Selamat Tinggal:)

1.1K 81 0
                                    

"Sstt..." Zila meringis merasakan sakit karena cengkraman kuat Kaisar di lengannya.

Kaisar terus menarik tangan Zila dengan kasar dan menghiraukan gadis itu yang terus memberontak meminta dilepaskan.

Merasa sudah tak tahan merasakan sakit di tangannya, Zila dengan sigap menendang perut Kaisar dengan kencang dihadapan orang tuanya.

Kaisar tersentak saat kaki Zila menendang perutnya dengan keras hingga sontak melepaskan cekalan tangannya di tangan Zila.

Sama dengan Kaisar, Faiq dan Latusha pun tersentak kaget melihat kelakuan bringas Zila yang berani menendang perut Kaisar.

"Lo mau apa, hah?! Gak cukup selama ini gue hidup menderita, sekarang lo mau nambahin penderitaan gue lagi?! Iya?!" maki Zila dihadapan Kaisar yang masih setia memegang perutnya.

"Gue salut sama kalian semua, ternyata lo selama ini cuma pura-pura sayang sama gue! Untuk apa lo pura-pura? Pengen liat gue hancur secara perlahan?! Iya?!" bentak Zila dengan tatapan menghunusnya menatap manik hitam milik Kaisar.

"Bu—bukan se—"

"Halah! Drama King!!" potong Zila.

"Siapa yang mengajarimu menjadi gadis bringas seperti ini Fa?!" bentak Faiq menatap Zila tak kalah tajam.

"Hahaha..." Zila terbahak-bahak hingga memegang perutnya.

"Pantas anaknya jago drama, orang bapaknya aja modelan gini! Hahaha..." ucap Zila sinis membuat Faiq menggeram menahan emosi, wajahnya sudah memerah karena ucapan Zila.

"Anak kurang ajar!" gumam Latusha namun masih bisa didengar oleh Zila.

Latusha mengangkat tangannya hendak menampar Zila, tapi gadis itu dengan cepat menahan tangan mamanya dan menggenggamnya kuat hingga membuat Latusha meringis.

"Pengen nampar? Gatel banget yah tangannya pengen nampar pipi saya? Pengen saya garukin? Atau apa perlu saya patahkan saja tangan mulus ini yang selalu menampar pipiku?" tanya Zila pelan tapi mengandung nada tindasan.

Zila melepaskan tangan mamanya lembut. "Sayangnya aku tidak ingin mendekam di neraka lama-lama karena menindas orang yang lebih tua dariku" ucap Zila santai lalu berjalan pelan dan memandang segala sudut ruang keluarga rumahnya itu.

"Hmm... Sepertinya kalian ingin mengurungku dirumah ini bukan? Menutup segala akses jalan keluar dengan memperketat keamanan." Zila mangut-mangut sendiri sambil mengetukkan telunjuknya di dagunya.

"Apa perlu aku menghubungi pihak kepolisian atas tuduhan penyekapan atau penculikan?" ujarnya menatap mama papanya serta Kaisar secara bergantian.

"Atau mungkin... komisi perlindungan anak? Hmm... Sepertinya itu ide yang briliant."

Zila bisa melihat ada raut wajah takut yang tercetak jelas di wajah ketiga orang didepannya itu.

"Mereka tidak akan memproses tuduhanmu itu, karena kami adalah keluargamu!" ucap Faiq mencoba senormal mungkin, padahal ia berusaha menyembunyikan ketakutannya akan acaman Zila.

"Oh yah? Apa aku perlu menghubunginya sekarang?" Zila sudah mengeluarkan ponselnya yang ada di saku jaketnya.

"Jangan!! Jangan lakukan itu!!" tegas Kaisar cepat.

"Kenapa? Apa kau takut? Haha... Wajah kalian sangat lucu! Takut?! Hahaha..." ujar Zila dengan tawa yang dibuat-buat.

"Jangan lakukan itu! Abang akan lakukan apapun yang kamu minta, tapi jangan lakukan itu!"

"Kalau begitu, biarkan aku pergi meninggalkan rumah ini!"

"Enggak! Itu gak akan terjadi!"

"Kenapa? Ohh kau lebih memilih masuk penjara dengan kedua orang tuamu ini, daripada membiarkanku pergi dari rumah ini? Baiklah kalau itu pilihanmu!" Zila sudah mulai mengotak-atik ponselnya, tapi Kaisar langsung membanting ponsel milik Zila hingga tak berbentuk.

Zila menggeram marah melihat Kaisar membanting ponselnya. Ia benar-benar marah, sekarang wajahnya sudah memerah menahan emosi.

"APA MAUMU SEBENARNYA?! KAU INGIN MELIHATKU MERGANG NYAWA DIDEPAN MATAMU SENDIRI?! IYA?!" teriak Zila meluapkan emosinya. Kaisar menggeleng lemah, bukan itu yang ia inginkan.

