55. Dream

6.6K 429 41
                                    

Happy Reading.

*

"Oppa apa yang terjadi?" Jimin diam mendengar Aliya terus bertanya padanya. Jimin sendiri tidak bisa mengatakan apapun,  ketakutan menderanya, apalagi jika Aliya tau kondisinya yang sebenarnya. Jika keguguran saja, Jimin mungkin bisa mengatakannya walaupun Aliya akan menangis, tapi masalahnya rahim Aliya juga diangkat.

"Oppa wae?" Jimin memejamkan matanya menyesal dan menatap Aliya. Mengusap wajah pucat istrinya dengan sayang.

"Kau jatuh dari dapur" suara Jimin bahkan sudah tercekat saat mengatakan itu saja.

"Bagaimana keadaan anak kita?" Pertanyaan yang Jimin takutkan akhirnya Aliya tanyakan.  Apa yang harus Jimin jawab.

"Oppa akan menjawabnya tapi kau harus berjanji akan baik-baik saja" Aliya merasakan firasat buruk jika Jimin sudah berkata seperti ini. Apa maksudnya.

"Oppa" Jimin menarik Aliya dalam pelukanya dan mengusap punggung Aliya.

"Berjanjilah sayang" dan dengan berat hati Aliya mengangguk tanpa megeluarkan suara. Sebenarnya Aliya sendiri takut untuk tau kenyataannya.

"Kau keguguran" dan Aliya hanya bisa diam membeku mendengar suara Jimin.  Keguguran? Dirinya tidak salah dengarkan?

"Oppa?"

"Maafkan Oppa sayang. Ini salah Oppa. Andai Oppa lebih memperhatikanmu dan tidak terlalu fokus pada kantor ini tidak akan terjadi. Maafkan Oppa, maafkan Oppa" suara Jimin hanya dibalas isak tangis dari Aliya. Tidak ada yang bisa Aliya lakukan selain menangis.  Dan bagaimana bisa Jimin memintanya untuk baik-baik saja setelah kabar anaknya mati. Bagaimana mungkin.

"Hiks"

"Uljima maafkan Oppa. Maafkan Oppa" hanya ini yang bisa Jimin lakukan. Jika tidak mengatakan jujur juga akan menyakiti Aliya, tapi memang ini kenyataanya.

"Oppa" yang Jimin lakukan adalah menepuk punggungAliya dengan lembut.  Berharap Aliya akan tidur dengan cepat. Demi Tuhan Jimin tidak akan tahan mendengar tangisan istrinya lama-lama.

"Semua akan baik-baik saja" Jimin tidak berani mengatakan jika ada satu lagi kabar buruk. Tidak mungkin Jimin mengatakan jika Aliya kehilangan rahimnya juga, kabar keguguran saja Aliya sudah seperti ini, apalagi kabar jika Aliya tidak akan pernah bisa hamil lagi.

"Maafkan Oppa"

*

"Kau harus bilang pada Aliya yang sebenarnya Jim. Kau tidak mungkin menyembunyikan ini terus" Jimin mengusap wajahnya gusar, mendengar seksama kata-kata ibunya. Bagaimana bisa Jimin berkata jujur jika Aliya sudah seperti itu, Jimin tidak akan punya keberanian.

"Aku tidak sanggup Eomma. Bagaimana bisa aku berkata jujur sementara kabar dia keguguran sudah seperti itu reaksinya. Aku tidak akan sanggup" ujar Jimin dengan suara lemah. Ini kenyataanya.

"Tapi menyembunyikan ini juga tidak benar. Bagaimana jika Aliya mendengar dari orang lain. Dia akan semakin menyedihkan dan terpuruk. Setidaknya dia harus mendengar dari suaminya. Fikiran perasaan Aliya jika kau menyembunyikan ini Jim" Jimin menatap ibunya dengan sorot mata lelah.

Aliya akan jauh lebih terpukul dan terluka jika mendengar ini dari orang lain. Pilihannya satu, Jimin harus jujur. Apapun tanggapan Aliya nanti. Jimin harus jujur.

"Kau pasti bisa. Aliya akan menerimanya perlahan" Jimin mengangguk mengerti.

"Aku akan mengatakannya besok. Tidak mungkin dia menerima dua kabar buruk dalam satu hari. Aku akan bilang besok. Aku tidak mau dia terluka terlalu jauh karena tau jika dia tidak akan pernah bisa mengandung lagi~~~"

Brukk! Keduanya menoleh mendengar suara orang jatuh dan berikutnya Jimin langsung terbelalak saat melihat Aliya yang jatuh.

"Aliya" Jimin berlari menghampiri Aliya yang jatuh dilantai.

