Zila pulang ke rumah dengan berat hati, ia lelah memikirkan semua masalahnya.
Sudah seminggu ia memikirkan bagaimana cara agar ia mengetahui semuanya, tapi hasilnya? Nihil.
Ia memarkirkan motornya disebelah sebuah mobil mewah yang berwarna hitam mengkilap. Tapi ia tak memperhatikannya, ia justru sibuk dengan pikirannya sendiri.
Zila melangkah masuk ke rumah dengan langkah gontai. Hingga saat berdiri tepat di ruang keluarga, ia terdiam menatap sosok yang juga terdiam di tengah anak tangga.
Zila berbalik arah, kembali keluar dari rumah dengan tergesah-gesah. Ia belum siap bertemu dengan mereka berdua.
Zila mengendarai motornya meninggalkan rumahnya. Ia mengendarai motornya tanpa tujuan. Hingga akhirnya ia melihat sebuah taman yang nampak ramai.
Ia memutuskan untuk mengunjungi taman itu, dan duduk pada sebuah kursi yang nampak kosong.
Zila menyandarkan punggungnya sambil memejamkan matanya menikmati semilir angin menerpa wajah cantiknya.
Sesekali ia menghembuskan napas kasar. "Kenapa gue bisa lupa, kalau hari ini mereka bakalan pulang? Sekarang pergerakan gue pasti bakal semakin terbatas dengan adanya mereka di rumah. Terus gue harus bagaimana sekarang?" batin Zila yang masih setia memejamkan matanya, hingga sampai ia merasakan jika ada seseorang yang duduk memperhatikannya disebelahnya.
Zila membuka matanya menatap sosok yang kini duduk disebelahnya. Seorang gadis kecil berumur sekitar sepuluh tahun, yang memegang rangkaian bunga yang tampaknya ia buat sendiri sambil menatapnya dengan senyum manis menghiasi wajah imutnya.
Zila ikut tersenyum ke arahnya, entah mengapa ia merasa de javu dengan keadaan ini.
Gadis itu menyodorkan rangkaian bunganya kepada Zila. "Untuk kakak! Kakak jangan sedih lagi yah!"
Zila masih menatap gadis itu tanpa pergerakan sedikitpun, seketika pusing melanda kepalanya.
Dikepalanya seakan-akan video seorang gadis yang memegang rangkaian bunga dengan seorang gadis yang terlihat lebih tua darinya memegang sebuah kamera. Gadis pemegang kamera itu terlihat memaksa gadis pemegang bunga, terputar seperti kaset rusak di kepalanya.
Zila memegang kepalanya yang terasa semakin berdenyut membuat gadis disampingnya sontak memeluknya erat.
"Kak? Kakak?! Kakak gak apa-apa kan?!" tanya gadis itu khawatir bahkan matanya sudah berkaca-kaca.
Gadis itu terus memanggil Zila dan menanyakan keadaan Zila, sampai seorang wanita paruh baya menghampirinya.
"Nayla! Kakak ini kenapa nak?" tanya wanita paruh baya itu.
Gadis bernama Nayla itu beranjak memeluk wanita paruh baya itu, yang tak lain adalah ibunya. "Nayla gak tahu ma, tadi Nayla mau kasi bunga ini, karena kakak ini kelihatan sedih, tapi tiba-tiba kakak ini memegang kepalanya!" jawab Nayla lirih.
"Yaudah kamu tenang dulu, biar mama tanya kakak itu." Nayla mengangguk lalu sang ibu duduk di sebelah Zila.
Zila masih memegang kepalanya yang berdenyut sambil memejamkan matanya.
"Nak?" tanya ibunya Nayla, tapi Zila tak bergeming, justru menggelengkan kepalanya kuat sambil menjambak rambutnya sendiri.
Wanita itu memeluk Zila untuk menghentikan aksinya menjambak rambutnya sendiri. Setelah Zila tenang, barulah wanita itu melepaskan pelukannya.
"Maaf dan terima kasih" ujar Zila lirih pada wanita di hadapannya itu.
"Iya, tidak apa-apa. Kamu baik-baik saja?" Zila hanya menganggukkan kepalanya. "Baiklah kalau begitu saya dan anak saya permisi dulu." ujar wanita itu beranjak meninggalkan Zila sambil menggenggam tangan Nayla.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAZILA [End]
Teen Fiction📣Nanti libur semester kita revisi, hehe... Kalau gak mager, haha🤣 Bagaimana jika hidup tanpa kasih sayang orang tua? Tidak menyenangkan bukan? Itulah yang dialami Fazila. Ia hidup bersama kedua orang tuanya, tapi tak pernah mendapatkan kasih sayan...