Dentuman detak jantungnya mungkin terdengar lebih menakutkan dari pada sirine ambulance. Begitulah yang sedang Alisya rasakan saat ini. Arkan membuat jantungnya berdetak dengan ritme yang tidak biasanya.
Dia memberanikan diri untuk melihat pria di hadapannya saat ini.
“Saya bisa pulang sendiri.” katanya, menolak ajakan Arkan yang ingin mengantarnya pulang.
Arkan tiba-tiba datang, mengejutkan Alisya yang baru saja keluar dari cafe. Apa pria itu sengaja menunggunya? Arkan terus berusaha menawarkan diri untuk mengantar Alisya pulang, tapi Alisya terus menolak. Karena dIa tidak ingin merepotkan pria yang baru di kenalnya itu beberapa hari yang lalu.
“Tidak! Ini sudah terlalu sore, biarkan saya mengantar kamu pulang.” ucap Arkan, membuat Alisya sudah tidak bisa lagi mengelak, karena memang benar hari sudah terlalu sore, dan untuk seorang gadis pulang sendirian, itu bukanlah pilihan yang tepat.
Alisya menghela napas gusar. Melihat antusias Arkan, kelihatannya dia memang sudah sengaja menunggunya. Walaupun sudah di tolak, Arkan tidak menyerah dan berhenti menawarkan diri untuk mengantar Alisya pulang. Akhirnya Alisya menerima untuk di antar pulang oleh pria itu dengan syarat, ia akan duduk di kursi penumpang belakang. Mungkin syaratnya memang membuat Arkan seperti seorang supir pribadi, tapi ia melakukannya karena tidak ingin timbul fitnah diantara mereka.
Di dalam mobil, Alisya mulai membuka suara “Tuan, apa boleh saya bertanya?” ucapnya.
Karena sama-sama diam, menciptakan rasa canggung diantara mereka. Karena itulah, Alisya memberanikan diri membuka suara. Sebenarnya memang ada sesuatu yang ingin ia tanyakan pada Arkan. Sebuah pertanyaan yang sudah sejak kemarin ingin di tanyakan, tapi sayangnya justru kemarin pria itu tidak datang ke cafe seperti biasa.
Arkan masih fokus menatap kedepan “Silahkan! Dan tidak perlu memanggil saya tuan, nama saya Arkan.”
Alisya mengangguk saja “Apa karena kejadian di cafe waktu itu, hingga tuan menjadikan saya istri?”
Tiba-tiba Arkan menghentikan mobilnya, membuat Alisya sedikit terkejut. Apa pria itu marah? Alisya tidak berani untuk menatap kearahnya.
Arkan berbalik badan, menatap gadis yang duduk di bangku belakang “Tidak! Saya ingin menikahi kamu karena saya mencintai kamu.” ucap Arkan penuh keseriusan.
Deg jantung Alisya berdebar kencang. Mungkin saja kedua pipinya sudah merah merona seperti kepiting rebus. Benarkah seorang Arkan, lelaki yang dianggap sangat sempurna itu mencintainya? Alisya terdiam, mulutnya tidak lagi mengeluarkan suara. Ia terlalu fokus untuk mencerna setiap ucapan Arkan.
Selebihnya tidak ada pembicaraan apa-apa lagi. Alisya memilih menatap keluar jendela, sedangkan Arkan kembali fokus ke depan, mengemudikan mobilnya. Entah mengapa, Alisya merasa ada sesuatu yang aneh dengannya, setelah mendengar pengakuan Arkan kepadanya. Dia merasa nyaman berada di dekat pria itu.
Ah, entahlah.
Mungkin saja ini hanya sebuah rasa kagum. Karena terbawa suasana, hingga membuat Alisya ikut terbawa perasaannya. Tiga puluh menit kemudian, mobil sudah berhenti di sebuah rumah sederhana, ukurannya pun tidak besar. Mungkin hanya cukup di tempati dua atau tiga orang.
Seorang ibu-ibu memperhatikan gadis yang baru saja turun dari mobil tersebut “Neng, Alis. Baru pulang kerja ya?” sapanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALISYA
Random"Jangan berhenti berdo'a yang terbaik bagi orang yang kamu cintai..." (Ali bin Abi Thalib) ________ Blurb: Tujuan menikah untuk menyempurnakan separuh agama. tapi bagaimana jika sebuah pernikahan justru di permainkan? Saat otakku memberontak, hatik...