Semesta, perkenalkan sepasang kawula muda
Dua insan yang bertemu dibawah langit Yogyakarta
Tanpa salam melainkan temu pandang antar netra
Meski sederhana namun berhasil tercipta dengan istimewaSemesta, pria itu adalah pengelana
Seorang pencari yang belum berhasil menemukan rumah
Sementara gadis disana adalah peluk yang tak pernah disinggahi siapa-siapa
Rengkuhnya adalah pulang yang selalu didamba-dambaSemesta, ijinkan mereka untuk bersama
Menikmati senja merona yang menghiasi bumantara103,1 Romanseu FM
Matahari telah dijemput sore saat Arya melangkah keluar dari kampus dengan kantung plastik hitam berisi beberapa kuas dan cat setengah kering di tangan kanan. Semburat jingga mewarnai beberapa bagian langit. Di jalan, kendaraan berdesakan. Sebagian pengemudi yang tak sabar dengan kemacetan menekan klakson berkali-kali, menusuk pendengaran. Arya terus berjalan, menarik napas dalam-dalam, matanya sempat melirik sekilas ketika dia berpapasan dengan seorang anak kecil yang melangkah bergandengan dengan ibunya. Anak itu melirik pada kantung plastik yang dia bawa, kelihatan sangat penasaran. Sorot matanya innocent, mengingatkan Arya pada seseorang.
Mungkin pada Arsyl. Boleh jadi pada Mama. Atau bisa saja, keduanya.
Hari ini dia agak terlambat menghadiri janjinya dengan Javier dan Arion, mungkin tidak jika saja dosennya tidak tiba-tiba memberikan jam tambahan yang kelewat lama. Untungnya, cowok itu sudah menghubungi kedua temannya itu lebih dulu melalui grup whatsapp--yang tentunya dibuat oleh Javier tanpa persetujuan siapa-siapa.
Arya melambatkan langkah waktu dia melihat gerobak penjual buble tea di pinggir jalan. Ada beberapa anak perempuan yang masih berseragam sekolah mengantri menunggu pesanannya selesai dibuat. Beberapa lainnya adalah anak-anak kecil yang begitu antusias menunjuk rasa yang mereka inginkan pada kertas menu. Arya tersenyum, walau hanya sekilas. Dia memutuskan mampir, memesan segelas buble tea--meski sebenarnya dia tidak begitu suka jenis teh yang sudah dimodifikasi seperti itu--lalu duduk menunggu. Perjalanan terlanjutkan ketika pesanannya sudah selesai dibuat.
Arya terus berjalan menuju kafe yang sudah Javier sebutkan, hingga perhatiannya tertuju pada seorang bocah laki-laki berpakaian kumal yang sedang berjalan dengan membawa sebuah ukulele. Anak itu kelihatan lelah, peluh menetes didahinya sementara kulit sawonya telah berubah kemerahan karena matahari.
"Oy." Arya iseng memanggil anak itu. Dia menoleh, mengangkat alis seraya memandang pada Arya.
"Abang ngomong sama saya?"
Abang. Arya ingat betul, panggilan seperti itu adalah panggilan yang selalu mama sematkan pada Arsyl, dulu. Abang dan Kakak. Mama bilang, artinya sama. Karena itu mama selalu memanggil Arsyl dengan sebutan Abang sementara dia sendiri di panggil dengan sebutan kakak. Katanya, supaya mereka tidak lagi bertengkar soal siapa yang lebih dulu lahir. "Iya. Cuma nanya sih, lo abis dari mana? Kucel banget kayak anak nggak keurus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Radio Romance
Teen Fiction"There's a sure distinction that everyone has. Same as me, same as him. But sadly, we have one thing in common. We both chose you. And I never regretted it." Katanya, hidup adalah tentang perjalanan untuk pulang. Ketika kita berjalan untuk menemukan...