Tiga pagi kembali menyapa hati
Membawa sepi sekaligus rindu yang tak kunjung terobati
Kita sama sama mengerti
Dua hati tak mungkin bersama secepat ini
Tapi rupanya semesta jauh lebih mengerti
Alasan kenapa kita dipertemukan seperti ini
Dan kenapa kita saling berpandangan pada sudut tiga pagi103,1 Romanseu FM
Liga meraih sebuah kalender dari atas meja, mencermati sebentar isi kalender itu hingga dia tersadar kalau hari ini adalah salah satu tanggal yang telah dilingkari dengan spidol biru. Bukan, cowok itu sedang tidak berada dirumahnya sendiri, melainkan di rumah Saffa. Dia berniat mengajak cewek itu untuk sarapan bersama, tetapi justru malah disambut keheningan dan ruang kosong setelah pintu rumah itu berhasil dia buka. Liga mengambil ponselnya dari saku celana, kemudian mencari nama Saffa dari daftar kontaknya sebelum kemudian memencet tombol panggil.
Indra pendengarannya langsung disambut oleh nada sambung panggilan, disusul oleh suara Saffa yang langsung menyerbunya dengan sebuah tanya. "Kenapa, Ga?"
"Lo dimana?"
"Lagi ngerjain tugas kuliah sama Arya. Sori gue nggak ngabarin lo. Kenapa? Lo ada di rumah gue? Kalau iya tunggu bentaran, habis ini gue balik."
Liga tersenyum samar. "Gue lagi diluar kok, nggak apa-apa nggak usah buru-buru. Tapi nanti gue juga mampir ke tempat lo sih. So, enjoy your time, Sissy. See you later." Yah, mungkin berbohong sedikit bukan masalah.
Cowok itu memasukkan kembali ponselnya dalam saku celana usai mematikan sambungan telepon, kemudian matanya kembali mengamati kalender yang masih dia pegang. Dia sangat tahu maksud dari lingkaran biru yang ada disana. Hari ini jelas bukan jadwal kencan seorang Katsaffa Jingga--karena Liga tahu betul jika gadis itu tidak memiliki seorang kekasih. Ini juga bukan deadline dari salah satu tugasnya, Liga tahu sebab Saffa akan menulis jadwal tugasnya di sticky note lalu menempelkannya pada kaca rias alih-alih melingkarinya di kalender. Bukan juga hari ulang tahun cewek itu, atau ulang tahunnya. Tapi memang...salah satu dari beberapa hari istemewa yang seharusnya mesti dirayakan.
Liga tertawa kecil, entah kenapa cowok itu malah jadi memikirkan Saffa sekarang. Jujur saja, Saffa adalah satu-satunya teman perempuan yang dia kenal dekat di tempat ini--atau mungkin bisa jadi di Indonesia. Ketika di Jerman dulu, dia punya banyak teman perempuan, sebagian besar dari mereka adalah pemain musik sama sepertinya, beberapa yang lain adalah penggemar rahasianya yang sering diam-diam mengirimi coklat ketika cowok itu selesai manggung di suatu acara. Tapi jelas, Saffa itu berbeda. Kesannya pada gadis itu tidak pernah tetap, serupa permukan air laut yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi bulan. Mereka pertama kali bertemu ketika masih SMP, sekian tahun lalu, ketika dia di undang di salah satu acara milik teman Ayahnya. Seperti kebanyakan cerita klasik dalam sebuah FTV, ternyata orang tua mereka saling kenal. Papi Saffa baru membuka galeri lukisan, dan secara hormat meminta Ayahnya untuk membawa Liga turut serta dalam acara peresmiannya. Liga bermain biola, yang langsung mendapat respon menyenangkan dan decak kagum seluruh tamu undangan di akhir permainan. Berbeda dari orang-orang yang menatapnya dengan sorot menyenangkan, Saffa justru melihatnya dengan tatapan menusuk setiap kali mereka tanpa sengaja bertemu pandang. Gadis itu terlihat seperti psikopat yang bernafsu membunuhnya dalam sekali lumat. Mengerikan, tapi cukup membuatnya semakin penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radio Romance
Roman pour Adolescents"There's a sure distinction that everyone has. Same as me, same as him. But sadly, we have one thing in common. We both chose you. And I never regretted it." Katanya, hidup adalah tentang perjalanan untuk pulang. Ketika kita berjalan untuk menemukan...