Bab 2. Kesempatan berujung ketulusan

15.2K 1.3K 98
                                    

Nama lengkapnya Yuanes Amora Duanda Lostrep. Lelaki berumur tujuh belas tahun, mempunyai tinggi seratus delapan puluh tiga sentimeter. Punya tubuh bagus, wajah tampan, otak pintar dan mulut lancar. Anak dari seorang Ibu yang berprofesi sebagai dokter dan Ayahnya seorang tentara angkatan darat.

Yuan merupakan panggilan ketika di rumah, sedangkan Amora panggilan semua teman sekolahnya. Berawal dari semua temannya yang iseng dan mengejek karena Amora adalah nama perempuan berlanjut sampai SMA. Tidak ada yang mengenal Yuan di luar. Semua memanggilnya Amora, awalnya Yuan merasa risih, namun menjadi terbiasa dan menyukainya, karena Amora sebagian dari namanya.

Punya wajah tampan tentu harus digunakan. Punya otak yang pintar harus di jalankan. Punya mulut harus di realisasikan. Itulah Yuan. Ia tidak terlahir pintar seperti Abangnya. Yuan suka belajar, role model hidupnya adalah Papa dan Abangnya. Yuan tidak ingin kalah, maka dari itu ia harus pintar, setidaknya setara Abangnya.

Didikan kedua orang tua membuat Yuan menjadi anak yang pintar dalam publik speaking. Dalam hal apapun membuatnya unggul. Di bidang akademik maupun non akademik. Sudah banyak piala di kamar yang terpajang.

Siapa yang tidak mengenal Amora. Playboy Pandawa yang membuat kaum hawa rela menjadi daftar mantan dari seorang lelaki yang menjabat sebagai kapten futsal tersebut. Tidak bisa disalahkan, Yuan terlalu sempurna untuk di cela.

Meski begitu, masih saja ada yang mau menjadi pacarnya. Padahal sudah tahu jika hubungan special bersama Yuan tidak kurang dari satu minggu. Mulai dari berbagai macam tipe perempuan sudah di coba. Dalam satu hari, Yuan bisa lima kali jadian dan putus dalam waktu bersamaan. Entah sudah berapa banyak perempuan di Pandawa menjadi mantannya.

Mau coba? Bisa. Otak di jalankan, perempuan suka di perhatikan, tapi lihat muka dulu, kalau lo merasa tampan, silakan. Kalau tidak siap-siap di tendang.

"Yuan sepatunya!" Teriak Kansa melihat Yuan nyelonong pergi masih memakai sandal.

Yuan menunduk, karena fokus bermain cacing ia lupa memakai sepatu. Beberapa hari terakhir Yuan malas sekali pergi ke sekolah berkendara, ia lebih suka di antar.

"Kayaknya aku udah tua deh Ma, soalnya mager terus. Kaum rebahan," Kata Yuan di perjalanan menuju sekolah.

"Dewasa aja belum udah tua," Kansa menggeleng pelan. "Jangan aneh-aneh ya kamu. Besok bawa motor aja deh, atau mobil, Mama sudah harus putar balik antar kamu dulu,"

"Mager Ma,"

"Ya udah sama taxi online kek, ojek online kek,"

"Tambahin uang jajan aku ya, buat ongkos taxi,"

"Sama aja," Kansa mendengus. "Kenapa nggak mau bawa kendaraan?"

"Bosen Ma bawa mobil sama motor, maunya kapal atau kereta api sekali-kali. Biar anti mainstream,"

"Iya terserah," Kansa menghembuskan nafas, mengiyakan saja apa kata putra keduanya. "Perasaan Mama hamil kamu nggak macam-macam, kenapa bentukkan kamu kayak gini sih?"

"Cakep ya? Cakep mana sama Papa waktu muda?" Yuan menunjukkan wajah manisnya, membuatnya kalah dalam permainan cacing yang sedang ia mainkan. Ingin berkata kasar tapi di depan orang tua, mengelus dada saja. "Ya ampun mati cacing aku Ma,"

"Cacing apa?"

"Cacing-cacing di perut, kan baru minum obat cacing yang enam bulan sekali." Yuan memasukkan ponselnya ke dalam tas. "Ma, aku punya tebakan, kota apa yang paling selow?"

"Nggak tau, apa?"

"Nggak mau usaha?"

"Mager." Kata Kansa mengembalikan ucapan Yuan. Kansa tertawa kecil. "Apa?"

PLAYBOY [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang