Tidak seperti air mata yang tiba di antara jeda pada dialog tawa dan gurauan canda
Senyuman tulusmu yang sederhana justru lebih membuatku terluka
Tatapku pada tawamu yang terpaksa selalu berhasil menghapus segala bahagia
Cukup katakan dirimu tidak baik-baik saja
Tidak perlu terlalu memaksa, bila pada akhirnya hanya akan menorehkan luka lebih lama di dalam dada103, 1 Romanseu FM
Hujan sempat turun beberapa waktu lalu, baru berhenti ketika petang telah menjelang. Liga sedang sibuk di ruang tamu rumahnya, tangan kirinya menyeret sebuah koper besar sementara tangan lainnya menenteng beberapa kantung plastik berukuran sedang yang terisi penuh oleh wadah tupperware beraneka warna. Seharusnya, sore ini Liga sudah berada dalam balutan selimut tebal sambil menikmati alunan musik akustik yang terputar keras di ponselnya sesuai rencana. Tapi sepertinya rencana itu hanya akan menjadi sebatas rencana yang tidak akan bertemu dengan realita. Sebab sejauh ini, alih-alih melakukan itu Liga justru harus menjadi babu dadakan ketika siang tadi ponselnya berdering riang oleh panggilan Alleo yang mendadak minta jemput di bandara. Sebetulnya sih oke-oke saja, seandainya Alleo hanya minta jemput atau hanya sekedar menginap di tempatnya. Masalahnya, Alleo adalah sosok luar biasa yang bukan hanya pandai bicara, tapi juga mampu membuat Liga naik pitam hanya dalam waktu kurang dari satu jam.
Liga baru saja menutup garasi ketika dengan seenaknya Alleo menyerahkan sebuah koper besar beserta tumpukan wadah warna-warni ke tangannya, sementara dirinya malah cengar-cengir tak tahu malu sambil bilang, "Kak, gue sama Juang mau jalan-jalan dulu. Tadi pas di jalan gue liat ada Indomaret di dekat sini. Gue pingin cimmory. Nitip ya Kak, bentaran doang." Jadilah, Liga harus berusaha mati-matian menahan emosi sambil membawa barang-barang Alleo ke dalam rumah.
Jika bukan karena Saffa, mungkin Liga tidak akan sesabar dan selegowo ini menghadapi sikap Alleo.
Mereka masih belum pulang sampai menjelang jam makan malam, seolah dengan sengaja membiarkan Liga lelah sendirian usai menata barang-barang mereka di kamar tamu. Cowok itu sudah di banjiri peluh, duduk di atas sofa ruang tamu sambil merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Dia masih diam dalam posisi itu ketika pintu rumahnya terbuka, disusul oleh sosok Saffa yang muncul dengan baju setengah basah dan rambut yang terlihat lembab.
"Adek gue mana?" Tanya Saffa membuat Liga secara otomatis langsung memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegak.
"Beli cimmory kata—loh!"
"Apa?" Bukan Saffa, tapi sosok lain di belakang cewek itu yang baru saja melontarkan tanya.
"Wait—what—maksud gue, Why is he here?" Liga beralih menatap Saffa. "I guess, I didn't invite anyone to my house."
KAMU SEDANG MEMBACA
Radio Romance
Teen Fiction"There's a sure distinction that everyone has. Same as me, same as him. But sadly, we have one thing in common. We both chose you. And I never regretted it." Katanya, hidup adalah tentang perjalanan untuk pulang. Ketika kita berjalan untuk menemukan...