Ada kehidupan ada kematian. Ada pertemuan, akan ada perpisahan.
Hal yang paling menyedihkan di dunia ini ketika orang yang di cintai meninggalkan kita seorang diri. Semua kenangan, tawa, tangis dan tempat perlindungan ternyaman telah hilang. Satu-satunya orang yang akan berdiri paling depan ketika istri dan anaknya punya masalah. Satu-satunya orang yang rela menyampingkan kebahagiaan demi anak-anaknya.
Kehilangan orang tua menandakan hilangnya satu dunia. Yuan tidak bisa membayangkan kepedihan teramat dalam yang orang rasakan saat kehilangan seorang ayah. Yuan tidak bisa membayangkannya. Yuan masih butuh Papa, Yuan masih butuh Mama dan tidak sanggup jika ia berdiri hanya dengan satu kaki.
Tidak ada keabadian di dunia ini, tidak ada yang tahu kapan perpisahan datang menjemput.
Tiba di kediaman yang sudah penuh dengan anggota militer bersenjata. Di setiap sudut rumah di jaga ketat oleh Tentara. Yuan memilih mengikuti sang Mama yang masuk ke rumah sementara Papanya langsung bergabung bersama tim.
Sambutan tangis yang Yuan dengar terasa menyakitkan. Kakinya lemas melihat sekujur tubuh kaku yang terbaring di lantai beralaskan karpet. Tertutup sebuah kain putih dengan seragam lengkap. Tampak gagah sama seperti pertama kali Yuan bertemu. Yuan tidak bisa membayangkan jika suatu saat orang itu adalah Papanya.
Kansa memeluk Rolia yang kini menangis kejar di pelukan. Kansa berusaha menenangkannya meski air matanya menetes tanpa sadar.
Yuan berjalan pelan, menekuk kakinya duduk di belakang seorang perempuan yang diam membisu memeluk Papanya. Tidak ada suara tangis yang terdengar dari bibir tersebut. Tangis yang Yuan dengar hanya berasal dari Rolia dan Eisha.
Apa yang orang pikirkan ketika kehilangan seseorang. Mimpi? Pasti.
Lama sekali Yuan memandangi punggung tersebut yang tidak bergerak. Yuan mendekat, menyentuh bahu Aqilla.
"La?" Panggilnya pelan. Tidak ada jawaban. Yuan meraih wajah Aqilla yang terpejam. "Ma," Yuan memanggil Kansa panik.
Kata Kansa berdiri. "Pindahkan ke sofa,"
Yuan membawa Aqilla yang tidak sadarkan diri ke pelukkan hati-hati, berjalan ke ruangan keluarga dan meletakkan Aqilla ke sofa. Yuan mencoba membangunkan, menepuk pelan memanggil nama Aqilla yang belum meresponnya
"Pakai ini," Seseorang memberikan minyak angin.
Yuan menerimanya tanpa tahu siapa orang tersebut, membuka minyak angin dan ia dekatkan ke hidung Aqilla. "La, bangun," Panggil Yuan khawatir. Beberapa detik kemudian, Yuan melihat mata tersebut bergerak.
Kedua mata yang bengkak dan merah, wajah letih penuh kepedihan yang Yuan lihat. Aqilla sangat rapuh sekarang. Yuan tidak menyukainya, rasanya ada yang menampar dirinya melihat keadaan Aqilla saat ini.
"Papa mana?" Tanya Aqilla mencoba berdiri dari tempat tidur. Yuan menahannya, mengelus pipi Aqilla. Yuan tidak bisa menemukan fokus mata Aqilla. "Papa, mana?" Ulangnya bergetar. Kemudian tangis Aqilla kembali pecah melihat tubuh itu tertutup kain putih.
Yuan memeluknya erat. Mencoba meringankan rasa sakit dan kepedihan yang Aqilla rasakan. Yuan bahkan tidak memikirkan dirinya sendiri yang sedang demam. "Gue di sini, La," Bisik Yuan mencium kepala Aqilla.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLAYBOY [COMPLETE]
Teen Fiction"Karena kematian tidak selalu identik nyawa yang menghilang, tapi juga kebahagiaan." Kisah perjalanan cinta seorang buaya darat. Menemukan cinta sejati ataupun jadi diri.