{3} Pinangan Mengejutkan

72 24 4
                                    

Hari ini cuaca terlihat cerah, secerah hati Alisya yang mendapatkan giliran libur bekerja. Suara burung-burung berkicauan menyanyikan kegembiraan. Alisya sudah menyiapkan rencana akan menghabiskan waktu liburnya hanya untuk menyelesaikan tugas kuliah. Tugas-tugas yang sudah menjadi cemilan dari dosen.

Baru saja ingin memulai aksinya, Alisya mendengar suara pintu di ketuk. Mau tidak mau dia harus membuka pintu itu untuk melihat siapa tamu di depan.

Alisya segera meraih jilbabnya, lalu barulah setelah itu dia keluar dari kamar dan membuka pintu rumahnya. Setelah pintu terbuka lebar, menampilkan seorang pria yang Alisya tahu dia adalah Arkan. Alisya sedikit bingung dengan kedatangan pria itu kerumahnya. Dan ada dua orang yang pergi bersamanya, mungkin itu adalah orang tua Arkan.

Setelah mempersilahkan mereka duduk di kursi kayu yang ada di ruang tamu, Alisya pamit untuk ke dapur dulu, karena ia ingin membuat minuman untuk tamu yang berkunjung ke rumahnya. Rumah Alisya memang sederhana dengan perabotan apaadanya.

Setelah selesai membuat air, Alisya kembali ke depan dan menghidangkan tiga gelas teh hangat di atas meja, karena hanya air teh yang Alisya miliki di dapur. Setelah itu, Alisya duduk di satu kursi yang masih tersisa.

"Cantik." ucap wanita paruh baya itu.

"Pantas saja ingin segera dihalalkan." sahut lelaki paruh baya disampingnya.

Alisya tidak mengerti maksud kedatangan mereka dan berkata demikian. Ia hanya bisa mengukir senyum menanggapi pujian orang tua Arkan.

"Nak, Tujuan kami ke sini bermaksud mengkhitbah Nak Alisya untuk menjadi pendamping putra kami, Arkan Al-Faiz." ucap lelaki paruh baya itu membuka pembicaraan. Mungkin ia adalah ayah dari Arkan.

Sedari tadi Alisya hanya menundukkan kepala. Apa yang baru saja di sampaikan oleh lelaki paru baya itu membuat kepala Alisya sedikit terangkat. Ia terkejut tidak percaya dengan apa yang baru di dengarnya. Arkan melamarnya?

"Will you marry me?" ucap Arkan lugas sambil membuka kotak cincin berbentuk hati. Tindakan itu terlihat sangat romantis dan sweet.

Satu kalimat ajakan itu menggentarkan jiwa. Jantungnya berdetak tidak sesuai ritme biasanya. Apa Alisya hanya bermimpi? Ia mencoba menyadarkan diri, dengan mencubit sedikit tangannya, dan ternyata itu menimbulkan rasa sakit pada kulitnya. Itu bukanlah mimpi.

"Mohon maaf sebelumnya, tapi saya hanya perempuan biasa. Seorang karyawan cafe. Saya tidak sederajat dengan keluarga tuan."

"Karena itulah saya memilih kamu." ucap Arkan, dia mencoba meyakinkan Alisya.

"Beri saya sedikit waktu." pinta Alisya, meminta waktu untuk memikirkan jawabannya, karena ia ingin istikharah terlebih dahulu.

Arkan menyetujuinya. Setelah itu dia pergi bersama kedua orang tuanya. Dan tiga hari kemudian mereka akan kembali datang untuk mendengar jawabannya.

Setelah Arkan dan orang tuanya pergi, Alisya kembali ke dalam kamar, merebahkan tubuhnya di atas kasur. Menatap langit-langit kamar yang beberapa bagian sudah memiliki lubang karna atap yang mulai bocor. Dan Alisya belum bisa memperbaikinya, karena saat ini tabungannya hanya cukup untuk makan dan membayar ongkos angkot untuk pergi bekerja.

Alisya memikirkan lamaran Arkan. Pria itu sering ia lihat datang ke cafe, dia salah satu pelanggan cafe tempatnya bekerja. Tapi bagaimana bisa dia datang melamar? Ia baru saja mengenalnya dua hari yang lalu. Apa dia calon imam yang Alisya impikan selama ini?

Alisya tidak ingin menyiakan waktunya hanya untuk memikirkan pria itu, yang hanya akan menambah dosa karena berzina pikiran telah memikirkan dia yang bukan mahram. Alisya memilih untuk fokus dengan cemilan sejati yang telah menunggunya, apalagi kalau bukan tugas kuliah. Tugas-tugas yang harus di kerjakan dalam waktu satu minggu.

