Rencana Kabur

975 73 0
                                    

Zila pergi ke sebuah bukit, tempat favoritnya saat dalam keadaan seperi ini. Tempat ini, hanya Zila dan Akbar yang mengetahuinya, mereka akan selalu ke tempat ini, kalau suasana hati mereka buruk, atau hanya sekedar menenangkan pikiran dan mencari ide untuk desain-desain produknya.

"AAAARRRGGGGHHHHH!!!! GUE BENCI HIDUP GUEEEEE!!! KENAPA HARUS GUE?! APA SALAH GUE SEBENARNYA?! KENAPA GUE GAK BISA INGAT?!" teriak Zila frustasi sambil memegang kepalanya.

"GUE BENCI HIDUP GUEEEE! GUE BENCI HIDUP GUE SENDIRIIIII!!!"

Zila terduduk lemas menangisi hidupnya sendiri. Ia terus meracau mengatakan jika ia membenci hidupnya sendiri, dan tanpa ia sadari sedari tadi ada seorang laki-laki yang menatapnya dari balik pohon.

"Kalau benci hidup, udah mati aja sana! Butik sama cafe jadi milik gue kalau lo mati!" ucap laki-laki itu menghampiri Zila.

Zila menoleh mendengar suara itu. "Bang Bar?! Ngapain disini?! Gak kuliah?!" tanya Zila heran sambil menghapus air matanya.

"Lagi jualan kacang!" jawabnya terkekeh.

"Ihh, gue serius nanya bang!"

"Haha, santai dong, jangan ngegas gitu. Abang lagi suntuk aja, gak ada jadwal kuliah hari ini" Zila hanya ber-oh ria mendengar ucapan Akbar.

Mereka terdiam beberapa saat sebelum Akbar angkat bicara. "Bolos lagi?"

"Enggak, melarikan diri aja!" jawab Zila datar dan menatap kearah langit yang sedang mendung.

"Sama aja Unyil!"

"Yeh, si upil kuda nil, udah tau masih nanya!" ketus Zila dengan terus mengusap air mata di pipinya.

"Ngapain sih disini? Ganggu orang sedih aja!" omel Zila.

Bukannya menjawab, Akbar malah balik bertanya penyebab sedihnya sepupunya itu.

"Masalah om Faiq sama tante Latusha lagi?"

"Jangan sebut nama mereka!" Ketus Zila.

"Oh yaudah, dari cara jawab lo, abang udah tahu jawabannya"

"Bang! Gue mau pergi dari rumah" ucap Zila tiba-tiba.

"Dih, mau kabur kok ngomong segala! Kalau mau kabur yah jangan ngomong-ngomong kali!" ucap Akbar tak percaya dengan omongan Zila.

"Biarin! Sama lo doang kok!" balas Zila santai

"Eh, lo serius mau kabur?" dengan nada terkejut.

"Ya iyalah! Ngapain gue becanda!" ketus Zila.

"Hah?! Lo yakin?! Terus mau tinggal dimana kalau pergi dari rumah? Lo mau tidur di emperan toko dek?!"

"Gue bisa tinggal di Cafe atau di Butik, kan disana ada bagian khusus yang dibangun buat gue bang!"

"Yaudah, gue gak bisa larang lo dek, karena itu milik lo, tapi kalau boleh abang sarankan, lo pulang aja dulu ke rumah papa mama lo, setidaknya mereka tahu kalau lo pergi, tapi gak usah bilang mau pergi kemana" ucap Akbar sok bijak, bukannya melarang malah mendukung! Dasar emang!

"Iyalah gue pulang dulu, yakali kabur gitu aja! Gue juga butuh persiapan kali bang!" Akbar hanya mengangguk mendengar keputusan adik sepupunya itu.

"Atau gini aja dek! Lo mendingan tinggal di rumah deh, bunda sama ayah kan seneng kalau lo ada!"

"Iyalah seneng, lebih seneng kalau gue ada dari pada lo malah, haha... orang gue ngegemesin hihi..." ujar Zila menggoda Akbar.

Akbar langsung cemberut mendengar ucapan Zila, yang memang benar adanya, kedua orang tuanya sangat menyayangi Zila seperti anak mereka sendiri.

"Iyain dah! Yang penting lo bahagia! Gue udah enek liat lo galau mulu gara-gara bokap nyokap lo!"

"Yeh si Unyil! Gue gak galau yah! Lo pikir gue orang patah hati apa?!"

"Lah, kalau bukan galau apa namanya pak Ogah!"

"Sedih lah!"

"Dih gak beda jauh keles!"

"Beda lah!" ujar Zila lalu membaringkan badannya diatas rerumputan dan menatap langit dengan tatapan sendu.

"Lo yakin dek, mau pergi dari rumah? Pikirin lagi deh!" bujuk Akbar.

"Enggak bang! Keputusan gue udah bulat, sebulat donat bebek!"

"Donald Bebek anjir!!" ketus Akbar membenarkan kata-kata Zila, sedangkan Zila hanya terkekeh.

"Bang!" panggil Zila tanpa mengalihkan, sedangkan Akbar hanya berdehem menunggu sang sepupu melanjutkan kalimatnya. "Gue sedih tau! Kok hidup gue miris banget yah? Gue salah apa sampe mama sama papa ogah banget sama gue?"

Akbar terdiam mendengar ucapan Zila, kini ia menatap sendu sepupunya itu, ada beribu-ribu bahkan berjuta-juta rasa sedih yang gadis itu rasakan.

"Kok lo ngomong gitu?"

"Yah emang kok kenyataannya gitu, lo lihat yah bang, ayam aja yang jelas-jelas gak dikasi akal sama Allah, bisa sangat menyayangi anaknya, bahkan rela berkorban demi melindungi anaknya saking begitu sayangnya sama anaknya, padahal jelas-jelas dia hewan loh, gak diberi akal sama Allah" Akbar terdiam seribu bahasa, dia tahu kemana arah pembicaraan Zila kali ini.

"Lah gue? Yang jelas-jelas punya orang tua yang berwujud manusia, yang diciptain Allah menjadi makhluk yang lebih mulia dari ayam, yang jelas-jelas punya akal sehat, gak pernah ngerasain kasih sayang orang tua, miris banget hidup gue! Seandainya bisa memilih, mungkin lebih baik kalau gue gak dilahirin aja jadi manusia! Atau gak dilahirin aja sekalian!"

"Hust! Lo kok ngomong gitu sih?! Kan ada ayah sama bunda yang sayang sama lo? Ada gue juga, ada Kaisar sama Faez juga! Temen-temen lo kan juga banyak!"

"Yah iya, gue tahu kalau abang-abang gue, lo, ayah dan bunda, sama temen-temen gue juga sayang sama gue, tapi itu rasanya beda bang! Lo mah enak, ngerasain rasanya disayang sama ayah sama bunda lo! Lah gue? Gak pernah!" Zila menghela napas lalu melanjutkan kalimatnya. "Lo gak tahu rasanya bang! Karena lo gak ada diposisi gue! Gue selalu berdoa semoga aja gak ada anak yang bernasib buruk kayak gue!" ucap Zila lalu memejamkan matanya. Akbar tak bisa berkutik lagi, ia kehabisan kata-kata. Ia hanya bisa menatap iba sang adik sepupu kesayangannya yang sudah ia anggap sebagai adik kandungnya sendiri.

~~~

FAZILA [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang