"Thanks ya, Ar," ucap Aca sebelum membuka pintu nobil milik Arkan.
"Sama-sama," jawab Arkan dengan senyum lebar di bibirnya.
Arkan sangat bersyukur karena Tuhan masih memberinya kesempatan untuk bersama dengan seseorang yang ia cintai. Walaupun ia tidak bisa bersama dengan semua orang yang ia cinta, tapi Aca cukup untuk mengisi kekosongan hatinya.
Aca keluar dari mobil Arkan. Namun, gadis itu tak kunjung beranjak dari halaman rumahnya. Ia malah berdiri memandangi mobil Arkan.
Arkan membuka kaca mobilnya sambil mengernyit,
"Kenapa ga masuk?" Tanyanya.
Aca tersenyum,
"Nunggu lo pulang,"
Arkan terkekeh mendengar jawaban Aca. Bisa aja gadis nya ini. What? Apaan sih Ar? Mengklaim orang seenaknya. Mupeng!
"Gue maunya nunggu lo masuk dulu. Baru gue pulang," ujar Arkan membuat Aca menggeleng tak terima.
"Pokoknya Arkan yang harus pulang dulu. Baru Aca masuk! Titik gapake koma," ucap Aca tetap pada pendiriannya.
Pokoknya ia ingin melihat Arkan pulang! Baru gadis itu akan masuk!
"Gamau. Gue maunya liat lo masuk dulu," jawab Arkan keras kepala.
"Yaudah, Aca juga gamau," balas Aca sambil bersidekap. Seolah-olah gadis itu tengah menantang Arkan. Siapa yang akan menang?
"Aca, plis deh. Masuk sana," titah Arkan yang dijawab gelengan keras oleh Aca.
"Ga-ma-u," tekan gadis itu membuat Arkan menghela nafas.
"Nanti kalo gue pergi, terus lo diculik gimana?" Ucap Arkan dengan wajah serius. Membuat Aca yang mendengarnya terbahak keras.
Hellaww! Arkan pikir Aca anak kecil? Ada-ada aja cowok itu.
"Gue ga akan diculik Arkan. Emangnya gue anak kecil? Lagi pula kalo gue diculik, lo pasti bakalan cari gue dan selametin gue kan?" Ucap Aca disertai senyum manisnya.
Membuat siapapun yang melihatnya akan langsung jatuh cinta seperti Arkan. Bukan, Arkan tidak menyukai Aca hanya dari senyumnya saja. Tapi dari seluruh diri Aca, Arkan menyukainya.
Arkan yang tidak pernah bisa melawan atau menolak senyum yang diberikan oleh Aca seakan terhipnotis, ia menganggukan kepalanya kemudian berujar,
"Yaudah gue yang pulang duluan. Tapi nanti lo masuk rumahnya hati-hati! Nanti kesandung kerikil,"
Aca tertawa kemudian mengiyakan ucapan Arkan barusan.
"Iya. Gak akan kesandung kerikil kok," ucap Aca masih dengan tawanya.
Arkan mengangguk sambil mengangkat jempolnya,
"Gue pulang ya. Jangan lupa, kalo gue telfon diangkat!" Pamit Arkan kemudian meninggalkan pekarangan rumah Aca.
Aca melambai-lambaikan tangannya sambil melihat kepergian Arkan.
'Tuhan, apa Aca udah pindah haluan? Apa sekarang hati Aca bukan untuk Rey lagi?'
Di seberang jalan, Rey mengepalkan tangannya kuat. Ia melihat bagaimana Aca turun dari mobil Arkan, kemudian Aca yang tertawa terbahak-bahak sebelum mobil Arkan meninggalkan rumah gadis itu dan Aca yang masuk ke dalam rumahnya.
Semua itu tak luput dari pandangan Rey! Hatinya memanas. Ia mengepalkan tangannya kuat. Menendang rumput dibawahnya untuk menyalurkan emosi yang tengah ia rasakan.
Rasanya sakit. Apakah rasanya sesakit ini? Saat melihat orang yang kita sayangi tertawa dan terlihat lebih bahagia dengan orang lain?
Rey tidak akan diam saja. Ia juga lelah. Ia lelah menangkal semua perasaannya terhadap gadis itu. Cukup sudah Arkan berada beberapa langkah di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CALLARD : MINE
Non-Fiction[On Going] "Liatin aja terus liatin. Sampe bola mata lo keluar dari tempatnya." Bagi Aca, menyukai seseorang dalam diam itu bukan masalah. Beribu kali dicuekin dengan orang yang dia suka pun tak masalah. Ia masih sanggup, jika perasaannya tak terbal...