"Sayang~~~"

"Aku tidak bisa hamil lagi?" Pertanyaan Aliya berhasil membuat Jimin diam dengan pandangan kosong.  Aliya mendengar pembicaraanmereka?

"Jawab Oppa! Apa aku tidak bisa hamil lagi?" Kali ini suara Aliya naik menjadi membentak. Menatap Jimin dengan sorot mata terluka.

"Kau tidak mau menjawabnya? Baik aku akan tanya Wendy Eonni.  Minggir" Aliya mendorong Jimin hanya saja belum belum sampai tubuh Jimin menjauh, tubuhnya lebih dulu ditarik untuk masuk kedalam pelukan Jimin.

"Maafkan Oppa"

"Oppa bohong.  Katakan jika semua itu tidak benar. Katakan semuanya hanya kebohongan. Oppa katakan! Katakan" Jimin menggeleng dan mengeratkan pelukanya.

"Pembohong" Aliya mencoba melepaskan diri dari pelukan Jimin. Terus saja berteriak dan menangis. Kabar ini pasti tidak benar.  Jimin berbohong padanya.

"Maafkan Oppa" Jimin hanya bisa minta maaf dan semakin mengeratkan pelukanya pada Aliya.

"Oppa bohong" Jimin menunduk saat mendengarsuara lirih istrinya. Belum lagi gerakan lemah yang Jimin rasakan. Dan matanya membulat saat melihat mata Aliya yang tertutup.

"Aliyaa"

"Aliyaaaaaa"

"Aliyaaaaaa"

*

"OOppaaaaaaaaaa" Jimin bangun seketika saat mendengar suara teriakkan keras telinganya.

"Oppa gila hah? Ini pagi-pagi dan Oppa sudah berteriak histeris seperti itu. Hah untung anak-anak tidak ada. Jika ada sudah pasti menangis. Dasar" Jimin memperhatikan Aliya yang terus saja mengomel. Piama masih melekat ditubuh Aliya dan wajah Aliya juga polos. Sepertinya Aliya juga baru bangun tidur. Dan Aliya ada disampingnya.

Jimin memperhatikan sekitar dengan linglung.  Bukanya mereka dirumah sakit?

"Malah melamun! Akhh" Aliya memekik saat Jimin menariknya untuk masuk kedalam pelukan Jimin.

"Yakhh"

"Kau baik-baik saja sayang?" Pertanyaan bodoh Jimin membuat Aliya jadi bingung.

"Memang aku kenapa? Aku baik-baik saja, seharusnya aku yang bertanya seperti itu pada Oppa" Jimin melepaskan pelukanya dan meneliti istrinya. Istrinya memang baik-baik saja dan kelihatan sehat. Lalu apa tadi mimpi?

"Aku?"

"Hem. Oppa lupa jika semalam diantarkan Chanyeol Oppa dalam keadaan pingsan. Bahkan dokter Han kesini semalam dan memeriksa Oppa.  Dan apa Oppa tau apa kata Dokter Han? Oppa kelelahan, kurang makan dan kurang istirahat. Maag Oppa kambuh" Jimin melotot mendengar suara Aliya.

Dirinya pingsan? Benarkah?

"Benarkah?" Aliya hanya menggeleng pelan mendengar suara kaget Jimin.

"Istirahat dulu, aku akan buatkan bubur untuk Oppa sarapan"

"Tidak perlu. Kau disini saja" Jimin kembali menarik Aliya dalam pelukanya. Jimin hanya ingin memastikan jika tadi hanya mimpi. Mimpi buruk yang tidak boleh terjadi.

"Tapi~~~"

"Biarkan seperti ini Aliya" sepertinya Jimin harus mengurangi perkerjaanya dan mulai meluangkan waktu untuk Aliya. Jimin tidak mau apa yang terjadi dalam mimpinya menjadi kenyataan. Semua itu tidak boleh terjadi.

"Maaf"

"Maaf?" Tanya Aliya ulang.

"Maaf karena terlalu sibuk dengan urusan kantor. Sayang aku janji akan mengurangi kegiatan kantorku dan menemanimu dirumah. Kau hamil dan tidak seharusnya aku sibuk di kantor. Maafkan aku" Aliya tersenyum samar dan membalas pelukan Jimin.  Sepertinya pingsan selaman menyadarkan Jimin.

"Maafkan Oppa sayang"

"Gwenchanayo. Dan kenapa tadi Oppa berteriak memanggil namaku? Apa mimpi buruk?"

"Tidak penting dan Oppa tidak akan menjawabnya. Oppa ingin melupakan itu, jadi jangan bertanya tentang kejadian tadi" cetus Jimin tegas. Jimin tidak akan menceritakan mimpinya tadi. Tidak akan pernah.

"Aku mengerti"

Tbc.

Park Family.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang