"Kaca yang telah retak tidak bisa lagi kembali ke bentuk semula, begitupun dengan hati. Saat hati telah terluka, dia akan terus mengingat sepanjang masa."
Alisya~
.....
Mungkin bisa di perbaiki, tapi belum tentu sama dengan pantulan yang sebelumnya. Hati juga begitu, saat dia telah tersakiti, dia akan mengingatnya hingga nanti. Mungkin bisa memaafkan, tapi tidak untuk melupakan.
Sudah seminggu berlalu sejak pernikahan Alisya dengan Arkan. Tapi Arkan tidak pernah bersikap layaknya seorang suami. Pria itu memang tidak pernah mencintai Alisya. Alisya harus menahan kepedihan itu seorang diri.
Sebenarnya Alisya tidak meminta Arkan untuk memperlakukannya lebih, ia hanya berharap Arkan bisa menjadi suami yang baik untuknya, itu sudah cukup.
Selama seminggu tinggal di bawah atap yang sama, tidak banyak terjalin interaksi di antara mereka. Arkan lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah. Yang entah kemana dia pergi, Alisya tidak mengetahuinya.
Mungkin Arkan memang menepati janjinya membiayai kuliah Alisya, tapi mungkin saja itu hanya sebuah sandiwara, untuk kepentingan di depan keluarganya, bahwa Arkan adalah suami yang baik.
Alisya tidak melepas hijabnya, walaupun di rumah, ia selalu menggunakan hijab. Alisya dan Arkan memang sudah sah menjadi suami istri, tapi Arkan tidak pernah menganggap itu. Bagaimanapun Alisya berpenampilan, dia tidak pernah memperhatikannya.
Pagi ini Alisya telah bersiap-siap untuk ke kampus, ia sudah melanjutkan kembali kuliahnya, tapi bukan kuliah di malam hari.
"Mas, mungkin Alisya akan pulang sedikit terlambat dari jadwal biasa, Mas tidak keberatan kan?" tanya Alisya, mencoba meminta izin kepada Arkan karena akan pulang sedikit terlambat dari biasa.
Arkan sama sekali tidak mengubris ucapannya. Pria itu hanya diam, sibuk dengan aktivitasnya menyendokkan makanan ke dalam mulutnya, dan menikmati segelas kopi dengan sedikit susu di dalamnya. Alisya tahu itu adalah salah satu kesukaannya. Arkan selalu memesan kopi seperti itu dulu.
"Bi Lani." panggil Alisya pelan.
Bi Lani keluar dari dapur dan menghampirinya.
"Iya, Non."
"Bibi tolong bereskan meja makan ya, Alisya sudah tidak sempat. Sudah telat ke kampus." sebenarnya Alisya tidak ingin merepotkan bi Lani, tapi memang ia sudah sedikit terlambat. Selama bekerja, bi Lani hanya ia tugaskan untuk membersihkan rumah dan merawat tanaman. Untuk urusan memasak, Alisya tidak mengizinkan bi Lani memasak jika ia berada di rumah. Kecuali saat Alisya sedang tidak di rumah, barulah bi Lani yang memasak, menyiapkan makanan untuk Arkan.
"Baik, Non. Inikan memang sudah tugasnya bibi. Non tidak perlu khawatir."
"Terima kasih, bi. Oh iya, hari ini Alisya mungkin pulang sedikit terlambat, bi Lani tolong siapkan makan malam untuk Mas Arkan ya!"
"Pasti Non, dengan senang hati bibi akan buatkan yang terbaik."
Setelah itu, Alisya segera berangkat ke kampus. Arkan sama sekali tidak ingin peduli, dia berangkatnya sama siapa, naik apa. Mungkin Alisya adalah orang asing baginya, untuk apa di perdulikan.
Ah, sudahlah.
****
"Morning Alisya!" sapa gadis manis berambut pirang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALISYA
Random"Jangan berhenti berdo'a yang terbaik bagi orang yang kamu cintai..." (Ali bin Abi Thalib) ________ Blurb: Tujuan menikah untuk menyempurnakan separuh agama. tapi bagaimana jika sebuah pernikahan justru di permainkan? Saat otakku memberontak, hatik...