Libur yang sangat melelahkan untuk Alisya. Di saat libur saja ia masih mempunyai pekerjaan, dan menghabiskan waktu dengan memutar otak. Mengerjakan tugas yang sudah berjam-jam lamanya.

Setelah cemilan itu selesai, Alisya merapikan beberapa barang yang sempat berserakan di lantai kamarnya.

Sukses butuh perjuangan dan kerja keras serta diiringi do'a. Tidak ada usaha yang sia-sia. Alisya percaya akan memetik buah manis, hasil dari usaha dan kesabarannya selama ini.

****

"Jangan keseringan melamun Alisya! Nanti kesambet lho." ujar Maya, menepuk pelan bahu Alisya, hingga membuyarkan lamunan gadis itu.

Setelah kedatangan Arkan kemarin dan dengan niatnya mengkhitbah Alisya, seharian ini ia tidak bisa fokus dalam bekerja.

"Iya mbak." jawab Alisya, lalu mengukir seulas senyum menyambut kehadiran Maya yang kini duduk di hadapannya. Terlihat Maya membawa dua porsi makan siang di tangannya. Mungkin satunya diambil untuk Alisya, karena ia lupa mengambilnya.

"Kenapa sih? Mbak perhatikan kamu melamun terus dari tadi pagi. apa ada masalah?" tanya Maya, menginterogasi Alisya.

Alisya terdiam sebentar, mungkin memang seharusnya ia cerita dengan Maya, tentang Arkan dan juga lamarannya kemarin.

"A-nu mbak, Alisya di lamar." ucap Alisya, yang berhasil membuat wanita itu tersendak dan segera menghentikan aktivitasnya menyendok makanan ke dalam mulut.

Memang sebelumya Alisya tidak pernah dekat dengan pria manapun. Mungkin itu yang membuat Maya begitu terkejut mendengar ceritanya.

"Siapa dia?" tanya Maya setelah berhasil menelan sisa makanan di mulutnya.

"Arkan." gumam Alisya.

"Bukankah dia pria tampan yang kamu tabrak hari itu. Dan dia adalah pelanggan yang sudah seminggu ini selalu duduk di meja lima belas kan?"

Karena pria itu terbilang tampan dan terlihat berwibawa, selama seminggu ini Arkan telah menjadi pusat perhatian semua orang di cafe.

Alisya menganggukkan kepalanya pelan. Jujur gadis itu sangat bingung harus bagaimana. Pria itu begitu sempurna menurutnya, sedangkan ia hanya gadis biasa, yang bekerja untuk menghidupi diri sendiri.

"Diterima?"

"Alisya belum kasih jawaban mbak. Mau istikharah dulu."

"Lalu bagaimana dengan pak Khalif?"

Alisya terdiam. Pertanyaan Maya tentang Khalif membuatnya tidak bisa menjawab. Alisya tahu Khalif memang benar menyukainya. Tapi, biarkan takdir saja yang akan menjawab semua, termasuk tentang perasaannya.

Alisya tidak bisa menjabarkan betapa membingungkan untuk memilih satu pilihan diantara dua pria. Mungkin berurusan dengan hati memang lebih ribet dari pada berurusan dengan polisi.

Alisya melihat Maya telah menghabiskan makan siangnya, sedangkan dia belum juga menyetuhnya. Padahal belum tentu di rumah nanti akan ada makanan yang bisa mengisi perutnya.

Seharian ini Alisya tidak melihat kedatangan lelaki itu. Terlihat meja lima belas yang biasa di tempatinya masih kosong. Mengapa dia jadi menunggunya. Sudah lupakan saja.

Ah, mengapa dia merasa ada yang hilang seperti ini, saat tidak melihat Arkan datang mengunjungi cafe.

Makanan di depan mungkin sudah merasa sangat cemburu dengan Alisya, karna belum di sentuh olehnya. Alisya harus bersyukur masih diberi rezeki oleh Allah untuk bisa makan hari ini, ia tidak ingin makanan itu mubazir dan terbuang percuma.

Perlahan tapi pasti Alisya mulai menyendoknya ke dalam mulut. Karena tidak lama lagi jam istirahat akan habis, dan semua karyawan harus kembali bekerja.

****

#Bersambung

Don't forget to votes, share and commet.

Follow Ig: @nurlailambo88

Di tulis. 11 maret 2020

ALISYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang