang tak lain adalah orang tuanya sendiri.
"Fa! Lo pulang yah! Besok kan harus sekolah lagi" bujuk Akbar.
Zila mengangkat kepalanya dan menatap Akbar. "Tapi bang gue mas--"
"Kalau lo disini terus, itu sama aja kalau lo lari dari masalah lo Fa!" Ucap Akbar memotong ucapan Zila.
Akbar adalah sepupu Zila, sahabat, partner in crime, sekaligus lendengar segala keluh kesah Zila, jadi jangan heran kalau Akbar mengetahui masalah sang adik sepupu yang sudah ia anggap sebagai adik kandungnya sendiri. Bahkan tak jarang menjadi tempat pelampiasan Zila dikala adik sepupunya itu sedang PMS.
"Oke, gue bakal balik, tapi entar malem aja. Gue masih mau meyakinkan diri sendiri dulu."
"Jadi kalau gak yakin gak pulang?"
Zila mengangkat kedua bahunya acuh. "Maybe"
"Fa! Jangan gitu dong, pulang yah?"
"Bang Bar ngusir? Padahal ini butik gue loh?"
"Ih bukannya gitu Fa!"
"Haha... Iya bang Bar yang bawel! Fafa pulang kok! Gue janji!" ucap Zila sambil tersenyum.
"Nah gitu dong, senyumnya jangan ditinggal lagi yah? Ini baru Partner in Crime abang! Iya gak?" ucap Akbar dengan senyum merekah dan menyodorkan kepalan tangannya ke arah Zila, Zila pun melakukan hal demikian untuk bertos menggunakan kepalan tangan mereka.
~~~
Zila benar-benar menepati janjinya pada Akbar. Tapi saat ini dia masih keluyuran di jalan sedangkan waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Zila menarik dan menghembuskan napasnya kasar. Ia memandang pintu rumahnya yang kokoh.
Zila memperhatikan pakaiannya dari atas hingga bawah. Semuanya serba hitam seperti habis melayat saja, tapi pakaiannya bukan pakaian pelayat, justru pakaian seperti seorang preman, dengan jaket kulit hitam, baju kaos hitam, jelana jeans hitam yang sobek dibagian lutut, serta jangan lupakan sepatunya yang mirip sepatu penyanyi rock and roll.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAZILA [End]
Teen Fiction📣Nanti libur semester kita revisi, hehe... Kalau gak mager, haha🤣 Bagaimana jika hidup tanpa kasih sayang orang tua? Tidak menyenangkan bukan? Itulah yang dialami Fazila. Ia hidup bersama kedua orang tuanya, tapi tak pernah mendapatkan kasih sayan...