Aku pernah bertanya padamu; kemana orang-orang itu pergi dan tak pernah kembali?
Lalu jawabmu; ke tempat yang jauh, tempat yang berdiri disudut terlupakan hingga tak seorangpun bisa masuk kedalamnya, tempat yang tidak bisa membuatku singgah, tempat yang tak pernah bisa aku kunjungi walau aku memohon dan memberikan semua yang kumiliki.
Mereka menyebutnya, masa lalu.
103, 1 Romanseu FM
Waktu berlalu dengan cepat. Hari-hari terlewati, serupa dengan bara yang merambat dari ujung rokok hingga menyisakan abu. Semua berlalu begitu saja. Mungkin, ini yang orang-orang sebut sebagai massa yang lewat tanpa terasa, melahap peristiwa-peristiwa kemarin yang kita lalui dengan sepenuh hati.
Beberapa hari belakangan, hubungan Saffa dan Liga sedikit merenggang. Saffa masih dengan sikap sok tidak tahu dan Liga yang masih enggan menjelaskan apa-apa. Alleo dan Juang masih di rumah Liga, tidur disana dengan dalih bahwa laki-laki seharusnya tinggal bersama laki-laki. Saffa tidak ingin ambil pusing, dia mengiyakan sementara dirinya sudah kembali ke rumahnya sendiri.
Hari ini, Saffa ada janji bertemu dengan Arsyl. Cowok itu mengajaknya untuk mengambil pesanan di bengkel gitar milik temannya. Tentu saja Saffa langsung menerima tawaran itu, lagipula, menolak ajakan seseorang seperti Arsyl rasanya bukan pilihan yang benar. Karena itu, sekarang Saffa tengah melangkah pelan menuju minimarket—yang merupakan tempat mereka bertemu pertama kali—untuk menemui Arsyl sebelum berangkat.
Tapi rupanya, Arsyl masih belum ada disana begitu Saffa sampai. Jadilah, dia memilih untuk duduk disalah satu kursi plastik yang ada disana sambil membuka bungkus permen loli yang memang dia bawa.
"Udah lama?"
Saffa menoleh, mendapati sosok Arsyl yang sudah berdiri di sebelahnya dengan napas terengah.
"Baru aja."
"Mau berangkat sekarang?"
"Ayo, Kak."
Mereka meninggalkan teras minimarket setelahnya. Sejujurnya, Saffa tidak pernah punya rencana untuk pergi berdua saja dengan Arsyl, tapi berhubung dia adalah penyuka musik—meski seleranya tidak se-oke Liga ataupun Alleo—tawaran Arsyl kemarin terdengar bagus. Well, lagipula itu juga sesuatu yang normal. Jika dipikir lagi, tidak ada yang salah dari pergi berdua dengan seorang teman, kan? Meskipun hubungannya dengan Arsyl juga tidak bisa dibilang sedekat itu.
Pertemuannya dengan Arsyl itu lebih mirip seperti... kejutan?
Dipikir lagi, jika dihitung setidaknya tiga bulan terakhir, Saffa memang mendapat kejutan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Lucu sekali mengingat bagaimana orang-orang baru disekitarnya justru memberikan kesan mendalam yang tidak terduga. Minus Liga tentu saja. Liga itu...sesuatu yang lain, dia memang selalu tidak terduga. Orang-orang baru itu bisa jadi seperti Javier, dia boleh saja punya tampang seperti model majalah dengan senyum manis dan wajah sok cool, tapi siapa sangka jika hobinya adalah tebar pesona sambil menjual kata-kata manis dan kedipan manja di setiap persimpangan kampus—yang konon katanya selalu berhasil memikat hati banyak perempuan, termasuk di dalamnya Kashi. Arion beda lagi, boleh jadi dia adalah satu-satunya sosok paling waras yang pernah Saffa kenal. Ekspresi wajahnya memang selalu datar, dia tidak pernah banyak bicara, juga punya kebiasaan nongkrong di bar sambil menyesap wine setiap malam. Tapi jika sudah memegang gitar, dia justru berubah menjadi sosok paling romantis yang mungkin belum pernah kalian lihat sebelumnya. Lalu kemudian Arya, dia memang punya wajah jutek dan hobi berkata pedas, tapi sebetulnya, jika boleh jujur, Arya itu cukup lovable. Dia baik, cute, sangat peduli dengan orang-orang disekitarnya, dan ada saat-saat dimana Saffa merasa kalau Arya itu sangat rapuh dan butuh berpegangan pada seseorang disampingnya—yang sayangnya tidak dia punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radio Romance
Fiksi Remaja"There's a sure distinction that everyone has. Same as me, same as him. But sadly, we have one thing in common. We both chose you. And I never regretted it." Katanya, hidup adalah tentang perjalanan untuk pulang. Ketika kita berjalan untuk menemukan...