"Bukan begitu dek, abang cuma gak mau kamu pergi dari rumah! Kamu mau tinggal dimana kalau pergi? Siapa yang akan mengurusmu? Ini semua abang lakukan untuk kebaikanmu!" ucap Kaisar lembut mencoba meyakinkan Zila.

"Apa kau bilang? Kebaikanku? Lo gak salah ngomong?! Disini gue semakin tersiksa tau gak?! Lo mau bikin gue semakin menderita kan?! Iyakan?!" Kaisar menggeleng menyangkal tuduhan Zila.

"Ok, gue gak akan pergi dari rumah ini!" Kaisar tersenyum mendengar ucapan Zila.

"Makasih dek!" Kaisar hendak memeluk Zila, namun Zila malah menghindar.

Gadis itu berjalan ke arah meja makan dan mengambil pisau buah lalu kembali ke hadapan Kaisar dan mama papanya.

"Kamu mau ngapain Fa?!" bentak Kaisar saat melihat Zila memegang pisau.

Zila menyodorkan pisau itu di wajah Kaisar dan papa mamanya hingga membuat ketiga orang itu menegang.

"Kamu jangan main-main dengan benda itu Fa!" ujar Latusha dengan suara bergetar ketakutan.

"Saya gak main-main! Tenang saja, kalian gak akan mati kok ditangan aku! Aku tak setega itu menyiksa keluargaku sendiri, tak seperti apa yang kalian lakukan padaku!" mendengar itu, membuat ketiga orang di depan Zila itu perlahan menghilangkan ketegangannya.

Zila memainkan pisau itu dengan kedua tangannya dengan tertawa miris, membuat ketiga orang dihadapannya itu was-was.

"Hari ini, di tempat ini, dihadapan kalian bertiga, aku akan melakukan hal yang akan membuat kalian bahagia! Ah tapi sayangnya salah satu personil kalian tidak bisa menyaksikan ini." ucapnya sambil tersenyum misterius.

"Tuan dan nyonya Alexandra yang terhormat, pengusaha kaya raya yang memiliki cabang perusahaan diberbagai manca negara. Pengusaha yang terkenal karena sifat humble, dermawan, supel, dan apalagi yah? Haah... kalian terlalu baik dihadapan media." ucap Zila dengan terus mondar-mandir dihadapan Kaisar dan mama papanya.

"Bagaimana kalau aku memberikan sedikit guncangan terhadap pandangan baik media terhadap kalian, tuan dan nyonya Alexandra yang terhormat?" lanjut Zila dengan seringai sinis di wajah cantiknya.

"A-apa m-maksudmu?" tanya Faiq terbatah.

"Hey, santai saja tuan Alexandra, anda  terlihat ketakutan, santai saja! Saya hanya akan menggores sedikit sifat baik anda dihadapan media kok! So... Jangan takut!"

"Fa! Letakkan pisau itu dek!" bujuk Kaisar membuat Zila tergelak.

"Kenapa?! Aku tidak akan melukai kalian, tenang saja!"

"Ah iya! Aku ingin menyampaikan beberapa pesan kepada kalian! Hmm... Pertama mungkin untuk... Kau, tuan Kaisar Aldrinard Januar Alexandra, kau sudah cukup bermain drama selama ini! Fokus saja pada pendidikanmu, semoga kau sukses seperti kedua orang tuamu ini! Sampaikan juga hal yang sama untuk tuan Faezya Alfiano Januar Alexandra tentang pesanku ini! Mengerti?!"

"Apa maksudmu Fa?!" tanya Kaisar setengah membentak, tapi Zila tak menghiraukannya.

"Yah, terakhir untuk tuan dan nyonya Alexandra, semoga perusahaan kalian semakin sukses, jangan musuhi anak kalian sendiri lah, mereka butuh kalian, butuh kasih sayang kalian! Jangan hanya mempedulikan kesuksesan kalian dan menelantarkan anak-anak kalian! Cukup aku yang merasakannya! Ok?!"

"Ah yah, dan untuk perkataanku tadi, tentang media, ini akan sedikit mengguncang pandangan baik tentang kalian nantinya, atau bahkan bisa menjadi boomerang terhadap citra kalian!"

"Mmm... mungkin ini adalah balas budi terhadap kalian dan... Kado pertama dan terakhir dariku. Aku harap setelah ini, kalian akan hidup damai dan bahagia. Maaf sudah menyusahkan kalian." Zila menjeda ucapannya dengan menatap manik papa mamanya serta Kaisar secara bergantian dengan tersenyum tulus. Hingga...

Sreett...

"Aakhh... Maafkan... sstt... segala perbuatanku ss-selama ini dan untuk sstt... yang terakhir ini! Maaf sudah... menyu...sah...kan... kal...lian... Sel...la...mat ting...gal... Fa...fa... sa...yang... kal...lian!"

Brak!!!...

"FAFA!!!"

FAZILA [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang