Dalam kehidupan,
Kita harus belajar bagaimana menemukan manisnya dalam kegetiran.103,1 Romanseu FM
Menjelang sore, setelah selesai dengan kelasnya yang terakhir, Liga memilih mampir sebentar di tempat Jeff. Belakangan ini—lebih tepatnya setelah hubungannya dengan Saffa menjadi aneh—Liga memang lebih sering menghabiskan waktunya di Eirene. Sejak pertama kali mengenal Jeffrey, Liga bisa langsung menyimpulkan kalau cowok itu adalah sosok pendengar yang baik. Dia mudah berasosialisasi, juga tipe seseorang yang bisa memposisikan dirinya sebagai siapa saja. Karena itu, Liga sempat heran kenapa Arion tidak terlihat sedekat itu dengan Jeff. Malah bisa jadi, Liga yang lebih dekat dengannya.
Jeffrey masih menjadi Jeffrey yang Liga kenal, yang mendengarkan semua keluh-kesahnya meski disetiap akhir kalimatnya Liga bakal mendapat setidaknya satu toyoran tepat di kepala lengkap dengan kalimat pemanis yang berbunyi, "Makanya punya otak itu dipakai mikir, dro!"
Tapi yah, Jeffrey tetaplah Jeffrey.
"Terus gimana dengan lo dan Saffa?"
Pertanyaan pertama Jeff setelah Liga menyelesaikan cerpen berisikan curhatan hatinya sukses membuat cowok itu terdiam selama beberapa saat.
"Gue... I don't know."
"Kalian udah kenal sangat lama. Dia peduli sama lo, dan lo peduli sama dia."
"Cukup lama, tujuh atau enam tahun. Bisa jadi lebih. Nggak kerasa banget."
"Nggak kerasa karena ribuan hari yang udah lewat itu lo lalui dengan senang."
"Nggak kerasa, kalau gue udah sayang sama dia selama itu."
"Arya juga sayang sama dia." Jeff tersenyum sekilas, kemudian menggeser kopi panas yang baru saja dia seduh hingga menyentuh siku Liga.
"Lo juga tau?"
"Memangnya lo nggak tau?"
"...kerasa. Tapi tetap aja, dia nggak pernah ngomong langsung."
"Dan pada akhirnya, lo memilih untuk menghibur diri lo sendiri dengan terus meyakini kalau Arya nggak punya perasaan lebih sama Saffa? Sekarang gue tanya, emangnya lo pernah ngomong langsung juga? Dalam keadaan dimana lo ngomong secara sadar? Enggak, kan? Tapi tetap aja lo sayang sama dia."
Liga terdiam.
"Gue memang nggak dekat sama Arya. Tapi mendengar dari gimana Arsyl cerita soal cowok itu, gue yakin Arya bukan tipe orang yang bisa ngomong sayang secara terang-terangan. Tapi tatapan dia waktu lihat Saffa itu bukan jenis tatapan yang biasa." Jeff menghembuskan napasnya pelan sebelum menyambung. "Gue bukan pakar perwatakan manusia, gue juga bukan ahli membaca mimik wajah. Tapi gue tau kalau dia punya rasa lebih sama Saffa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Radio Romance
Teen Fiction"There's a sure distinction that everyone has. Same as me, same as him. But sadly, we have one thing in common. We both chose you. And I never regretted it." Katanya, hidup adalah tentang perjalanan untuk pulang. Ketika kita berjalan untuk menemukan...