Bab 3. Namanya Amora

12.4K 1.1K 80
                                    

Selepas pulang sekolah, Yuan nongkrong di warung Mpok Yuli. Menunggu jemputan, itupun kalau orang tuanya ingat jika anaknya tidak membawa kendaraan dan harus di jemput. Sebenarnya banyak sekali yang menawarkan tumpangan, termasuk pacarnya yang ingin mengantar Yuan. Ada beberapa alasan kenapa Yuan tidak ingin orang tahu kehidupan pribadi termasuk rumahnya. Yuan hanya ingin di kenal sebagai Amora, bukan Yuanes.

Bercengkrama bersama Mpok Yuli selagi menunggu hujan redah. Mpok Yuli hanya tinggal berdua bersama suaminya, satu anaknya sudah kuliah.

"Jadi pacar kau yang mana? Tiap hari ganti, tiap perempuan yang kesini selalu mengaku kalau dia pacar kau dan mereka berantem di sini," Mpok Yuli meletakkan es Milo kesukaan Yuan ke meja.

"Aku jomblo lah," Yuan menaikkan satu kakinya, menyantap bala-bala. "Cariin aku cewe coba?" Kata Yuan menirukan logat Batak Mpok Yuli.

"Kau ini kenapa suka sekali mempermainkan hati perempuan?" Mpok Yuli menunjuk Yuan tidak suka. Jika murid lain yang datang ke warungnya, Mpok Yuli tidak pernah akrab sampai berani bertanya seperti ia mengobrol bersama Yuan. Mpok Yuli menganggap Yuan sudah seperti anaknya, jika Yuan salah maka akan di marahi habis-habiskan. Dan Yuan tidak masalah, katanya bentuk kasih sayang yang tertunda.

"Aku tak suka, mereka yang suka aku permainkan," Yuan tertawa ketika Mpok Yuli mencubitnya gemas. "Bercanda, aku anak baik,"

"Serius, yang mana pacarmu?"

"Aku lupa, perasaan, aku ini jomblo," Yuan tertawa, menghabiskan bala-bala terakhir. "Kayaknya mereka lupa kalau anaknya belum pulang, sampai sekarang aku belum di jemput juga,"

"Handphone kau mana?"

"Kecebur air, mati," Yuan mengelap tangannya ke baju futsal padahal ada tissue di meja. "Hujan tidak mau redah sepertinya,"

"Ya sudah, kau tunggu saja. Aku masuk dulu, mau mencuci piring,"

Yuan mengangguk. Nongkrong di depan pintu melihat hujan yang masih turun deras. Mengacak rambutnya yang basah dan membasahi bibirnya. Yuan melihat Pak Kadir menutup gerbang Pandawa setelah mobil terakhir keluar dan berhenti di depan gerbang berhadapan dengannya saat ini. Yuan tahu pemiliknya sedang menatapnya, Yuan membuang wajahnya. Ia masih sakit hati.

Suara klakson terdengar lagi dan lebih panjang membuat Yuan mengumpat kasar menatap mobil tersebut. "Apaan? Lo tadi mukul kepala gue. Sakit hati gue," Kata Yuan mendengus pelan. Marahnya Yuan tidak sesuai dengan tubuhnya.

Jika kesempatan seperti itu selalu berhasil pada siapapun, tapi tidak dengan Challoundra Aqilla Jovanka atau yang sering di panggil Aqilla. Yuan malah mendapat ancaman balik dan pukulan bertubi-tubi. Aqilla selalu bisa memutar keadaan membuat Yuan tidak bisa berkutik. Ketua kelas yang super galak. Padahal Yuan hanya bercanda.

Klakson kembali terdengar dan Yuan mengabaikan. Cemberut, ngambek manja. Namun siapa yang menyangka, pemilik mobil tersebut keluar membawa payung menyebrang jalan menghampirinya. Yuan terdiam terkejut dengan mata mengerjap.

Aqilla berdiri di hadapan Yuan yang berjongkok. "Masuk."

Yuan mendengus, mengabaikan Aqilla. Menyerongkan tubuhnya ke kanan. Bukannya bujukan yang Yuan harapkan akan ia dapatkan tapi sebuah pukulan di kepala yang sangat keras.

"Nggak usah sok manis. Cepetan."

Yuan menggeram kemudian berdiri, mendekatkan tubuhnya pada Aqilla. Keduanya berjalan dengan satu payung. Di tengah perjalanan Aqilla berhenti, mendongak menatap Yuan.

"Apa?" Kata Yuan mengerutkan keningnya.

"Singkirin tangan lo." Kata Aqilla merasakan tangan Yuan melingkar di pinggangnya.

PLAYBOY [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang