{14} Terdiam Sepi

40 7 0
                                    

Permisi. Aku hadir lagi disini wkwk.

Maaf baru bisa update sekarang. Sesungguhnya kita semua sama, memiliki kesibukan dan tanggung jawab di dunia realita.

Terima kasih untuk pembaca setia. Mau menanti dengan sabar.

Jangan lupa vote dan komentarnya.

Salam sayang

🌻🌻

"Saat otakku memberontak, hatiku berteriak. Saat jiwa ragaku ingin pergi, hatiku menolak."

Alisya~

....

"Sayang, kok kamu gak bilang sih sama aku lagi sakit! Aku kan bisa jagain kamu, rawat kamu. Memangnya kamu gak mau aku yang jagain?"

Sherly menerobos masuk begitu saja ke kamar Arkan, tanpa meminta izin terlebih dulu kepada Alisya yang berdiri mematung di samping tempat tidur suaminya, raut wajahnya sempurna terlihat terkejut dengan kedatangan wanita itu.

"Maaf Non, bibi sudah menyuruh Non Sherly menunggu di ruang tamu, tapi Non Sherly malah tidak mau mendengarkan ucapan bibi dan maksa masuk." ucap bi Lani merasa gagal melakukan tugasnya.

"Yasudah bi, gak apa-apa." ucap Alisya, sebenarnya dia juga sama terkejutnya dengan kedatangan Sherly pagi ini.

Bi Lani segera kembali ke dapur, sedangkan Alisya masih berada pada posisinya tidak bergeming. Sherly dengan leluarsa menyentuh Arkan, apa dia tidak berpikir hal itu salah? Arkan suami wanita lain, yang saat ini sedang menatap mereka berdua, dan lagian mereka bukanlah mahram.

Sakit, itulah yang Alisya rasakan saat ini melihat pemandangan yang menyesakkan dada. Dimana hati Sherly sebagai sesama wanita? Bagaimana jika dia yang berada di posisi Alisya saat ini. Apa dia sanggup melihat suaminya bersama wanita lain di depan matanya sendiri? Tidak ada seorang istri yang ingin berbagi suami apalagi cinta dengan perempuan lain.

Dalam diam sebenarnya Alisya menangis, hatinya menjerit sakit. Sungguh sakit melihat suami yang di cintainya bersama wanita lain dengan rona kebahagian. Sedangkan waktu bersama dengannya? Arkan tidak pernah terlihat bahagia.

"Mas, disini sudah ada Sherly. Kalau begitu lisya kembali ke dapur dulu." ucap Alisya. Sebenarnya sejengkal pun dia tidak ingin beranjak dari kamar itu. Tapi melihat Arkan jauh lebih baik setelah kedatangan wanita itu, mungkin memang lebih baik jika Alisya berada di dapur. Toh, dia tidak pernah terlihat di mata Arkan. Mungkin tidak lebih dari seorang pelayan. Hanya itu saja.

Entah mengapa Arkan merasa tidak ingin perempuan itu pergi. Apa yang sedang merasuki hatinya saat ini? Arkan bingung dengan suasana hatinya sendiri.

Arkan tidak memberikan reaksi apapun, dia hanya diam dan sekilas menatap Alisya, tapi itu tidak bertahan lama. Setelah itu dia langsung membuang tatapannya ke sembarang arah.

"Tunggu sebentar!" suara itu mencegah langkah kaki Alisya yang ingin keluar. Dia menoleh, suara itu bersumber dari wanita bergaun selutut yang saat ini duduk di samping Arkan.

"Buatkan bubur yang paling enak, kami ingin sarapan bersama. Iyakan sayang?" perintah Sherly tanpa adanya rasa malu sedikitpun, dia tersenyum manis ke arah Arkan, sedangkan lelaki itu hanya menganggukinya saja.

ALISYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang